Umat Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam
Disebut dalam Kitab-kitab Suci Terdahulu
Allah SWT telah berfirman:
محمد رسول الله والذين معه اشداء على الكفار رحماء بينهم تراهم ركعا سجدا يبتغون فضلا من الله ورضوانا سيماهم في وجوههم من اثر السجود ذالك مثلهم في التوراة ومثلهم في الإنجيل كزرع اخرج شطأه….
Muhammad adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengannya (parapengikutnya) keras terhadap orang-orang kafir, namun berkasih sayang sesama mereka. Engkau melihat mereka ruku’dan sujud mendambakan karunia Allah dan keridaan-Nya. Tanda-tanda mereka tampak pada wajah-wajah mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka (yang terdapat) di dalam Taurat, dan perumpamaan mereka di dalam Injil ibarat seperti tanaman yang bertunas, kemudian tunasnya menjadikan tanaman itu kuat…. dst. (QS. Al-Fath: 29).
Ad-Darimi di dalam Musnad-nya, dan Ibnu Asakir dari hadits Ka’ab mengatakan di dalam alinea pertama (kitabnya) menafsirkan: Muhammad Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam adalah hamba pilihan-Ku, tidak bersikap keras dan tidak berhati kasar, tidak berkeliaran di pasar-pasar, bukan orang yang membalas kejahatan dengan kejahatan, melainkan orang yang suka memaafkan dan mengampuni kesalahan orang lain. Beliau lahir di Mak-kah kemudian berhijrah ke Thayyibah (Madinah) dan kekuasaannya di negeri Syam. Pada alinea kedua mengatakan: Umat Muhammad Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam adalah orang-orang yang selalu berpuji syukur kepada Allah SWT di kala senang dan di waktu susah. Mereka berpuji syukur dalam setiap rumah (dalam rumah masing-masing), mengagungkan Allah SWT (menyebut Allahu Akbar) setiap mendapat kehormatan, menjaga waktu di siang hari, menunaikan salat bila telah tiba waktunya meskipun sedang berada di atas sampah (maksudnya, sedang bekerja membersihkan sampah). Mereka menyingsingkan (mengencangkan) sarung dan membasuh serta membersihkan tangan dan kaki. Di waktu malam suara mereka menggema di cakrawala bagaikan suara lebah.
Ada tambahan lagi dalam riwayat lain, menurut Ad-Darimi, Ibnu Sa’ad, dan Ibnu Asakir; yaitu mereka berbaris di waktu salat seperti mereka berbaris dalam menghadapi perang. Gema suara mereka di dalam masjid-masjid seperti suara lebah. Suara mu’azzin mereka terde-ngar berkumandang di antariksa.
Dalam riwayat yang dituturkan oleh Zubair bin Bakkar dan Abi Nu’aim, terdapat tambahan: “Injil-injil” mereka berada di dalam dada, kurban yang mereka siapkan untuk mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah SWT adalah darah mereka sendiri. Di waktu malam mereka adalah “rahib” dan di siang hari mereka adalah singa.
Menurut Abu Nu’aim, dalam hadits yang dituturkan oleh Abu Hu-rairah disebut juga sifat-sifat umat ini (umat Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam) di dalam Taurat seperti berikut. Mereka, baik yang terdahulu maupun yang terakhir adalah umat yang senantiasa mohon (berdoa) kepada Allah SWT dan doa mereka terkabul. “Injil-injil” mereka berada di dada mereka clan mereka membacanya dengan suara terbuka. Mereka makan dari harta ghanimah (Rampasan perang) dan dipandangnya sebagai shadaqah di dalam perut mereka. Bila seorang dari mereka berniat hendak berbuat kebajikan, baginya dicatat telah berbuat satu kebajikan, dan jika niat baiknya itu diamalkan dicatat baginya sepuluh kebajikan. Sebalik-nya, orang yang berniat buruk dan niatnya itu tidak diamalkan, baginya tidak dicatat sebagai keburukan. Namun, jika niat buruknya itu benar-benar diamalkan maka dicatat baginya satu keburukan. Mereka (umat ini) adalah orang-orang yang beroleh ilmu (yakni ilmu tentang agama dan umat-umat) yang terdahulu dan yang terakhir. Mereka me-merangi abad-abad kesesatan dan al-Maslhhud-Dajjal (penyebar kejahatan pada akhir zaman).
