Fadhilah Shalat ke-7
- Termasuk keistimewaan shalat ialah bahwa di alam kubur ia akan memagari (mayat orang yang mengamalkannya baik-baik) dan menjaganya seperti ia dahulu menjaga shalatnya. Abu Hurairah r.a. menuturkan, bahwasanya Rasulullah Shalallahu alaiihi waAlihi wa shohbihi wa salam berkata:
ان الميت اذا وضع في قبره وانه يسمع خفق نعالهم يولون مدبرين فان كان مؤمنا كانت الصلاة عند رأسه وكان الصيام عن يمينه وكانت الزكاة عن شماله وكان فعل الخيرات من الصدقة . والصلاة والمعروف والإحسان الى الناس عند رجليه فيؤتى من قبل رأسه فتقول الصلاة : ما قبلى مدخل ثم يؤتى عن يمينه فيقول الصيام : ما قبلى مدخل . ثم يؤتى عن يساره . فتقول الزكاة : ما قبلى مدخل . ثم يؤتى من قبل رجليه فيقول فعل الخيرات من الصدقة والمعروف والاحسان الى الناس : ما قبلى مدخل , فيقال له : اجلس فيجلس قد مثلت له الشمس وقد دنت للغروب فيقال له : ارايتك هذا الذي كان ستفعل ؟ اخبرنا عما نسألك عنه . ارايتك هذا الرجل الذي كان قبلكم . ماذا تقول فيه وماذا تشهد عليه ؟ فيقول : محمد اشهد انه رسول الله صلى الله عليه وسلم وانه جاء بالحق من عندالله فيقال له : وعلى ذلك حييت وعلى ذالك مت وعلى ذالك تبعث ان شاء الله . ثم يفتح له باب من ابواب الجنة . فيقال له: هذا مقعدك منها وما اعد الله لك فيها . فيزداد غبطة وسرورا
“Setelah mayat diletakkan dalam kuburnya, ia mendengar suara terompah para pengantarnya pada berbalik pulang meninggalkan-nya. Jika mayat itu seorang beriman shalatnya berada di atas kepala-nya, puasanya berada di sebelah kanannya, zakatnya berada di sebelah kirinya, amal kebajikannya seperti sedekah, silaturahmi dan budi baiknya kepada sesama manusia; semuanya akan berada di kaki-nya. Dari arah kepalanya ia didatangi (malaikat). Shalatnya berkata: Pada arahku (di tempatku) tak adajalan masuk (madkhal). Dari sebelah kanannya ia didatangi (malaikat). Puasanya berkata: Di tempatku tak adajalan masuk. Kemudian ia didatangi dari sebelah kiri. Zakatnya berkata: Di tempatku tak adajalan masuk. Ia lalu didatangi dari arah kakinya. Amal-amal kebajikannya (tersebut di atas), semuanya pada berkata: Di tempatku tak adajalan masuk.” Pada akhir-nya ia (mayat itu) mendengar suara menyuruhnya duduk. Ia lalu duduklah. Kepadanya dibayangkan matahari tampak sudah ham-pir terbenam. Ia ditanya, “Bagaimanakah menurut pendapatmu orang yang berada di seberang sana itu? Apa yang hendak engkau katakan mengenai dia dan bagaimana kesaksianmu mengenai dia?” Mayat itu menjawab, “Biarkan saya shalat dulu!” Mereka (malaikat) menyahut, “Baik, engkau tentu shalat, tetapi beri tahu kami dulu tentang orang yang kami tanyakan kepadamu!” Ia (mayat itu) lalu berkata (berucap), “Muhammad, aku bersaksi bahwa beliau adalah Rasulullah Shalallahu alaiihi waAlihi wa shohbihi wa salam Beliau datang membawa kebenaran dari Allah!” Kemudian dikatakan (oleh malaikat) kepadanya (mayat itu), “Atas dasar itulah engkau dihidupkan dan atas dasar itu pula engkau dimatikan dan atas dasar itu juga engkau akan dibangkitkan insyd Allah. Setelah itu lalu terbukalah baginya pintu-pintu surga. Kemudian (malaikat) berkata, “Itulah tempat tinggalmu, apa yang telah disediakan Allah bagimua da di dalamnya (surga). Ia menjadi ber-tambah riang dan gembira.” (Dituturkan oleh Al-Mundziri dan di-ketengahkan oleh Thabrani dan Ibnu Hibban dalam Shahih-nya).
- Termasuk keistimewaan shalat juga bahwa orang yang menjaga baik-baik shalatnya dan asyik menunaikannya, di dalam kubur kelak ia akan tetap shalat dan menikmati shalatnya. Maqam (kedudukan atau mar-tabat) demikian itu dikaruniakan Allah kepada semua Nabi dan Rasul-Nya—salawatullah ‘alaihim ajmain. ada kalanya kemuliaan seperti itu dikaruniakan Allah SWT kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya dari ka-langan hamba-hamba-Nya yang saleh. Dalil mengenai shalatnya para Nabi dan Rasul di dalam kuburnya masing-masing adalah sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Ya’la dan Al-BaihaqI di dalam juz (bab) “Ha-yatul-Anbiya”, yaitu hadis yang berasal dari Anas bin Malik yang menuturkan, bahwasanya Rasulullah Shalallahu alaiihi waAlihi wa shohbihi wa salam telah menyatakan: الأنبياء احياء فى قبورهم يصلون (“Al-Anbiya’—para Nabi dan Rasul—semuanya hidup. Mereka shalat di dalam kuburnya masing-masing.”)
