Kelompok kesepuluh
Kelompok sufi ini telah menempuh jalan lebih jauh daripada kelompok sebelumnya. Mereka tidak peduli dengan aneka keajaiban dan anugerah yang diberikan kepada mereka. Mereka terus berjalan hingga sampai pada suatu maqam yang dekat dengan Allah. Lalu mereka mengira bahwa mereka telah sampai kepada Allah. Mereka pun berhenti dan—karenanya—telah berbuat salah.
Sesungguhnya Allah mempunyai 80 hijab. Seorang salik tidak bisa sampai pada satu hijab pun. kecuali ia mengira telah sampai. Allah Swt. berfirman seraya menceritakan kisah Ibrahim, Ketika malam telah gelap, dia (Ibrahim) melihat sebuah bintang, (lalu) dia berkata, “Inilah Tuhanku” (QS Al An’am [6]: 76). Yang dimaksud dengan “tuhanku” di sini bukanlah bintang yang bersinar itu. Nabi Ibrahim sudah pernah melihat bintang sejak kecil dan ia tahu bahwa itu bukanlah tuhan. Orang bodoh pun tahu bahwa bintang bukanlah tuhan. Akan tetapi, maksudnya adalah sebuah cahaya dari cahaya-cahaya Allah, yaitu hijah dari cahaya. Sebagian lebih besar daripada sebagian yang lain. Cahaya yang paling kecil adalah cahaya bintang. Maka, dipinjamlah kata “bintang” sebagai perumpamaan. Cahaya yang terbesar adalah matahari. Di antara bintang dan matahari terdapat bulan. Allah Swt. berfirman, Dan demikianlah Kami memperlihatkan kepada Ibrahim kekuasaan (Kami yang terdapat) di langit dan di bumi (QS AI-An’am [6]: 75). Allah memperlihatkannya kepada Ibrahim hingga Ibrahim sampai pada hijab yang paling dekat. Lantas Ibrahim mengatakan, “Ini lebih besar” (QS Al-An’am [6|: 78). Maka, tatkala tampak kepada Ibrahim bahwa yang besar itu tidak lepas dari kemungkinan jatuh dari puncak kesempurnaan menuju lembah kekurangan, ia pun berkata, “Aku tidak menyukai yang jatuh,” hingga, “Aku hadapkan wajahku kepada (Allah) yang menciptakan langit dan bumi” (QS AI-An’am |6]: 79).
Hijab yang pertama adalah diri sendiri. Apabila keindahan hati telah tersingkap setelah mendapatkan pancaran cahaya Allah, pemilik hati mungkin akan berpaling pada hatinya. Maka, ia pun melihat keindahan yang tiada terkira indahnya, jika setelah itu tidak tampak apa-apa lagi baginya, berarti ia telah teperdaya, terhenti sampai di situ, dan celaka. Berarti ia teperdaya oleh sebuah bintang dan belum sampai pada bulan, apalagi matahari. Tipu daya dan muslihat di jalan menuju Allah tak terhitung banyaknya. Jika ditulis, akan membutuhkan berjilid-jilid.
Sumber : Amal Pemusnah Kebaikan Ringkasan Bab Muhlikat Ihya ‘Ulum al-din karya Habib Umar bin Hafidz