Menurut Abu Nu’aim, sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ka’bul-Ahbar, menyebut umat ini sebagai umat terbaik yang dilahirkan untuk umat manusia. Mereka memerintahkan berbuat kebajikan dan melarang kejahatan. Mereka beriman (mengimani) Kitab Suci yang pertama hingga yang terakhir. Apabila menghendaki sesuatu, mereka mengucapkan “insyd Allah akan kulakukan”. Pasir atau debu bagi mereka adalah thahiir (suci dan menyucikan), dan bumi ini bagi mereka adalah masjid. Mereka selalu berwajah bersih bekas wudhu. Mereka umat tersa-yang, lemah lembut dan menerima Kitab Suci. Di antara mereka ada yang zalim terhadap diri sendiri, ada yang muqtashid, dan ada pula yang berpacu mengejar kebajikan. Di antara mereka yang masuk neraka ha-nyayang sama sekali tidak mengenal/berbuat kebajikan, laksana batu yang tidak pernah ada tetumbuhan yang tumbuh di atasnya. Menurut hadits yang diriwayatkan oleh Abdullah bin ‘Uraar r.a. dan Ka’ab serta diketengahkan oleh Abu Nu’aim disebut: Apabila mereka sedang berperang di jalan Allah SWT (membela kebenaran Allah SWT) di depan dan di belakang mereka para malaikat membawa tombak-tombak yang kokoh dan kuat, dan apabila sedang berbaris siap berperang di jalan Allah SWT, Allah SWT mengayomi mereka dengan keteduhan.
Dalam sebuah hadits marfu”yang diriwayatkan oleh Anas diketengahkan oleh Abu Nu’aim didalam Al-Hilyah disebutkan, bahwa surga diharamkan bagi semua manusia sebelum Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam memasukinya dan umatnya yang berpuasa di siang hari, tekun ber-ta’abbud di malam hari. Mereka datang dengan mudah dan dimasukkan ke dalam surga atas dasar syahadat (kesaksian) bahwa tiada tuhan selain Allah.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Wahb bin Munabbah, yang diketengahkan oleh Ibnu Abi Hatim dan Abu Nu’aim, mengenai umat Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam, dikatakan, bahwa Allah SWT menyatakan, mereka diilhami oleh tasbih, tahmid, takbir, dan tauhid di dalam masjid-masjid dan majelis-majelis mereka dan di tempat-tempat mereka di mana saja, baik saat sedang berbaring dan bangun. Mereka adalah auliyd-i (kekasih-Ku) dan para pembela-Ku. Dengan tangan-tangan mereka membalas musuh-musuh-Ku, para penyembah berhala. Mereka salat demi karena Aku, berdiri, duduk, ruku’, dan sujud. Mereka meninggalkan rumah dan kampung halaman serta harta kekayaannya semata-mata karena mendambakan keridaan-Ku. Beribu-ribu mereka berperang di jalan-Ku, berbaris-baris dan berbondong-bondong. Kemudian Allah menegaskan: Mereka Kujadikan umat yang paling utama (afdhal), mereka Kujadikan umat yang adil dan menjadi saksi atas semua manusia. Pada waktu marah mereka mengesakan Allah (menyebut La ildha ilalldh), bila menghadapi maut mereka bertakbir mengagungkan Aku. Bila mereka bertengkar mereka segera bertasbih sambil menyucikan (membersihkan dengan air) wajah, tangan, dan kaki serta mengencang-kan baju (yang dimaksud, siap berulang pikir) untuk bersikap adil, mereka selalu bertahlil (mengucapkan La ilaha ilallah) di dataran tinggi dan di bukit-bukit.
Al-Baihaqi meriwayatkan sebuah hadits yang dituturkan oleh Wahb bin Munabbah, bahwasanya Allah SWT menyatakan: Umatnya (yakni umat Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam) adalah umat yang dikasihani. Kepada mereka Kuberikan beberapa nawafil (ibadah-ibadah sunnah) seperti yang Kuberikan kepada para Nabi, dan kepada mereka pun Kuwajibkan fa-ra’idh (ibadah-ibadah wajib) sebagaimana yang Kuwajibkan kepada para Nabi dan Rasul, hingga saat mereka datang di hadapan-Ku pada Hari Kiamat dan keadaan cahaya mereka seperti cahayanya para Nabi.
Sumber : Terj. Syaraf al-Ummah al-Muhammadiyyah
Karya Sayid Muhammad bin Alawi al-Maliki al-Hassani