Berbagai Fadhilah Shalat Jumat ke-6
Keutamaan shalat Jumat demikian besar sehingga setiap ayunan langkah orang yang berangkat ke masjid untuk menunaikan shalat Jumat, dilipatgandakan imbalan pahalanya sama dengan pahala satu tahun. Imam Ahmad dan Al-Hakim mengetengahkan hadits dari Aus bin Abl Aus Ats-Tsaqafiy yang menuturkan sebagai berikut, “Aku mendengar sendiri Rasulullah Shalallahu alaiihi waAlihi wa shohbihi wa salam mengatakan:
من غسل واغتسل ثم بكر وابتكر ومشى ولم يركب ودنا من الإمام واستمع ولم يلغ كان له بكل خطوة عمل سنة, اجر صيامها وقيامها
“Barangsiapa yang membersihkan badan dan mandi lalu berangkat segera agak dini (ke masjid untuk shalat Jumat) dengan berjalan kaki, tidak berkendaraan, kemudian (duduk) dekat Imam, mendengarkan (khutbah) dan tidak berbuat sesuatu yang tidak perlu (laghwun); maka untuk setiap langkahnya ia mendapat imbalan pahala satu tahun puasa Jumat dan shalatnya.”
Thabrani di dalam Al-Ausath mengetengahkan hadits dari Abu Bakar Ash-Shiddlq r.a. yang mengatakan, “Barangsiapa berjalan kaki ke shalat Jumat, maka bagi setiap langkahnya ia memperoleh pahala amal dua puluh tahun.” (Hadits ini lemah sanadnya).
Orang yang wafat pada hari Jumat atau malamnya ia selamat dari siksa kubur. Mengenai itu Abu Ya’la mengetengahkan hadits dari Anas bin Malik r.a., yang menuturkan, bahwasanya Rasulullah Shalallahu alaiihi waAlihi wa shohbihi wa salam menyatakan:
من مات يوم الجمعة وقي عذاب القبر
“Barangsiapa yang wafat pada hari Jumat, ia terpelihara (terselamatkan) dari siksa kubur.” (Diketengahkan oleh Al-Muttaqiy dalam Muntakhab Kanzil-‘Ummal).
Al-Baihaqi di dalam kitab ‘Adzabul-Qabri mengetengahkan hadits dari ‘Ikrimah bin Khalid Al-Makhzumi, yang menuturkan:
ومن مات يوم الجمعة او ليلة الجمعة ختم بخاتم الإمام ووقي عذاب القبر
“Barangsiapa wafat pada hari Jumat atau malam Jumat, ia dipasangi cincin iman (pada jarinya) dan terpelihara (terselamatkan) dari siksa kubur.”
Bersetubuh dengan isteri pada malam Jumat (hari Jumat) mendapat dua pahala. Mengenai itu Al-BaihaqI di dalam Asy-Sya’ab mengetengahkan hadits dengan sanad dim ifdari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan, bahwasanya Rasulullah Shalallahu alaiihi waAlihi wa shohbihi wa salam pernah berkata:
ايعجز احدكم ان يجامع اهله في كل جمعة ؟ فان له اجرين اجر غسله واجر غسل امراته
“Adakah di antara kalian yang tidak sanggup menyetubuhi isterinya setiap Jumat? (Melakukannya pada hari itu) ia mendapat dua pahala; pahala mandinya sendiri dan pahala mandi isterinya.”
Sa’id bin Manshur di dalam Sunannya mengetengahkan hadits dari Makhul, bahwa ia pernah ditanya tentang seorang ie’taki yang rnandi junub pada hari Jumat. Ia menjawab: Orang yang melakukannya mendapat dua pahala.
Orang yang wafat pada hari Jumat atau malam Jumat, ia selamat darifitnatul-qabri (fttnah kubur) dan tidak akan ditanya di dalam kubur-nya. Hadits yang diketengahkan oleh Turmudzi itu dinilai sebagai hadits baik oleh Al-Baihaqi, Ibnu ‘Abid-Dunya dan lain-lain. Hadits itu dari Ibnu ‘Amr r.a. yang menuturkan, bahwasanya Rasulullah Shalallahu alaiihi waAlihi wa shohbihi wa salam telah menyatakan:
ما من مسلم يموت يوم الجمعة اوليلة الجمعة الا وقاه الله فتنة القبر
“Setiap orang Muslim yang wafat pada hari Jumat atau malam Jumat, Allah menyelamatkannya dari siksa kubur.” (Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Turmudzi).
