Jangan dikira bahwa orang yang butuh lagi mustahiq (berhak) berani mengambil sesuatu (yang menjadi haknya) itu orang yang tercela, harus diusir dan kurang akal. Bahkan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa aalihi wa shahbihi wasalam menggembirakan hati orang seperti itu dengan penegasannya:
ماالمعطى من سعةٍ بأفضل من الْاخد اذاكان محتاجًا
“Orang yang memberi karena berkecukupan tidak lebih afdhal daripada orang yang (berani) mengambil sesuatu jika ia benar-benar membutuhkan.” (Diriwayatkan oleh Thabrani di dalam Al-Kabir).
Makna hadis tersebut adalah, bahwa orang yang bersedekah dengan harta kekayaannya yang besar dan dengan kenikmatan hidupnya yang banyak, di sisi Allah SWT (dalam pandangan Allah SWT) ia tidak lebih afdhal daripada orang miskin yang menerima sedekah dengan keridaan Allah SWT dan hidup bersandar kepada Tuhannya dan selalu berpuji syukur kepada-Nya. Allah SWT adalah Tuhan mereka berdua. Allah SWT hendak menguji yang kaya dan hendak menguji juga yang miskin, untuk tujuan suatu hikmah.
Allah SWT telah berfirman:
ولو بسط الله الرزق لعباده لبغو في الارض ولكن ينزل بقدر ما يشاء انه بعباده خبير بصير. وهو الذي ينزل الغيث من بعدما قنطوا وينشر رحمته وهو الولي الحميد
Dan kalau Allah melapangkan rezeki bagi hamba-hamba-Nya (semua), tentu mereka akan (berbuat) melampaui batas di muka bumi. Tetapi Allah menurunkan (memberikan) apa yang dikehendaki-Nya dengan ukuran. Sungguhlah Dia Maha Mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi Maha Melihat. Dan Dialah Allah yang menurunkan hujan setelah mereka berputus asa dan menyebarkan rahmat-Nya. Dan Dialah Maha Pelindung lagi Maha Terpuji.” (QS. Asy-Syura: 27-29).
Sumber : Terjemah Syaraf al-Ummah al-Muhammadiyyah Karya Sayid Muhammad bin Alawi al-Maliki al-Hassani