Fadhilah Menjaga Baik-Baik Pengamalan Shalat-shalat Sunnah Rawatib Dua Belas Rakaat ke-2
Di dalam dua rakaat shalat Fajar terdapat fadhilah dan pahala sangat besar. Mengenai itu Ibnu ‘Umar r.a. menuturkan, ada seorang bertanya kepada Rasulullah Shalallahu alaiihi waAlihi wa shohbihi wa salam , “Ya Rasulullah, tunjukkanlah saya suatu amal perbuatan yang dengan itu saya mendapat manfaat (keberuntungan) dari Allah.” Beliau Shalallahu alaiihi waAlihi wa shohbihi wa salam menjawab, “Hendaklah engkau mengamalkan dua rakaat shalat Fajar, karena di dalam dua rakaat itu terdapat fadhilah.” (Diriwayatkan oleh Thabrani di dalam Al-Kabir).
Dalam riwayat yang lain lagi dituturkan, bahwa Rasulullah Shalallahu alaiihi waAlihi wa shohbihi wa salam berkata:
لا تدعوا الركعتين قبل الصلاة الفجر فان فيهما الرغبة
“Janganlah kalian meninggalkan shalat dua rakaat sebelum shalat Subuh, karena di dalam shalat dua rakaat itu terdapat raghaib (banyak raghibah, yakni pahala besar yang dapat diharapkan perolehannya).”
Dalam riwayat yang diketengahkan oleh Ahmad (bin Hanbal), Rasulullah Shalallahu alaiihi waAlihi wa shohbihi wa salam berkata, “Shalat dua rakaat jagalah baik-baik, karena di dalamnya terdapat banyak raghibah.”
Di dalam dua rakaat shalat Fajar terdapat banyak ghanimah. Yang dimaksud “ghanimah” ialah ra’sumal (modal). Ibnu ‘Umar r.a. menuturkan, bahwasanya Rasulullah Shalallahu alaiihi waAlihi wa shohbihi wa salam berkata:
قل هو الله احد تعدل ثلث القران وقل يا ايها الكافرون تعدل ربع القران وكان يقرؤهما في ركعتي الفجر : هاتان الرعتان فيهما رغب الدر
“QulhuwallahuAhad (Surah Al-Ikhlash) setara dengan sepertiga Alquran, dan Qulya ayyuhal-kafirun (Surah Al-Kafirun) setara dengan seperempat Alquran.” Beliau Shalallahu alaiihi waAlihi wa shohbihi wa salam selalu membaca dua surah tersebut dalam shalat dua rakaat Fajar. Beliau mengatakan, “Di dalam shalat dua rakaat itu terdapat rughabud-dur.”
Yang dimaksud rughabud-dur ialah keinginan atau harapan besar untuk mendapatkan mutiara. Yakni dengan shalat dua rakaat Fajar itu orang dapat menumpahkan harapan dan keinginannya untuk mendapatkan pahala yang tak ternilai harganya, seperti orang sangat mengharap akan mendapat mutiara dan mengumpulkannya sebanyak mungkin. Shalat dua rakaat Fajar lebih utama dan lebih baik daripada ingin mengumpulkan mutiara, karena pahalanya lebih kekal dan manfaatnya pun lebih tinggi dan mulia. Sebab, kesenangan dan kenikmatan duniawi hanyalah sekelumit dan tidak kekal, sedangkan kesenangan di akhirat kelak adalah kekal dan abadi.
Sebuah riwayat hadits menuturkan, bahwa Rasulullah Shalallahu alaiihi waAlihi wa shohbihi wa salam sangat ketat menjaga shalat dua rakaat Fajar. Mengenai itu Siti ‘A’isyah r.a. mengatakan:
لم يكن النبي صلى الله عليه وسلم على شيء من النوافل اشد تعاهدا على ركعتي الفجر
“Tidak ada ibadah nafilah (sunnah) yang mendapat perhatian amat besar dari Rasulullah Shalallahu alaiihi waAlihi wa shohbihi wa salam seperti shalat dua rakaat Fajar.” (Diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, Abu Dawud, An-Nasa’I, dan Ibnu Khuzaimah).
Dalam riwayat hadits lainnya, Ibnu Khuzaimah menuturkan, Siti ‘A’isyah r.a. berkata, “Aku tidak melihat ada suatu kebajikan yang oleh Rasulullah Shalallahu alaiihi waAlihi wa shohbihi wa salam lebih didahulukan daripada shalat dua rakaat sebelum shalat Fajar. Bahkan harta ghanimah pun beliau tidak (mengutamakannya).”
Rasulullah Shalallahu alaiihi waAlihi wa shohbihi wa salam mewasiatkan hal itu (mewanti-wanti umatnya supaya mengindahkan hal itu). Mengenai itu, Abu Darda’ r.a. mengatakan, “Khalili (yakni: Rasulullah Shalallahu alaiihi waAlihi wa shohbihi wa salam ) mewanti-wanti tiga hal kepadaku: Puasa tiga hari setiap bulan, shalat Witir sebelum tidur, dan shalat dua rakaat Fajar.” (Diriwayatkan oleh Thabrani di dalam Al-Kabir).
Bahkan Rasulullah Shalallahu alaiihi waAlihi wa shohbihi wa salam melarang orang meninggalkan shalat dua rakaat Fajar. Mengenai itu Abu Hurairah r.a. menuturkan, bahwasanya Rasulullah Shalallahu alaiihi waAlihi wa shohbihi wa salam berkata, “Janganlah kalian meninggalkan shalat dua rakaat Fajar kendatipun kalian dikejar kuda.” (Diriwayatkan oleh Abu Dawud).
Sumber : Terjemah. Syaraf al-Ummah al-Muhammadiyyah
Karya Sayid Muhammad bin Alawi al-Maliki al-Hassani