Kelompok ketiga
Sekelompok hartawan yang lain menyumbangkan hartanya dalam acara-acara yang dipenuhi banyak orang. Mereka pun lebih suka menyumbang kepada orang-orang yang pandai berterima kasih dan suka menyebarkan kebaikan orang lain. Mereka tidak suka menyumbang di tempat yang sepi.
Abu Nashr At-Tammar menceritakan, “Seorang lelaki datang untuk berpamitan kepada Bisyr bin Al-Harits. Lelaki itu mengatakan, Aku hendak menunaikan ibadah haji.24 Apa nasihatmu kepadaku?’ Bisyr lantas bertanya, ‘Berapa bekal yang engkau persiapkan?’ la menjawab, ‘Dua ribu dirham.” Bisyr bertanya lagi, Apa yang engkau cari dari ibadah haji. Kezuhudan, ingin melihat Ka’bah, atau ridha Allah?’ la menjawab, ‘Mencari ridha Allah.’ Bisyr lalu mengatakan, ‘Seandainya engkau mendapatkan ridha Allah dengan tetap berada di rumah, yaitu dengan menafkahkan dua ribu dirham itu seraya meyakini bahwa itu bisa mendatangkan ridha Allah, apakah engkau akan melakukan nya? la menjawab. ‘lya.’ lalu Bisyr mengatakan. ‘Pergilah. Lalu berikan uangmu kepada sepuluh orang. yaitu orang yang berhutang agar ia bisa melunasi utangnya, orang miskin agar ia bisa memperbaiki keadaannya. orang banyak tanggungan agar ia bisa mencukupi kebutuhan tanggungannya, dan para pengasuh yatim agar mereka menjadi gembira. Jika hatimu kuat untuk memberikan semua uangmu kepada satu orang saja di antara mereka, lakukanlah. Sesungguhnya membuat senang hati orang Muslim dan menolong orang yang sedang kesusahan lebih utama daripada haji yang kedua dan seterusnya. Berdirilah dan infakkan hartamu itu seperti yang kuperintahkan kepadamu. Jika engkau tidak sanggup, katakan apa yang ada di hatimu.’ Lelaki itu lalu mengatakan. ‘Wahai Abu Nashr. Keinginanku untuk berangkat haji sangat kuat di hatiku.’ Bisyr lalu tersenyum dan berkata kepadanya, ‘Begitulah harta. Jika ia dikumpulkan dari kotoran-kotoran perdagangan dan syubhat, jiwa menuntut agar harta itu digunakan untuk memenuhi kebutuhan nafsunya. dan menampakkannya seperti suatu amal saleh. Padahal Allah telah bersumpah atas nama-Nya sendiri bahwa Dia hanya akan menerima amal orang-orang yang bertakwa:”
Kelompok keempat
Sekelompok hartawan yang lain menggenggam erat harta mereka dan berlaku kikir, tetapi gemar melakukan ibadah-ibadah badaniah, seperti puasa, shalat malam, dan membaca Al-Quran. Orang seperti ini perlu menundukkan kebakhilan yang bisa mencelakakannya, yaitu dengan mengeluarkan hartanya dari genggamannya. Akan tetapi, ia justru mengerjakan ibadah-ibadah sunnah badaniah yang sebetulnya tidak (begitu) ia perlukan.
Perumpamaan orang ini seperti orang yang bajunya kemasukan ular. Ia sudah hampir binasa, tetapi justru sibuk merebus obat tertentu untuk meredakan nyeri gigitan ular.
Seseorang mengatakan, “Si Fulan yang kaya itu sering berpuasa dan mengerjakan shalat.” Lalu seorang miskin menyahut, “la meninggalkan perannya dan menempati peran orang lain. Seharusnya ia berperan memberikan makan dan infak kepada orang-orang miskin. Itu lebih utama baginya daripada berlapar-lapar dan mengerjakan shalat yang dibarengi dengan harta yang berlimpah dan kebakhilan.”
Kelompok kelima
Sekelompok hartawan lainnya hanya mau mengeluarkan zakat. Zakat itu pun mereka pilih dari harta mereka yang jelek. Selain itu, mereka pun meminta orang-orang yang miskin, yang membutuhkan mereka, atau yang mempunyai keperluan terhadap mereka untuk membantu mereka. Mereka mengira diri mereka adalah hamba Allah yang taat. Padahal mereka sebenarnya pendurhaka karena meminta orang lain menghamba kepada mereka sebagai ganti atas apa yang telah mereka sedekahkan.
Sumber : Amal Pemusnah Kebaikan Ringkasan Bab Muhlikat Ihya ‘Ulum al-din karya Habib Umar bin Hafidz