Contoh kedua: orang-orang mukmin pendosa (fasik) mengatakan, “Sesungguhnya Allah Maha Pemurah, dan karenanya kami mengharapkan ampunan-Nya. Bukankah Allah telah berfirman, Aku sesuai dengan prasangka hamba-Ku.’
Setan tidak akan menipu manusia, kecuali dengan ucapan yang secara eksplisit bisa diterima. Namun, Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam menyingkap kesesatan ucapan setan. Beliau bersabda, “Orang yang cerdas adalah orang yang senantiasa mengintrospeksi dirinya dan beramal untuk kehidupannya sesudah mati. Adapun orang yang dungu adalah orang yang mengikuti hawa nafsunya, tetapi berkhayal Allah akan mengampuninya (padahal ia tidak mau bertobat).”7
Dalam rangka menipu orang-orang bodoh, setan mengubah khayalan untuk mendapatkan ampunan Allah menjadi harapan (raja’). Padahal Allah telah menjelaskan makna harapan sebagai berikut. Dia berfirman, Sesungguhnya orang-orang yang beriman, dan orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itulah yang (pantas) mengharapkan rahmat Allah (QS Al-Baqarah [2]: 218). Sebagai balasan terhadap apa yang mereka kerjakan (QS Al-Sajdah [32): 17). Dan hanya pada Hari Kiamat sajalah diberikan dengan sempurna balasanmu (QS Ali ‘Imran [3]: 185). Barang siapa dipekerjakan dan dibayar untuk memperbaiki beberapa bejana oleh seseorang yang murah hati dan menepati janji, tetapi ia justru memecahkan seluruh bejana itu, lalu duduk menunggu mendapat bayaran, seraya berkhayal bahwa sang pemberi kerja amat pemurah, apakah orang ini, menurut orang-orang yang waras, adalah pengkhayal yang teperdaya atau orang yang mempunyai harapan?
Hasan Al-Bashri pernah ditanya tentang orang-orang yang mengharapkan rahmat Allah, tetapi tidak mau beramal. la menjawab, “Jauh sekali. Itu hanya khayalan mereka saja. Barang siapa mengharapkan sesuatu, tentu ia akan mencarinya. Dan barang siapa takut pada sesuatu, niscaya ia akan lari darinya.”
Seandainya engkau bertanya: Siapakah yang pantas berharap?
Aku jawab: Ada dua orang. Pertama, seorang pendosa yang mau bertobat. Jika seseorang hendak bertobat, setan akan berkata kepadanya, “Bagaimana mungkin tobatmu bisa diterima? Maka, ia meredam bisikan setan itu dengan harapan si pendosa teringat bahwa Allah akan mengampuni semua dosa. Allah Swt. berfirman, Katakanlah, “Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri! Janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sungguh, Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan kembalilah kalian kepada Tuhan kalian” (QS Al-Zumar [39]: 53-54). Artinya, Allah menyuruh hamba-hambanya bertobat. Dia juga berfirman, Dan sungguh, Aku Maha Pengampun bagi yang bertobat, beriman, dan berbuat kebajikan, kemudian tetap dalam petunjuk (QS Thaha [20]: 82). Jika seseorang mengharapkan ampunan seraya bertobat, dialah orang yang benar-benar pantas berharap. Sebaliknya, jika ia tetap mengulangi dosanya, dia teperdaya.
Misalnya, seseorang berada di pasar, sementara waktu shalat jumat tinggal sebentar lagi. Lalu tebersit di benaknya untuk segera berangkat. Lalu setan berkata kepadanya, “Kamu sudah terlambat.” Namun orang itu mengabaikan ucapan setan. la justru bergegas menuju masjid. Orang seperti inilah yang layak berharap akan rahmat-Nya. Namun, jika orang tersebut meneruskan kegiatan jual beli di pasar, sembari berharap imam terlambat datang demi dirinya, demi orang lain, atau karena suatu sebab yang lain, maka orang ini termasuk orang yang teperdaya.
Kedua, seseorang malas mengerjakan amalan-amalan sunnah, hanya mengerjakan yang wajib-wajib saja. Lalu ia mengharapkan nikmat Allah yang dijanjikan kepada orang-orang yang saleh sehingga pada dirinya timbul gairah yang tinggi dalam beribadah. la pun teringat akan firman Allah, Sungguh beruntung orang-orang yang beriman, yaitu orang yang khusyuk dalam shalatnya, yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tidak berguna, yang menunaikan zakat, dan yang memelihara kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau hamba sahaya yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka tidak tercela. Tetapi barang siapa mencari di balik itu (zina dan sebagainya), mereka itulah orang-orang yang melampaui batas, Dan (sungguh beruntung) orang yang memelihara amanat-amanat dan janjinya, serta orang yang memelihara shalatnya. Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi, (yakni) mewarisi (surga) Firdaus. Mereka kekal di dalamnya (QS Al-Mu’minun [23]: 1-11).
Sumber : Amal Pemusnah Kebaikan Ringkasan Bab Muhlikat Ihya ‘Ulum al-din karya Habib Umar bin Hafidz