Kemuliaan Shalat Berjamaah ke-4
Keistimewaan menjaga shalat berjamaah adalah bahwa hai itu menanadakan keimanan dan hubungan seseorang dengan Allah Tuhannya. Meninggalkan shalat berjamaah dan berpalirig daripadanya (tidak meng-indahkannya), itu merupakan salah satu bentuk kekerasan hati, kekufuran, dan kemunafikan.
Mu’adz bin Jabal r.a. menuturkan, bahwasanya Rasulullah Shalallahu alaiihi waAlihi wa shohbihi wa salam menyatakan:
الجفاء كل الجفاء والكفر والنفاق : من سمع منادي الله ينادي الى الصلاة فلا يجيبه
“Hati yang keras membatu, kekufuran, dan kemunafikan ialah orang yang mendengar panggilan Allah (azan) untuk shalat (berjamaah) ia tidak menyambut/menjawabnya (dengan turut serta berjamaah).” (Diriwayatkan oleh Ahmad, Thabranl, berasal dari riwayat Zuban bin Fa’id).
Meninggalkan shalat berjamaah juga merupakan pertanda kemerosotan dan kegagalan orang beriman. Mengenai itu Rasulullah Shalallahu alaiihi waAlihi wa shohbihi wa salam menyatakan:
بحسب المؤمن من الشقاء والخيبة ان يسمع المؤذن يثوب بالصلاة فلا يجيبه
“Tandanya orang beriman yang mengalami kemerosotan (kesialan) dan kegagalan ialah bila mendengar mu’azzin sudah ber’iqamah (untuk dimulainya shalat) ia tidak menjawab (yakni tidak mengindahkan).”
Keistimewaan lainnya lagi pada shalat berjamaah ialah bahwa Rasulullah Shalallahu alaiihi waAlihi wa shohbihi wa salam mengancam orang yang meninggalkannya akan membakarnya dalam api. Mengenai itu Abu Hurairah r.a. menuturkan, bahwasanya Rasulullah Shalallahu alaiihi waAlihi wa shohbihi wa salam telah menegaskan:
لقد هممت ان امر فتيتى فيجمع لى حزما من حطب ثم آتى قوما يصلون في بيوتهم ليس بهم علة فأحرقها عليهم
“Aku bertekad hendak menyuruh orang-orangku mengumpulkan onggokan kayu bakar, lalu akan kudatangi suatu kaum (masyarakat) yang melakukan shalat (sendiri-sendiri) di rumah masing-masing tanpa uzur (‘illah), mereka hendak kubakar.” (Diriwayatkan oleh Muslim, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Turmudzi secara ringkas).
Mengenai hadis tersebut ada orang bertanya kepada Yazid, ia anak seorang tuli, “Yang dimaksud itu shalat Jumat atau shalat lainnya?” Yazid menyahut, “Biarlah dua telingaku menjadi tuli jika saya tidak mendengar sendiri Abu Hurairah menyampaikan hal itu dari Rasulullah Shalallahu alaiihi waAlihi wa shohbihi wa salam Beliau tidak menyebut shalat Jumat atau shalat lainnya!”
Cukuplah kiranya bagaimana jawaban Rasulullah Shalallahu alaiihi waAlihi wa shohbihi wa salam kepada Ibnu Ummi Maktum, seorang tunanetra (buta). Ia bertanya, “Ya Rasulullah, aku seorang buta dan tempat tinggalku jauh. Lagi pula aku tidak mempunyai orang yang menuntunku dan menemaniku. Apakah aku mendapat kelonggaran untuk shalat di rumahku?” Rasulullah Shalallahu alaiihi waAlihi wa shohbihi wa salam balik bertanya, “Apakah engkau mendengar panggilan (azan)?” Ibnu Maktum menjawab, “Ya.” Rasulullah Shalallahu alaiihi waAlihi wa shohbihi wa salam kemudian berkata, “Aku tidak menemukan kelonggaran bagimu.” Yakni beliau tidak melihat ada alasan untuk memberi kelonggaran kepada Ibnu Maktum. (Diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah, Ibnu Khuzaimah, dan Al-Hakim).
Sumber : Terj. Syaraf al-Ummah al-Muhammadiyyah
Karya Sayid Muhammad bin Alawi al-Maliki al-Hassani