Salat Memperkuat Daya Hafal Bagian Ke-2
Ibnu Abbas r.a. berkata, “Demi Allah, kami berlima atau bertujuh sedang berkumpul, kemudian datanglah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa aalihi wa shahbihi wasalam Aku katakan kepada beliau Shalallahu ‘alaihi wa aalihi wa shahbihi wasalam , ‘Ya Rasulullah, dahulu di waktu-waktu lengang aku mengambil (menghafalkan) hanya empat ayat atau beberapa ayat lainnya. Namun bila aku membacanya sendirian hilanglah semuanya itu dari ingatanku. Sekarang aku belajar menghafalkan empat puluh ayat atau lebih, dan jika empat puluh ayat itu kubaca sendirian seolah-olah Kitabullah berada di depan mata-ku. Dahulu aku juga pernah mendengar hadis, tetapi jika hendak kuulang kembali hilanglah hadis itu dari ingatanku. Hari ini aku mendengar beberapa hadis dan jika saya tuturkan (kepada orang lain) tidak satu huruf pun yang tertinggal.’ Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa aalihi wa shahbihi wasalam menanggapinya dengan berucap,’Mu’min, wa Rabbil-Ka’bah (demi Allah), Abul Hasan.’ (Hadis panjang tersebut di atas diketengahkan oleh Turmudzi. Olehnya dikatakan hadis itu hasan dan gharib [baik, tidak terkenal]. Dikeluarkan juga oleh Al-Hakim, dan olehnya hadis tersebut dipandang sebagai hadis sahih).
Empat surat yang disebut dalam hadis di atas dan yang masing-masing dibaca pada rakaat pertama, kedua, ketiga, dan keempat, urutannya tidaklah sebagaimana urutan surat-surat di dalam Alquran. Mengindahkan urutan surah yang dibaca dalam salat adalah mustahabbah (sunnat). Menyimpang dari hal yang mustahabbah boleh-boleh saja asalkan tidak terlalu sering. Terdapat riwayat yang menuturkan bahwa Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa aalihi wa shahbihi wasalam kadang-kadang melakukan hal seperti itu untuk menunjukkan bahwa itu tidak terlarang (haram).
Banyak pengalaman yang memperkuat semua yang kami sebut. Al-Hafidz Abul-Hasan Ibnu Arraq mengatakan, “Tidak sedikit orang yang memberitahu saya, bahwa mereka sudah mencoba berdoa dengan doa tersebut, dan ternyata mereka menemukan kebenarannya.”
Jadi, kelemahan menghafal yang ada pada seseorang, walaupun itu sudah menjadi fitrah pembawaannya, tetapi Allah Maha Pencipta dan Maha Menghidupkan lagi Maha Mematikan, berkuasa melimpahkan pertolongan kepada orang yang berdoa berupa tambahan daya ingat. Meskipun orang menghadapi keadaan sesulit apa pun, Allah SWT berkuasa membuat orang itu sanggup melawan dan mengatasinya. Hadis tersebut di atas memberi pengertian tentang sesuatu yang dapat menghilangkan Iemah ingatan, yaitu apabila orang beriman berdoa mohon kasih sayang (rahmat) kepada Allah, Tuhannya, agar dapat meninggalkan perbuatan-perbuatan maksiat. Sebagaimana diketahui, bahkan merupakan kenyataan yang jelas, bahwa keterlibatan seseorang di dalam perbuatan maksiat merupakan sebab utama yang mengakibatkan kekusutan dan kekacauan berpikir. Hadis tersebut juga memberi pengertian agar orang beriman jangan sampai mencurahkan perhatian kepada soal-soal yang tidak perlu dan jangan pula melibatkan diri di dalam-nya, karena hal itu akan membuat pikiran menjadi terbagi-bagi hingga tidak dapat dipusatkan kepada soal-soal yang penting dan bermanfaat, menyusul kemudian masuknya berbagai angan-angan dan bayangan tentang hal-ihwal sekitarnya, yang sama sekali tak ada gunanya. Di dalam hadis tersebut juga terdapat soal permohonan kepada Allah SWT agar dikaruniai pandangan yang baik mengenai soal-soal yang mendatangkan keridhaan Allah SWT. Dalam hal itu termasuk semua ilmu dan pengetahuan yang bermanfaat dan semua kemaslahatan yang di anjurkan oleh syariat, karena jelas bahwa pelakunya pasti beroleh ganjaran pahala, asal dilakukan dengan niat semata-mata demi keridhaan allah SWT, pandangan dan pengertian yang baik mengenai semua tersebut di atas akan memperkuat daya imajinasi dan kemampuan berpikir dalam menghadapi berbagai masalah…. Dan seterusnya.
Sumber : Terjemah Syaraf al-Ummah al-Muhammadiyyah Karya Sayid Muhammad bin Alawi al-Maliki al-Hassani