Memberi Makan Orang Lapar adalah Kebiasaan Terbaik di dalam Agama Islam bagian ke-3
Orang-orang yang memberi makan kaum fakir miskin pada Hari Kiamat kelak akan berada di bawah naungan Arsy. Mengenai itu Jabir bin Abdullah r.a. menuturkan, bahwa Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa aalihi wa shahbihi wasalam telah menyatakan:
ثلاث من كن فيه اظله الله عز وجل تحت عرشه يوم لا ظل الا ظله : الوضوء في المكاره والمشي الى المسجد في الظلم واطعام الجائع
“Ada tiga (kelompok manusia) yang pada hari tak ada naungan selain naungan Allah (Hari Kiamat) mereka akan beroleh naungan Allah di bawah Arsy-Nya. (Mereka adalah): Orang-orang yang ber-wudhu (menyucikan diri) dalam menghadapi hal-hal yang makruh (tidak disukai oleh agama), orang-orang yang berjalan ke masjid di dalam gelap, dan mereka yang memberi makan orang lapar.” (Diriwayatkan oleh Abusy-Syaikh dalam Ats-TShalallahu ‘alaihi wa aalihi wa shahbihi wasalamab dan Abul-Qasim Al-Ashbahaniy).
“Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa aalihi wa shahbihi wasalam memberitahu kita (umatnya) tentang seorang dari Bani Israil yang tekun beribadah. Selama bertahun-tahun ia hidup menyendiri untuk beribadah kepada Allah SWT dengan sempurna. Pada suatu hari ia keluar dari kuilnya, dan dijalan bertemu dengan seorang perempuan. Ia dirayu demikian rupa oleh perempuan itu hingga pada akhirnya memenuhi hajat kebutuhannya (terjerumus dalam perbuatan mesum). Namun kemudian ia menyesali perbuatannya demikian rupa hingga hilang kesadarannya. Ia mempunyai dua potong roti dan ketika datang kepadanya seorang pengemis yang kelaparan, dua potong roti itu diberikan kepadanya. Tak lama kemudian orang Bani Israil yang tekun beribadah itu meninggal dunia. Ketika ibadahnya yang selama enam puluh tahun itu ditimbang dengan perbuatan mesumnya, ternyata kemesumannya itulah yang lebih berat (lebih berbobot) daripada amal kebajikannya. Kemudian sepotong atau dua potong roti (yang dahulu diberikan kepada pengemis) ditaruh bersama amal kebajikannya pada daun timbangan, dan ternyata amal kebajikannya menjadi lebih berbobot daripada perbuatan mesumnya. Kemudian ia diampuni dosa kesalahannya.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban).
Seorang isteri yang menginfakan sebagian dari uang (harta) milik suaminya dalam batas tidak berlebih-lebihan, ia mendapat ganjaran pahala sedekah, asalkan—seperti biasanya—itu dilakukan sepengetahuan sang suami. Mengenai itu Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa aalihi wa shahbihi wasalam telah menyatakan:
اذا انفقت المرأة من طعام بيتها غير مفسدة كان لها اجرها بما انفقت ولزوجها اجره بما اكتسب وللخادم مثل ذلك لا ينقص بعضهم من اجر بعض شيئا
“Jika seorang isteri menginfakkan sebagian dari makanan keluarganya tanpa mengakibatkan gangguan (yang merugikan keluarga), atas infaknya itu ia mendapat ganjaran pahala. Suaminya pun mendapat ganjaran pahala dan demikian juga khadim-nya (pembantu rumah tangganya). Ganjaran pahalanya yang satu sama sekali tidak berkurang dari yang lain.” (Diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Ibnu Majali, Turmudzi, An-Nasa’i, dan Ibnu Hibban).
Sumber : Terjemah Syaraf al-Ummah al-Muhammadiyyah Karya Sayid Muhammad bin Alawi al-Maliki al-Hassani