37. Shalawat itulah yang menjadi sebab dikemukakannya nama orang berzikir mengucapkannya ke hadapan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam Yaitu sebagaimana yang beliau Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam nyatakan sendiri, “Shalawat kalian akan dihadapkan kepadaku.” Dan sesuai pula dengan pernyataan beliau Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam yang menegaskan, “Di kuburanku Allah SWT menugasi sejumlah malaikat untuk menyampaikan kepadaku salam dari umatku.” Cukuplah bagi hamba Allah SWT mendapat kemuliaan disebut namanya di hadapan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam.
38. Shalawat pun merupakan sarana bagi hamba Allah SWT untuk dapat berjalan mantap di atas shirdth hingga terlewatinya dengan selamat. Sebuah hadits dari Abdurrahman bin Samrah yang dituturkan oleh Sa’id bin Al-Musayyab, mengenai soal mimpinya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam, sebagai berikut, “Kulihat seorang dari umatku berjalan di atas shirdth, kadang merangkak-rangkak dan kadang bergelantung, kemudian datanglah shalawat (yang diucapkannya dahulu ketika hidup di dunia) lalu membangunkannya hingga dapat berdiri dan berjalan dengan kakinya, lalu ia diselamatkan oleh Shalawatnya.” (Diriwayatkan oleh Abu Musa Al-Madini di dalam at-Targhlb Wat-Tarhlb, sebagai hadits amat baik.
39. Shalawat kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam adalah penunaian kewajiban yang paling sedikit atas hak Allah SWT dan berbagai nikmat yang dikaruniakan kepada kita dan yang memang wajib kita syukuri. Padahal sebenarnya yang wajib kita syukuri tidak terhitung banyaknya. Kita tidak sanggup menghitungnya, tidak berkeinginan dan tidak berhasrat untuk mengetahui berapa jumlah seluruhnya. Namun, Allah SWT ridha menerima dari hamba-hamba-Nya sedikit syukur sebagai kewajiban yang harus ditunaikan.
40. Di dalam shalawat kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam tercakup dzikrullah (zikir menyebut keagungan-Nya), dzikru-Rasulihi (zikir mengingat Rasul-Nya), dan permohonan kepada-Nya. Dengan shalawat kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam, Allah SWT akan memberi ganjaran pahala kepada hamba yang berhak menerimanya. Sebagaimana telah kita sadari, bahwa Allah SWT memperkenalkan kepada kita Asma-asma-Nya, Sifat-sifat-Nya; dan telah pula menunjukkan kepada kita jalan apa yang harus kita tempuh untuk memperoleh keridaan-Nya. Juga Allah SWT telah memberi pengertian kepada kita tentang apa yang akan kita peroleh setelah kita sampai dan menghadapkan diri kepada-Nya. Semuanya itu tercakup di dalam semua segi keimanan. Bahkan tercakup pula di dalam ikrar tentang pengangkatan Rasul-Nya, tentang tashduj (pembenaran)-Nya, tentang pemberitahuan semuanya itu kepada hamba-hamba-Nya dan tentang kecintaan-Nya kepada Rasul yang diutus oleh-Nya menyampaikan kebenaran agama-Nya kepada umat manusia. Tak diragukan lagi bahwa semuanya itu adalah pokok-pokok keimanan. Shalawat kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam juga mencakup pengertian seorang hamba mengenai hal-hal tersebut, termasuk tashdlq-nya (pengakuannya atas kebenaran sebagai Nabi dan Rasul utusan Allah) dan kecintaanya kepada beliau Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam Dengan demikian maka ucapan shalawat kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam termasuk amalan yang afdhal.
Sumber : Terjemah Syaraf al-Ummah al-Muhammadiyyah Karya Sayid Muhammad bin Alawi al-Maliki al-Hassani