Kesepuluh, Orang Yang Menunaikan Ibadah Haji Beroleh Ampuan Allah.
Sayidina Jabir (bin Abdullah) r.a. menuturkan sebuah hadits marfu’ seperti berikut:
ما من محرم يضحّي لله يلبّي حتّي تغيب الشّمس إلّا غابت بذنوبه فعاد كما ولدته أمّه
“Orang yang sudah berihram kemudian ia menyembelih kurban dan ber-talbiyah (mengucapkan: Labbaika Allahumma labbaika …) hingga matahari terbenam, lenyaplah dosa-dosanya dan kembali seperti baru dilahirkan oleh ibunya.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Majah).
Sayidina Jabir juga menuturkan Sebuah hadits bahwasanya Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam bersabda yang artinya:
“Pada hari ‘Arafah Allah turun ke langit dunia, lalu bersabda (kepada para malaikat), ‘Lihatlah hamba-hamba-Ku yang (tampak) kusut dan berlumuran debu (itu). Hendaklah kalian menjadi saksi, bahwa Aku telah mengampuni dosa-dosa mereka!’ Para malaikat berkata, ‘Ya Rabb, si Fulan melakukan perbuatan terlarang.’ Allah ‘Azza wa Jalla menjawab, ‘Mereka sudah Kuampuni.”
(Diketengahkan di dalam Syarhus-SunnahAl-Baghwi).
Pengampunan umum demikian itu diberikan Allah SWT hingga mengenai soal-soal yang menjadi akibat dari suatu perbuatan buruk. Al-‘Abbas bin Mirdas menuturkan, bahwa Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam pada malam ‘Arafah berdoa mohon ampunan bagi umat beliau. Doa beliau dijawab, “Mereka sudah Kuampuni kecuali orang yang dzalim (berbuat aniaya). Untuk menolong orang yang madzlum (yang dianiaya) ia akan Kukenakan hukuman!”. Beliau Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam mohon, “Ya Rabb, jika Engkau kehendaki, Engkau dapat memberi kebajikan kepada orang yang madzlum dan memberi ampunan kepada orang yang dzalim.” Permohonan beliau itu tidak dijawab. Keesokan harinya, di Muzdalifah, beliau mengulangi permohonannya, dan ternyata permohonan beliau itu dikabulkan. Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam tersenyum. Melihat beliau tersenyum Abu Bakar dan ‘Umar—ra-dhiyallahu anhuma—bertanya, “Ya Rasulullah, biasanya pada saat seperti ini Anda tidak tertawa (tersenyum), apakah yang membuat Anda tertawa hingga kelihatan gigi Anda?” Beliau Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam menjawab, “Iblis, musuh Allah, ketika mengetahui bahwa Allah mengabulkan doa permohonanku ia melumuri kepalanya dengan pasir sambil meronta dan mengumpat. Kecemasannya yang kulihat itulah yang membuatku tertawa.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Majah).
Saya (penulis buku ini, Muhammad bin ‘Alwi Al-Maliki Al-Husaini) mengatakan, bahwa pembicaraan mengenai masalah tersebut di atas harus dibatasi pada pengertian, bahwa yang dimaksud adalah orang yang berniat hendak memenuhi kewajiban kepada pihak yang berhak (seperti menyerahkan barang amanat kepada yang berhak menerimanya), tetapi ia belum mampu melaksanakan tepat pada waktunya, karena ketidakmampuannya itu ia beroleh rahmat Ilahi atas kehendak Allah SWT sendiri dan kepemurahan-Nya. Lain halnya orang yang zalim, yaitu orang yang mempunyai kemungkinan dapat memenuhi kewajibannya, tetapi ia tidak memenuhinya; atau orang yang benar-benar tidak mampu memenuhi kewajiban, tetapi memang sudah bertekad tidak mau memenuhi kewajibannya. Maka menurut lahirnya perbuatan dan sikap demikian itu tidak akan beroleh rahmat.
Sumber : Terjemah Syaraf al-Ummah al-Muhammadiyyah Karya Sayid Muhammad bin Alawi al-Maliki al-Hassani