Di antara berbagai kemuliaan yang dikaruniakan Allah SWT kepada umat Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam ialah, bahwa Allah SWT memberi ganjaran yang amat besar kepada orang yang mengucapkan shalawat dan salam kepada manusia termulia, Muhammad bin Abdullah Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam
Salawat dan salam kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam merupakan salah satu zikir yang mendatangkan pahala bagi orang yang mengucapkannya dan mengerti maknanya.
Orang yang sibuk bersalawat hanya dengan mengulang-ulang lafalnya mendapat pahala seperti pahala yang diterima orang yang mengulang-ulang lafal tahlil, takbir, tahmid, dan tasbih. Pembicaraan kami mengenai itu tidak bermaksud membanding-bandingkan antara pahala yang satu dan yang lain. Kami hanya bermaksud hendak mengatakan, bahwa orang yang sibuk mengucapkan shalawat dan salam kepada al-Mushtafa Sayyidina Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam, ia mendapat pahala, meskipun hanya mengulang-ulang lafal shalawat dan salam. Sama halnya dengan orang yang mengulang-ulang lafal tahlil, takbir, tasbih, dan tahmid sebagai zikir yang pengucapannya dan pengertian tentang maknanya dinilai sebagai ibadah. Oleh karena itu kaum Salaf (kaum Muslimin terdahulu) membiasakan diri mengucapkan shalawat dan salam dalam jumlah tertentu. Perlu diketahui, bahwa ucapan shalawat dan salam tidaklah ada gunanya jika orang yang mengucapkannya itu tidak percaya dan tidak yakin bahwa ucapan shalawat dan salam itu disyariatkan oleh agama dan berasal dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam Apalagi kalau ia beranggapan ucapan itu berasal dari dirinya sendiri atau dari orang lain (bukan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam). Sebab, pada hakikatnya masalah ini (salawat dan salam) adalah berasal dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam Jadi, jika ada wacana (pemikiran atau pendapat) yang menganggap bahwa masalah itu tidak berasal dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam, itu sama sekali tidak dapat kami benarkan, bahkan kami tentang sekeras-kerasnya. Kami pandang wacana seperti itu adalah bidah yang buruk dan jahat, dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam sendiri pasti tidak meridainya.
Sumber : Terjemah Syaraf al-Ummah al-Muhammadiyyah Karya Sayid Muhammad bin Alawi al-Maliki al-Hassani