Mereka Adalah Umat Terbaik
Mengenai kebaikan umat Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam Allah SWT berfirman di dalam Alquran:
كنتم خير امة أخرجت للناس تأمرون بالمعروف وتنهون عن المنكر
“ Kalian adalah umat terbaik yang di lahirkan untuk manusia, memerintahkan berbuat baik dan mencegah kemungkaran. “ ( QS Alu Imran: 110 )
Dalam sebuah hadits Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam, menegaskan :
انتم توفون سبعين امة انتم خيرها واكرمها على الله عز وجل
“Kalian mencukupi (kekurangan-kekurangan) tujuh puluh umat (sebelumnya). Di antara (mereka) kalian yang terbaik dan termulia dalam pandangan Allah Azza waJalla.” (Diriwayatkan oleh Ahmad, Turmudzl dan dinilai baik oleh Ibnu Majah).
Dalam hadits yang lain lagi beliau Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam, menyatakan :
اعطيت ما لم يعط احد من الأنبياء . فقلنا : يا رسول الله ما هو ؟ قال : نصرت بالرعب واعطيت مفاتيح الأرض وسميت أحمد وجعل التراب لى طهورا وجعلت امتي خيرا الأمم
“Kepadaku telah diberikan sesuatu yang tidak diberikan kepada seorang pun dari para Nabi (yang lain).” Kami (para sahabat) bertanya, “Apakah itu, ya Rasulullah?” Beliau Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam menjawab, “Aku dimenangkan atas ketakutan, aku diberi kunci-kunci bumi (izin dari Allah untuk mendapatkan semua yang baik di muka bumi), aku dinamai ‘Ahmad’ (‘Yang paling terpuji’), tanah dijadikan thahur (suci dan dapat digunakan untuk bersuci) bagiku, dan umatku dijadikan umat yang terbaik.” (Diriwayatkan oleh Ahmad dengan isnad yang baik).
Kemudian Allah SWT menyebut dalam firman-Nya beberapa di antara sifat-sifat mereka yang baik, yaitu menegakkan perintah berbuat kebajikan dan mencegah kemungkaran, yang wajib dilakukan oleh kaum khawas dan kaum awam, yaitu dengan firman-Nya: Kalian memerintahkan berbuat baik dan mencegah kemungkaran. Hal itu pun berkedudukan sebagai syarat bagi umat ini untuk dapat menjadi umat terbaik. ‘Umar bin Al-Khaththab r.a. pada saat menunaikan ibadah haji, ia menyebut ayat: Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia. Kemudian ia berkata, “Siapa benar-benar ingin menjadi seorang dari umat itu (umat terbaik) hendaklah ia menunaikan persyaratan yang ditetapkan oleh Allah mengenai itu.”
Sifat mulia ini disyaratkan pula oleh Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam dalam sebuah hadits masyhur:
لا تزال طائفة من امتى ظاهرين على الحق لا يضرهم من خالفهم حتى يأتي امرالله
“Selagi masih ada segolongan dari umatku yang teguh berpegang pada kebenaran, niscaya orang-orang yang menentang mereka tidak akan membahayakan mereka hingga saat datangnya ketentuan Allah.”
Hadits tersebut merupakan pelestarian moto (semboyan) menegakkan kebenaran yang ada pada umat Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam
Lain halnya dengan orang-orang Ahlul-Kitab. Mereka meremehkan dan melupakan semboyan itu semata-mata karena maksud “berbasa-basi”, karena ingin dipuji, atau karena kemunafikan, atau karena hendak menukar yang baik dengan yang buruk. Oleh sebab itulah Allah SWT mengecam mereka di dalam Alquran:
لعن الذين كفروا من بني اسرا ءيل على لسان داود وعيسى ابن مريم ذالك بما عصوا وكانوا يعتدون . كانوا لا يتناهون عن منكر فعلوه لبئس ما كانوا يفعلون
Terlaknatlah orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan (ucapan, pernyataan) Nabi Ddwud dan Nabi ‘Isaputera Maryam. Yang demikian itu karena mereka durhaka dan selalu (berbuat) melampaui batas. Mereka satu sama lain tidak melarang kemungkaran yang mereka perbuat. Sungguh amat buruklah apa yang^elalu mereka lakukan. (QS. Al-Ma’idah: 78-79).
Jelaslah, karena mereka itu mengabaikan semboyan tersebut (menegakkan kebenaran), mereka patut terkena laknat sebagaimana yang dinyatakan oleh Nabi Dawud dan Nabi ‘Isa—’alaihimas-salam. Perbuatan mereka itu disebut “kedurhakaan” yang melampaui batas …. Perbuatan yang amat tercela. Naudzu billah.
