Kelompok keenam
Mereka menyusahkan diri dalam hal makanan. Mereka mencari makanan yang benar-benar sangat halal, tetapi melalaikan pengawasan terhadap hati dan segenap anggota badan dari kemaksiatan-kemaksiatan pada celah yang lain. Atau sebaliknya, mereka mengabaikan kehalalan dari makanan, pakaian, dan rumah mereka, tetapi bersungguh-sungguh dalam kebaikan yang lain. Mereka tidak tahu bahwa Allah tidak merestui hamba yang hanya memperhatikan kehalalan, tetapi tidak memperhatikan perbuatannya atau yang memperhatikan perbuatannya, tetapi melalaikan kehalalan makanannya.
Kelompok ketujuh
Kelompok ini mendaku diri berakhlak baik, bersikap rendah hati dan pemurah. Maka ia datang kepada orang-orang sufi (yang benar) untuk berkhidmat kepada mereka, tetapi sesungguhnya ia bermaksud menjadikan hal itu sebagai jalan untuk mendapatkan kedudukan dan mengumpulkan harta benda. Motif mereka adalah menyombongkan diri, tetapi mereka membungkusnya dengan perilaku melayani.
Kelompok kedelapan
Kelompok ini berlebih-lebihan dalam meneliti kekurangan diri dan menjadikan hal itu sebagai pekerjaan dan pengetahuan. Mereka mengatakan, “Ini adalah aib jiwa; mengabaikannya adalah suatu aib; dan menengok padanya juga termasuk aib.” Mereka terobsesi untuk menyusun kalimat-kalimat yang tersusun rapi dan menghabiskan waktu hanya untuk itu. Perumpamaan mereka seperti orang yang sibuk meneliti berbagai rintangan dalam menunaikan haji, tetapi ia tidak pernah menempuh jalan untuk menunaikannya.
Kelompok kesembilan
Kelompok ini baru memulai suluk untuk mencapai Allah, lalu pintu-pintu makrifat terbuka bagi mereka. Namun, ketika mencium sedikit wangi permulaannya, mereka sudah terkagum-kagum dan bangga pada diri mereka. Lantas hati mereka tergoda untuk memikirkan, mengapa pintu makrifat bisa terbuka bagi mereka, tetapi tertutup bagi orang lain. Ini adalah suatu keteperdayaan karena keajaiban jalan menuju Allah tidak ada batasnya. Sekiranya seseorang berhenti pada setiap keajaiban, langkahnya menjadi terhenti sampai di situ, dan ia terhalang untuk sampai pada tujuan.
Perumpamaan mereka seperti orang yang hendak menemui seorang raja. la melihat, di depan pintu istana terdapat sebuah taman indah yang dipenuhi berbagai bunga dan cahaya yang belum pernah ia lihat sebelumnya. la pun berhenti memandangi dan terkagum-kagum pada taman itu sehingga waktu untuk bertemu raja pun habis dan ia tidak bisa bertemu lagi dengannya.
Sumber : Amal Pemusnah Kebaikan Ringkasan Bab Muhlikat Ihya ‘Ulum al-din karya Habib Umar bin Hafidz