Hadits lain yang semakna menyebutnya dengan lafal, “Terhindar dari fitnah kubur.” Hadits yang lain lagi menyebut, “Terpelihara (aman) dari dua fitnah.” Mengenai itu Turmudzi mengatakan antara lain, “Karena pada hari itu neraka Jahannam tidak dinyalakan, tertutup pintu-pintunya dan para malaikat penjaganya pada hari itu tidak melakukan tugas seperti yang mereka lakukan pada hari-hari yang lain. Orang yang diwafatkan Allah pada hari itu adalah pertanda kebahagiaannya dan kebaikan saat kembalinya kepada Allah. Sebab, Allah tidak mewafatkan siapa pun pada hari yang mulia itu, kecuali orang yang telah disuratkan beroleh kebahagiaan. Karena itulah Allah menyelamatkannya dari fitnah kubur (cobaan atau penderitaan di dalam kubur). Adapun sebabnya bukan lain hanyalah untuk membedakan orang munafik dari orang beriman.”
Mengenai kemuliaan hari Jumat yang tidak ada pada hari-hari lain-nya dalam waktu satu pekan (seminggu), Allah telah berfirman di dalam Alquran:
…. إذا نودي للصلاة من يوم الجمعة ….
… apabila dipanggil (diseru) untuk (menunaikan) shalat hari Jumat…. (QS.Al-Jum’ah:9)
Keutamaan hari Jumat yang lain lagi ialah bahwa hari itu merupakan “tabungan” bagi umat Nabi Muhammad Shalallahu alaiihi waAlihi wa shohbihi wa salam mengenai itu Bukhari dan Muslim meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah r.a. yang menuturkan, bahwa ia mendengar sendiri Rasulullah Shalallahu alaiihi waAlihi wa shohbihi wa salam menyatakan:
نحن الاخرون السابقون يوم القيامة بيد انهم أوتوا الكتاب من قبلنا واتيناه من بعدهم ثم هذا يومهم الذي فرضه الله عليهم فاختلفوافيه, فهداناالله له . فالناس لنا فيه تبع اليهود غدا والنصارى بعد غد
“Pada Hari Kiamat kami (umat beliau Shalallahu alaiihi waAlihi wa shohbihi wa salam ) adalah (umat yang datang) belakangan. (Namun sesungguhnya) kami adalah umat yang datang terdahulu pada Hari Kiamat. Hanya saja, mereka (kaum Yahudi dan Nasrani) menerima Kitab (Taurat dan Injil) sebelum kami. Sedangkan kami menerima Alquran sesudah mereka. Kemudian Allah mewajibkan mereka (memuliakan) hari ini (hari Jumat), tetapi mereka berselisih mengenai itu, kemudian Allah menunjuk hari itu bagi kami, sehingga dalam hal itu banyak manusia yang mengikuti kami, kaum Yahudi besok dan kaum Nasrani besok lusa.” (Diketengahkan oleh An-Nabhaniy di dalamAl-Fathul-Kabir. Menurut hadits itu diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Bukhari, Muslim, dan An-Nasa’i dari Abu Hurairah r.a.).
hadits yang diketengahkan oleh Muslim, berasal dari Abu Hurairah dan Hudzaifah—radhiyallahu anhuma—menuturkan, bahwa Rasulullah Shalallahu alaiihi waAlihi wa shohbihi wa salam menyatakan:
اضل الله عن الجمعة من كان قبلنا فكان لليهود يوم السبت وكان للنصارى يوم الاحد فجاء الله بنا فهدانا الله ليوم الجمعة
“Allah menyesatkan orang-orang sebelum kami mengenai hari Jumat. Pada akhirnya hari Sabtu bagi kaum Yahudi dan hari Ahad bagi kaum Nasrani. Kemudian Allah mendatangkan kami lalu menunjukkan bagi kami hari Jumat.“
Sumber : Terj. Syaraf al-Ummah al-Muhammadiyyah
Karya Sayid Muhammad bin Alawi al-Maliki al-Hassani