Cinta demi karena Allah SWT, di akhirat kelak akan menempatkan orang yang terkait di bawah naungan ‘Arsy Tuhan, pada hari tiada naungan selain naungan Allah SWT. Mengenai itu sebuah hadits menuturkan:
سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لاَ ظِلَّ إِلاَّ ظِلُّهُ قَالَ : وَمِنْهُمْ رَجُلاَنِ تَحَابَّا فِي اللهِ إِجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ.
“Tujuh (golongan manusia) akan beroleh naungan Allah pada hari tiada naungan selain naungan-Nya. Di antara mereka terdapat dua orang yang saling mencintai demi karena Allah, berkumpul karena Allah, dan berpisah karena Allah.”
Orang yang benar-benar mencintai (saudaranya sesama Muslim) dengan jujur dan ikhlas kelak akan beroleh manalah (kedudukan) tinggi di surga, lebih tinggi daripada mamilah orang yang dicintainya jika perasaan cintanya tak berubah. Mengenai itu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam telah menyatakan:
مَنْ أَحَبَّ رَجُلاً لِلَّهِ فَقَالَ : إِنِّي أُحِبُّكَ لِلَّهِ فَدَخَلاَ جَمِيْعًا الْجَنَّةَ فَكَانَ الَّذِي أَحَبَّ أَرْفَعَ مِنَ اْلآخَرَ ,َأَحَقَّ بِالَّذِي أَحَبَّ لِلَّهِ.
“Barangsiapa mencintai seseorang demi karena Allah, lalu ia berkata, ‘Aku mencintai Anda demi karena Allah.’ Dua-duanya masuk surga. Pihak yang mencintai lebih tinggi (kedudukannya) daripada yang lain, dan mencintai demi karena Allah ialah yang lebih berhak.” (Diriwayatkan oleh Al-Bazzar).
Orang yang benar-benar mencintai (al-muhib ash-shadiq) berhak menerima kabar gembira tentang kecintaan Allah SWT kepada dirinya melalui jurubicara (lisan) khusus yang diutus untuk itu. Sebuah hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam menuturkan:
إِنَّ رَجُلاً زَارَ أَخًا لَهُ فِي قِرْيَةٍ أُخْرَى فَأَرْصَدَ اللهُ عَلَى مَدْرَجًتِهِ مَلَكًا فَلَمَّا أَنَّى عَلَيْهِ قَالَ : أَيْنَ تُرِيْدُ ؟ قَالَ : أُرِيْدُ أَخًا لِي فِي هَذِهِ الْقَرْيَةِ. قَالَ : هَلْ لَكَ عِلِيْهِ مِنْ نِعْمَةٍ تَرُبُّهَا ؟ لاَ, غَيْرَ أَنِّي أُحِبُّهُ فِي اللهِ. قَالَ : فَإِنِّي رَسُوْلُ اللهِ إِلَيْكَ إِنَّ اللهَ قَدْ أَحَبَّكَ كَمَا أَحْبَبْتَهُ فِيْهِ.
“Ada orang yang hendak menjenguk saudaranya (yang tinggal) di daerah lain. Allah SWT mengurus malaikat untuk membuntutinya dalam perjalanan. Ketika malaikat (menyamar sebagai manusia) itu berpapasan dengannya ia bertanya, ‘Anda hendak ke mana?’ Orang itu menjawab, ‘Aku hendak mengunjungi saudaraku di daerah ini.’ Malaikat bertanya lagi, ‘Apakah Anda hendak membalas kebaikannya?’ Ia menjawab, ‘Tidak. Saya hanya mencintainya demi karena Allah.’ Mendengar jawaban itu malaikat lalu berkata, ‘Aku ini utusan Allah kepada Anda (untuk memberitahu) bahwa Allah telah mencintai Anda sebagaimana Anda mencintai saudara Anda itu demi karena Dia.’” (Diriwayatkan oleh Muslim).