Kebaikan yang dikaruniakan Allah SWT kepada umat Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam tampak lebih jelas dan lebih menonjol dengan disebutnya umat lain, seperti umat Yahudi misalnya. Seiring dengan dipujinya umat Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam sebagai umat terbaik yang dilahirkan untuk ma nusia, dan disebut pula kemuliaan sifatnya yang mempersiapkan umat ini menjadi umat terbaik; Allah SWT, menegaskan kecaman-Nya terhadap kaum Yahudi karena sifat-sifat dan perangainya yang amat buruk.
Allah SWT mengancam mereka akan mengalami hari depan yang buruk, hina dan malang akibat sikap mereka yang mengingkari ayat-ayat Allah SWT (tanda-tanda yang menunjukkan kemahakuasaan Allah), membunuh sejumlah Nabi yang diutus Allah SWT dan keberanian mereka melanggar ketentuan-ketentuan hukum yang ditetapkan Allah SWT. Atas dasar kenyataan-kenyataan itu Allah SWT menyatakan didalam firman-Nya kepada umat ini melalui Rasul-Nya, “Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia.” Di samping kekhususan istimewa yang ditunjukkan oleh ayat suci tersebut di atas, kepada umat Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam juga disampaikan kabar gembira, yakni betapapun banyak jumlah musuh-musuhnya, namun tidak akan membahayakan mereka. iMnyadhurrukum illd adzd. (Tidak akan membahayakan kalian,
kecuali (hanya) mengganggu). Yakni sekadar gangguan kecil, seperti mengganggu dengan lidah mereka dan menghembuskan isu-isu yang membingungkan, dengan maksud menggoyahkan keimanan orang-orang yang belum meyakini sepenuhnya kebenaran agama Allah, yakni Islam. Gangguan sedemikian itu sama sekali tidak membuat umat Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam hancur berantakan, dan tidak pula dapat memerosotkan kekuatannya. Itu merupakan jaminan dan janji yang benar dari Allah SWT. Kemudian lebih ditegaskan lagi dengan janji yang kedua, yaitu seandainya sungguh-sungguh kaum Ahlul-Kitab memerangi kaum Mukminin yang mantap keimanannya, kaum beriman niscaya akan meraih kemenangan,
وان يقاتلوكم يولوكم الأدبار
(dan kalau mereka memerangi kalian, niscaya mereka akan berbalik ke belakang [lari tunggang-langgang]).
Kemudian mengakhiri firman-Nya denganjanji ketiga, yaitu setelah Allah SWT menolong kaum beriman mengalahkan mereka (kaum Ahlul-Kitab) yang dikepalai oleh orang-orang Yahudi, mereka tidak akan mempunyai kekuatan lagi untuk melancarkan tindakan balas dendam: Tsumma hum layunsharun. kemudian mereka tidak tertolong lagi).
Akan tetapi, jaminan besar diberikan Allah SWT kepada umat Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam itu disertai dua syarat: (1) Umat Islam harus menjaga baik-baik dan mengindahkan dua masalah besar yang disebut Allah dalam ayat suci di atas. Yang pertama adalah benar-benar beriman kepada Allah (tuminuna billah). Yang kedua, mengajak manusia berbuat kebajikan (ta’muruna bil-ma’ruf) sekaligus tanhauna anil-munkar (melarang semua yang mungkar). Dan jika umat Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam tidak ingin tertimpa bencana yang berasal dari kaum Yahudi, maka mereka (umat Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam) harus menunaikan ibadah dengan ikhlas kepada Allah, Tuhan mereka. Selain itu mereka harus juga mengamalkan sunnah Rasul-Nya, berpegang teguh pada ketentuan-ketentuan hukum yang termaktub di dalam Kitab Suci-Nya (Alquran) dan mempersiapkan perbekalan selengkapnya untuk berperang melawan musuh Allah SWT dan musuh merekajuga. Apabila mereka tidak mengindahkan soal-soal tersebut, niscaya mereka mengalami malapetaka yang datang dari pihak lawan. Mentalnya akan menjadi rusak dan dikuasai oleh musuhnya.
