Keutamaan Imam Shalat ke-1
Diantara keutamaan-keutamaan Imam shalat jamaah ialah, bahwa ia adalah orang yang menjamin baiknya pelaksanaan shalat dan menjaga baik-baik shalatnya orang-orang yang berada di belakangnya (makmum). Oleh Nabi Shalallahu alaiihi waAlihi wa shohbihi wa salam ia dijadikan orang yang menjamin kebaikan shalat berjamaah. Apabila ia dapat menjamin pelaksanaan shalat jamaah dengan baik, maka ia mendapat (tambahan) pahala seperti yang diperoleh orang-orang yang makmum di belakangnya.
Mengenai itu ‘Abdullah bin ‘Umar r.a. menuturkan, bahwa ia mendengar Rasulullah Shalallahu alaiihi waAlihi wa shohbihi wa salam menyatakan:
من ام قوما فليتق الله واليعلم انه ضامن مسؤول لما ضمن وان احسن كان له من الأجر مثل اجر من صلى خلفه من غير ان ينقص من اجورهم شيئا وما كان من نقص فهو عليه
“Barangsiapa mengimami suatu kaum (jamaah), hendaklah ia bertakwa kepada Allah dan hendaklah juga ia menyadari bahwa dirinya adalah penjamin dan memikul pertanggungjawaban atas sesuatu yang dijaminnya. Jika ia menunaikannya dengan baik, maka ia beroleh imbalan pahala (tambahan) seperti pahalanya orang yang shalat di belakangnya (makmum) tanpa dikurangi sedikit pun. Sedangkan kekurangan yang terjadi adalah menjadi tanggungjawabnya.” (Diriwayatkan oleh Ahmad, Ibnu Majah, Ibnu Khuzaimah, dan Ibnu Hibban. Juga oleh Al-Hakim, sebagai hadis sahih).
Di antara berbagai fadhilah mengenai hal itu ialah, pada Hari Kiamat kelak pelakunya akan berada di atas onggokan misk (parfum, wewangian). Ia tidak dicemaskan oleh rasa takut yang amat dahsyat, dan tidak terkena perhitungan (hisab) atas amal perbuatannya sewaktu hidup di dunia. Mengenai itu ‘Abdullah bin ‘Umar r.a. menuturkan, bahwasanya Rasulullah Shalallahu alaiihi waAlihi wa shohbihi wa salam telah menyatakan:
ثلاثة على كثبان المسك يوم القيامة : عبد ادى حق الله وحق مواليه , ورجل ام قوما وهم به راضون, ورجل ينادي بالصلوات الخمس في كل يوم وليلة
“Ada tiga orang (kelompok orang) yang pada Hari Kiamat akan berada di atas tumpukan (onggokan) misk (parfum, wewangian), yaitu: seorang hamba yang menunaikan hak Allah dan hak orang-orang asuhannya (mawali-nya), orang lelaki yang mengimami suatu kaum (dalam shalat berjamaah) dan kaum itu ridha (puas, suka) kepadanya, serta orang yang menyerukan azan shalat lima waktu siang dan malam setiap hari.” (Diriwayatkan oleh Ahmad dan Turmudzi.
Turmudzi mengetengahkan hadis tersebut di dalam Ash-Shaghir dan Al-Ausath.
Di antara beberapa soal yang diistimewakan bagi umat ini (umat Nabi Muhammad Shalallahu alaiihi waAlihi wa shohbihi wa salam ) adalah at-ta’min (ucapan amin yang maknanya “ya Allah, kabulkanlah” atau “lakukanlah, ya Allah” atau “jadikanlah, ya Allah”. Keistimewaan inilah yang membuat kaum Yahudi dengki dan iri hati. Mengenai itu Siti ‘A’isyah r.a. menuturkan, bahwa Rasulullah Shalallahu alaiihi waAlihi wa shohbihi wa salam telah menegaskan:
ما حسدتكم اليهود على شيء – ما حسدتكم على السلام والتأمين
“Kaum Yahudi tidak dengki dan iri hati terhadap kalian … (sehebat) kedengkian dan iri hati mereka terhadap kalian mengenai salam dan ta’min.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Ibnu Khuzaimah).
Dalam riwayat hadis lain, “Kaum Yahudi tidak dengki dan iri hati terhadap kita seperti kedengkian dan iri hati mereka terhadap kita mengenai Jumat (kemuliaan hari Jumat) sebagaimana yang ditunjukkan Allah kepada kita, namun mereka sesat (menyeleweng dan menyimpang) dari (ketentuan) itu.” Juga mengenai kiblat yang ditunjukkan Allah kepada kita dan mengenai itu pun mereka sesat. Demikian juga mengenai ucapan amin di belakang Imam (makmum).” (Diriwayatkan oleh Ahmad dalam Musnad-nya).
Dalam riwayat hadis yang lain lagi, “Kaum Yahudi sudahjemu terhadap agama mereka sendiri. Mereka itu adalah masyarakat pendengki dan iri hati. Kedengkian mereka terhadap kaum Muslimin lebih besar lagi mengenai tiga hal: Raddus-salam (menjawab ucapan salam), melu-ruskan saf-saf (waktu shalat), dan ucapan makmum amin dalam shalat-shalat fardhu.” (Diriwayatkan oleh Thabrani dalam Al-Ausath).
Sumber : Terj. Syaraf al-Ummah al-Muhammadiyyah
Karya Sayid Muhammad bin Alawi al-Maliki al-Hassani