Anas bin Malik r.a. juga menuturkan, bahwasanya Rasulullah Shalallahu alaiihi waAlihi wa shohbihi wa salam pernah menyatakan:
اتيت ليلة اسري بى على موسى يصلى في قبره عند الكثيب الاحمر
“Pada malam aku di-isra-kan kudatangi Musa (yang) sedang ber-sembahyang di dalam kuburnya, di Al-Katsibul Ahmar (bukit pasir kemerah-merahan).” (Diketengahkan oleh Muslim dan An-Nasa’I).
Adapun dalil tentang shalatnya orang-orang saleh di dalam kubur mereka masing-masing ialah sebuah hadis yang menuturkan bahwa di dalam kubur seorang beriman berkata kepada malaikat, “Biarkan aku shalat dulu.” Malaikat menyahut, “Baik, shalatlah.” (Hadis mengenai itu telah kami sebutkan di atas).
Abu Nu’aim di dalam Al-Hilyah meriwayatkan sebuah hadis yang disanad-kan kepada Yassar bin Jaisy yang mendengar hadis itu dari ayahnya. Ayah Jaisy dengan bersumpah “demi Allah yang tiada tuhan selain Dia” menuturkan, “Saya bersama Humaid dan seorang lainnva memasukkanjenazah Tsabit Al-Bannanlke dalam liang lahadnya. Ketika kami sedang meratakan pemasangan papan di atasnya, tiba-tiba salah satu dari papan (berukuran lebar) terjatuh dan kulihat ia (Tsabit Al-Bannani) shalat di dalam kuburnya. Saya katakan kepada orang yang bersamaku (meratakan pemasangan papan), “Apakah engkau melihat-nya?” Ia menjawab, “Diamlah.” Setelah pemakaman selesai kami da-tang menemui anak perempuan Tsabit. Kepadanya kami bertanya, “Apa sesungguhnya amal yang dilakukan oleh Tsabit?” Anak perempuan itu balik bertanya, “Apa sih yang kalian lihat?” Kami ceritakan kepadanya apa yang kami saksikan pada saat pemakaman ayahnya. Kemudian ia mengatakan, “Ia (ayahnya) selalu shalat malam (tahajud) selama lima puluh tahun, dan setiap waktu sahar (menjelang Subuh) ia berdoa: Ya .Allah, jika Engkau memberi (kesempatan) kepada seseorang untuk shalat di dalam kuburnya, berilah (kesempatan) itu kepadaku. Ternyata Allah mengabulkan doanya itu.”
Hal yang serupa itu ialah bahwasanya Allah SWT memuliakan seba-gian dari hamba-hamba-Nya yang saleh dengan memberi kesempatan kepada hamba-hamba-Nya yang saleh untuk membaca Alquran di dalam kubur mereka. Mengenai itu Turmudzl mengetengahkan sebuah hadis dari Ibnu ‘Abbas r.a. sebagai berikut, “Beberapa orang sahabat Nabi Shalallahu alaiihi waAlihi wa shohbihi wa salam menggali liang lahad pada suatu pemakaman. Ia tidak men-duga bahwa tanah yang digalinya itu adalah kuburan seseorang. Seca-1 a tiba-tiba ia melihat seorang di dalam liang itu sedang membaca Alquran (surah Tabarak) hingga selesai. Penggali liang itu kemudian datang menghadap Nabi Shalallahu alaiihi waAlihi wa shohbihi wa salam untuk memberitahukan kejadian tersebut kepada beliau Shalallahu alaiihi waAlihi wa shohbihi wa salam beliau memberitahu, bahwa itu (surah Tabarak) adalah mam ah dan munjiyah (pencegah dan penyelamat) yang menyelamat-kan orang itu dari azab kubur (siksa kubur).”
Ibnu Mundih dengan isnad Thalhah bin ‘Ubaidillah mengatakan: (Pada suatu hari) saya hendak mengambil uangku (yang tertinggal) di ghabah (hutan), tetapi keburu malam. Saya singgah di kuburan ‘Abdullah bin Hizam, tiba-tiba saya mendengar dari dalam kuburan itu suara orang membaca Alquran demikian baiknya. Ketika saya datang menghadap Nabi Shalallahu alaiihi waAlihi wa shohbihi wa salam dan kepada beliau saya beritahukan apa yang telah saya saksikan itu, beliau Shalallahu alaiihi waAlihi wa shohbihi wa salam menjawab, “Itulah Abdullah. Apakah engkau tidak tahu bahwa Allah menggenggam arwah mereka (orang-orang saleh) lalu ditempatkan di dalam lampu-lampu gantung (qanadll) yang terbuat dari zabarjad (batu berharga semacam zamrud) dan yaqut, yang digantungkan di tengah surga. Di malam hari ruh-ruh (arwah) mereka dikembalikan kepada mereka pada tempat semula.”
Riwayat demikian itu diketengahkanjuga oleh Ibnu Rajab Al-Hanball.
Sumber : Terj. Syaraf al-Ummah al-Muhammadiyyah
Karya Sayid Muhammad bin Alawi al-Maliki al-Hassan