Orang-orang yang saling mencinta demi karena Allah SWT, pada Hari Kiamat mereka akan menjadi tamu-tamu Allah SWT. Mereka akan berada di sebelah kanan Arsy, berdiri di atas mimbar-mimbar (terbuat) dari cahaya. Mereka bukan para Nabi, bahkan para Nabi dan para pahlawan syahid iri melihat mereka. Mengenai itu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam menyatakan:
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : يَآ أَيُّهَا النَّاسُ اِسْمَعُوْا وَاعْقِلُوْهُ إِنَّ لِلَّهِ عَزَّ وَجَلَّ عِبَادًا لَيْسُوْا بِأَنْبِيَآءٍ وَلاَ شُهَدَآءٍ يَغْبِطُهُمُ النَّبِيُّوْنَ وَالشُّهَدَآءُ عَلَى مَنَازِلِهِمْ وَقَرَّبَهُمْ مِنَ اللهِ. فَجَثَى رَجُلٌ مِنَ الأَعْرَابِ مِنْ قَاصِيَةِ لنَّاسِ وَأَلْوَى بِيَدِهِ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ : يَا رَسُوْلَ اللهِ نَاسٌ مِنَ النَّاسِ لَيْسُوْا بِأَنْبِيَآءٍ وَلاَ شُهَدَآءٍ يَغْبِطُهُمُ الْأَنْبِيَاءُ وَالشُّهَدَآءُ عَلَى مَجَالِسِهِمْ وَقَرَّبَهُمْ مِنَ اللهِ اِنْعَتْهُمْ لَنَا وَجَلِّهِمْ لَنَا. فَسُرَّ وَجْهُ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِسُؤَالِ الأَعْرَابِي فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ : هُمْ مِنْ أَفْنَاءِ النَّاسِ وَنَوَازِعِ الْقَبَائِلِ لَمْ تُصَلْ بَيْنَهُمْ أَرْحَامٌ مُتَقَارِبَةٌ تَحَابُّوْا فِي اللهِ وَتَضَافُوْا. يَصْنَعُ اللهُ لَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَنَابِرَ مِنْ نُوْرٍ فَيُجْلِسُهُمْ عَلَيْهَا فَيَجْعَلُ وُجُوْهَهُمْ نُوْرًا وَثِيَابَهُمْ نُوْرًا يَفْزَعُ النَّاسُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلاَ يَفْزَعُوْنَ. وَهُمْ أَوْلِيَاءُ اللهِ لاَ خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَ هُمْ يَحْزَنُوْنَ والْمُتَحَابُّوْنَ فِي اللهِ لَهُمْ فِي الْجَنَّةِ غُرَفٌمِنْ زَبَرْجَدٍ عَلَى عِمَدٍ مِنْ يَقُوْتٍ مُفَتَّحَةٍ تَضِيءُ كَمَا يَضِيءُ الْكَوْكَبُ الدُّرِّيُّ.
“Hai umat manusia, dengarkanlah dan pikirkanlah (pahamilah), bahwa Allah ‘Azza waJalla mempunyai hamba-hamba, bukan para Nabi dan bukan para pahlawan syahid. (Namun), para Nabi dan para pahlawan syahid iri terhadap mereka, karena kedudukan dan kedekatan mereka dari Allah.” Tiba-tiba datanglah seorang Arab pegunungan (pengembara), dari tempat yang jauh. Dengan tangannya ia memberi isyarat kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam, lalu berkata, “Ya Rasulullah, orang-orang itu bukan para Nabi dan bukan para pahlawan syahid, namun para Nabi dan para pahlawan syahid iri terhadap mereka karena kedudukan dan kedekatan mereka dari Allah. Terangkanlah kepada kami bagaimana sifat dan bentuk mereka.” Wajah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam tampak berseri-seri mendengar pertanyaan orang Arab pegunungan itu. Kemudian beliau Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam berkata melanjutkan, “Mereka itu orang-orang yang tidak diketahui asal-usulnya dan dari berbagai kabilah yang bertebaran. Di antara mereka itu tidak terdapat hubungan silaturrahmi yang berdekatan (tidak mempunyai hubungan kekerabatan). Akan tetapi mereka saling mencinta satu sama lain dan saling bertamu (berkunjung). Pada Hari Kiamat Allah meletakkan (menyediakan) bagi mereka sejumlah mimbar (terbuat) dari cahaya, lalu Allah mendudukkan mereka di atasnya. Allah membuat wajah-wajah mereka bersinar-sinar, pakaian mereka (juga terbuat) dari sinar cahaya. Pada Hari Kiamat manusia ketakutan, tetapi mereka tidak takut. Mereka adalah para Waliyullah, tak ada yang menakutkan mereka dan mereka pun tidak sedih.” (Diriwayatkan oleh Muslim).
Sumber : Terjemah Syaraf al-Ummah al-Muhammadiyyah Karya Sayid Muhammad bin Alawi al-Maliki al-Hassani