Sungguhlah bahwa janji Allah SWT tidak akan meleset dan berubah. Allah SWT tidak akan mencederai janji-Nya. Hal itu telah dibuktikan oleh-Nya kepada para leluhur kita yang hidup saleh pada zaman dahulu. Yaitu orang-orang yang benar-benar beriman kepada Allah SWT, menyuruh manusia berbuat baik dan melarang semua yang mungkar. Akan tetapi kaum Muslimin sendiri yang kemudian beruban keadaannya. Mereka meremehkan agama, meninggalkan kewajiban salat, memakan riba, bergelimang di dalam syahwat (kesenangan-kesenangan duniawi), mengikutijejak setan, berpecah-belah menjadi bergolong-golongan dan kelompok-kelompok, meninggalkan amrma’ruf’dan nahi munkar dan seterusnya. Mereka tidak lagi bersikap tegas terhadap orang-orang kafir, tidak saling berkasih sayang di antara sesama mereka. Mereka tidak mempersiapkan kekuatan untuk berperang melawan musuh seperti yang dilakukan oleh para leluhurnya zaman dahulu. Bahkan kaum Muslimin (dewasa ini) tidak mempunyai rasa pertanggungjawaban yang baik sebagaimana yang dikehendaki oleh ajaran-ajaran Islam ….
Para penguasa mereka sebagian besar tidak melaksanakan hukum sebagaimana yang telah ditetapkan Allah SWT dan Sunnah Rasul-Nya. Banyak di antara ulama mereka yang dikalahkan oleh semangat mengejar keduniaan. Bahkan ada pula yang plin-plan (lain di hati lain di mulut), bermanis-manis bibir atau diam, sehingga mereka berada di bawah perintah para penguasa. Tidak sepatah kata pun yang mereka ucapkan, tiada hukum Allah SWT yang ditegakkan, tidak bertindak terhadap oknum-oknum yang berbuat kerusakan dan kekacauan, serta tidak mempunyai kepedulian kepada hal-hal yang perlu dihormati dan disucikan.
Karena mereka bersikap dan berlaku seperti itu, keadaan mereka yang pada mulanya baik akhirnya berubah menjadi buruk. Pada akhirnya mereka jatuh di bawah kekuasaan orang yang tidak menyegani dan tidak menyayangi mereka. Sebab, Allah SWT tidak mengubah apa yang ada pada suatu kaum sehingga mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri. Kalau mereka kembali kepada jalan hidup semula, niscaya apa yang hilang akan kembali lagi kepada mereka. Kalau mereka benar-benar percaya kepada Allah SWT, niscaya Allah SWT akan mempercayai mereka. Apabila mereka membela kebenaran Allah SWT, Allah SWT niscaya akan menolong mereka. Dan jika mereka menepati amanat yang mereka warisi dari leluhur mereka, niscaya Allah SWT akan membuktikan apa yang telah dijanjikan kepada mereka. Yang pasti adalah, tidak ada yang lebih benar dan dapat dipercaya selain firman Allah SWT.
Bangsa Arab dewasa ini dalam perjuangan mereka melawan manusia-manusia yang memusuhi para Nabi, para malaikat dan Kitab-Kitab Suci-Nya; setelah bagian terbesar dari mereka itu ingat kepada Allah SWT, Tuhan mereka, dan kembali kepada-Nya, lalu banyak berzikir (senantiasa ingat kepada Allah SWT), berdoa dan menunaikan salat sebagaimana mestinya dengan rasa takut disertai harapan dan keyakinan bahwa pertolongan Allah SWT pasti akan diberikan kepada mereka sesuai dengan kadar kembalinya mereka, yakni sejauh mana mereka benar-benar telah kembali kepada Allah SWT. Selain itu juga sejauh mana pembangkangan masyarakat mereka terhadap Allah, sejauh mana penentangan masyarakat mereka terhadap hukum-hukum Allah dan sejauh mana perbuatan maksiat yang dilakukan masyarakat mereka secara terang-terangan dan terbuka.
Kami katakan, bahwa bangsa Arab—lepas dari bagaimana keadaan masyarakatnya—setelah mereka ingat kepada Allah SWT—dengan ingat kepada-Nya saja—Allah SWT sudah berkenan mengaruniakan banyak kebaikan dan pertolongan kepada mereka. Mereka terselamatkan dari soal yang sangat memalukan. Dunia berdiri di belakang mereka (dalam perjuangan melawan musuh—Israil). Ada yang langsung turut berperang, ada yang mendukung, dan ada yang memperkuat. Ada yang berupa perbuatan nyata, dan ada pula yang berupa ucapan dan pernyataan.
Dengan sepenuh hati semua mengharap mudah-mudahan kebangkitan iman dan Islam segera terjadi agar sejarah masa kini tidak terputus dari sejarah masa silam, dan agar umat Islam dapat dengan bangga menceritakan kemuliaannya berdasarkan bukti dan kenyataan.
Sumber : Terj. Syaraf al-Ummah al-Muhammadiyyah
Karya Sayid Muhammad bin Alawi al-Maliki al-Hassani