Kelompok kedua belas
Kelompok yang sangat rentan teperdaya adalah mereka yang mengetahui hukum-hukum fiqih. Mereka membuat berbagai cara untuk menghilangkan kewajiban-kewajiban dan melakukan penafsiran yang salah terhadap kata-kata yang kurang jelas maknanya. Misalnya, mereka berfatwa bahwa apabila seorang istri membebaskan suaminya dari membayar maskawin terutang, gugurlah kewajiban sang suami. Padahal, suami kadangkala berlaku buruk atau menekan istrinya sehingga sang Istri “terpaksa” mengikhlaskan maskawin terutang. Maka, sang istri pun membebaskan suami dari tuntutan untuk membayarnya, tetapi bukan dengan senang hati. Padahal Allah Swt. berfirman, Kemudian, jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari (maskawin) itu dengan senang hati, terimalah dan nikmatilah pemberian itu dengan senang hati (QS Al-Nisa’ [4]: 4). Yang dimaksud dengan senang hati adalah kerelaan, bukan keterpaksaan.
Contoh lain dan keterpaksaan: jika seseorang meminta uang kepada orang lain di tengah orang banyak, lalu orang yang dimintai uang malu jika tidak memberi, takut dicela orang, lalu ia memberinya uang, maka caranya meminta di sini sama seperti mencambuk orang. Maka, meminta uang dalam konteks yang bisa membuat orang yang dimintai malu atau berlaku riya sama dengan mencambuk hati orang yang dimintai. Orang yang memberi karena takut pada tajamnya lidah atau takut difitnah juga termasuk dalam kondisi terpaksa.
Apabila ada orang menghibahkan hartanya kepada istrinya menjelang akhir tahun perhitungan untuk menggugurkan kewajiban zakat, maka seorang faqih bisa mengatakan, “la tidak lagi berkewajiban mengeluarkan zakat.” Jika ia mengira bisa selamat di Hari Kiamat, sebagaimana orang yang tidak mempunyai harta atau orang yang menjual hartanya karena suatu kebutuhan, betapa bodohnya dia terhadap ilmu fiqih, khususnya tentang rahasia zakat! Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam telah bersabda, “Ada tiga hal yang mencelakakan: kekikiran yang dituruti, …” Kekikiran dikatakan dituruti jika sudah dilakukan. Sebelum dilakukan, ia tidak dituruti. Sungguh sempurna kebinasaannya karena ia menyangka bahwa dengan bersedekah ia sudah tidak perlu lagi menunaikan kewajibannya membayar zakat. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang ada di hatinya.
Seandainya saya tuliskan semua tipu daya para fuqaha di sini, tentu akan dibutuhkan berjilid-jilid buku. Tujuan pemaparan contoh-contoh di atas adalah agar menjadi perhatian.
Sumber : Amal Pemusnah Kebaikan Ringkasan Bab Muhlikat Ihya ‘Ulum al-din karya Habib Umar bin Hafidz