Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam memberitahu, bahwa Allah Al-Maula ‘Azza waJalla sangat senang menerima tobat dari hamba-Nya. Beliau Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam mengatakan, bahwa Allah SWT telah bersabda:
أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِيْ بِيْ وَأَنَا مَعَهُ حَيْثُ يَذْكُرُنِيْ .وَاللهِ وَاللهِ أَفْرَحُ بِتَوْبَةِ عَبْدِهِ مِنْ أَحَدِكُمْ يَجِدُ ضَالَّتَهُ بِالْفَلاَةِ. وَمَنْ تَقَرَّبَ إِلَيَّ شِبْرًا تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ ذِرَاعًا وَمَنْ تَقَرَّبَ إِلَيَّ ذِرَاعًا تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ بَاعًا وَإِذَا أَقْبَلَ إِلَيَّ يَمْشِى أَقْبَلْتُ إِلَيْهِ أُهَرْوِلُ.
“Aku ada pada dugaan hamba-Ku dan Aku bersamanya setiap saat ia berzikir menyebut-Ku. Demi Allah, Aku lebih senang menerima tobat hamba-Ku daripada (kegembiraan) seseorang dari kalian yang menemukan kembali untanya yang tersesat di gunung sahara. Barangsiapa yang mendekatkan diri kepadaku sejengkal, Aku mendekatinya sehasta, siapa yang mendekatkan diri kepada-Ku sehasta, Aku mendekatinya sedepa (dua hasta), dan siapa yang datang kepada-Ku berjalan, Aku datang kepadanya berlari-lari.” (Diriwayatkan oleh Muslim dan Bukhari).
Sebagaimana diketahui, bahwa yang dimaksud dengan kata “mendekati” dalam Hadits tersebut di atas tidak seperti yang kita bayangkan dalam benak kita. Demikian pula mengenai kata “jengkal”, “hasta”, “depa” (dua hasta), “berjalan”, dan “berlari-lari”. Itu hanya sekadar kata kiasan untuk memudahkan pemahaman kita. Hal itu ditunjukkan dalam Hadits yang lain, bahwa setelah Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam mengutip (mengulang) kata-kata tersebut, beliau mengucapkan, “Dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Mulia, Allah Maha Tinggi lagi Maha Mulia, Allah Maha Tinggi lagi Maha Mulia”, diulang sampai tiga kali. (Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Thabrani).
Ucapan beliau Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam itu merupakan dalil dan argumentasi yang sangat kuat, bahwa yang dimaksud dengan kalimat-kalimat Mahatinggi lagi Mahamulia tidaklah bermakna seperti yang telintas dalam angan-angan kita.
Adapun makna Hadits tersebut ialah, bahwa Allah SWT ridha menerima tobat hamba-Nya dan sangat senang. Lebih senang dan lebih ridha daripada orangyang kehilangan unta kemudian menemukannya di tengah gurun sahara. Demikian gembiranya karena unta itu baginya merupakan (bahan) makanan (dagingnya), minuman (susunya), dan alat (angkutan); yang pada mulanya ia sudah berputus asa untuk dapat menemukannya, bahkan sudah pasrah mati kelaparan dan kehausan.
Saking gembiranya orang itu hingga terlontar ucapan (tak disengaja) dari ujung lidahnya, “Ya Allah, Engkau adalah hambaku dan aku adalah tuhanmu!” (Diriwayatkan oleh Muslim).
Seorang bernama Abu Thawil Syathbul-Mamdud menuturkan, bahwa pada suatu hari ia datang menghadap Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam , lalu bertanya, “Bagaimanakah pendapat Anda, ya Rasulullah, mengenai orang yang telah berbuat berbagai macam dosa, sedangkan yang mengenai kepentingannya sendiri, betapapun kecilnya ia perlukan. Apakah dalam hal seperti itu masih dapat bertobat?” Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam balik bertanya, “Apakah engkau sudah memeluk Islam?” Ia menyahut, “Kalau saya, saya telah bersaksi bahwasanya tiada tuhan selain Allah dan bahwa Anda adalah Rasul (Utusan) Allah!” Beliau Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam kemudian berkata, “Kalau engkau berbuat kebajikan dan meninggalkan keburukan, Allah akan menjadikan semuanya itu sebagai kebajikan.” Abu Thawil bertanya, “(Termasuk) semua pengkhianatanku dan semua kedurhakaanku?” Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam menjawab, “Ya.” Abu Thawil (mendengar jawaban itu) berucap, “Allahu Akbar.” Sambil bertakbir ia pergi sampai tak tampak lagi. (Diriwayatkan oleh An-Najjar dan Thabrani).
Sumber : Terjemah Syaraf al-Ummah al-Muhammadiyyah Karya Sayid Muhammad bin Alawi al-Maliki al-Hassani