Fadillah membaca Al Qur’an di dalam salat dan lain-lain. Ummul Mukminin ‘A’isyah r.a. menuturkan, bahwa Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam menyatakan:
“Membaca Al Qur’an dalam salat lebih afdhal daripada membaca Al-quran di waktu lain. Dan membaca Al Qur’an di luar waktu salat lebih afdhal daripada bertasbih dan bertakbir. Bertasbih lebih afdhal daripada sedekah nafilah (bukan sedekah bermakna zakat), dan sedekah lebih afdhal daripada puasa nafilah. Dan puasa ada-lahjunnah (perisai).” (Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi di dalam Asy-Sya’ab).
Membaca Al Qur’an pahalanya dilipatgandakan daripada membaca kitab (islami) lainnya. Sebuah hadits Nabi menyatakan:
“Orang yang membaca kitab lain (bukan Al Qur’an) ia beroleh seribu derajat. Jika membaca Al Qur’an ia mendapat dua kali lipatnya, yakni dua ribu derajat.” (Diriwayatkan oleh ThabranI dan Al-Baihaqi).
Abu Dawud meriwayatkan hadits dari ‘Abdullah bin ‘Abbas’ yang menuturkan, bahwa dahulu ‘Umar bin Al-Khaththab r.a. setiap masuk ke dalam rumah ia selalu membuka mushhaf (catatan ayat-ayat Al Qur’an, ketika itu Al Qur’an belum dibukukan seperti yang kita saksikan sekarang) lalu membacanya.”
Imam Ahmad di dalam Az-Zuhd menyebut, bahwa ‘Utsman bin ‘Affan r.a. menyatakan, “Aku tidak suka mengalami siang atau malam di mana saya tidak melihat (membaca) Al Qur’an.”
Konon Ibnu Sa’ad pernah bertanya kepada Nabi’, “Apa sebenarnya yang dilakukan oleh Ibnu ‘Umar di rumahnya?” Nafi’ menjawab, “Hendaklah kalian tidak memberatkannya (mengganggunya). Setiap hendak salat ia berwudhu dan membaca Al Qur’an (mushhaf) di antara dua salat.”
Imam An-Nawawi mengatakan, “Membaca Al Qur’an dengan melihat mushhaf (kitab alquan) lebih afdhal daripada membacanya di luar kepala (hafalan). Sebab, melihat mushhaf saja merupakan ibadah yang diminta. Dengan demikian maka terpadulah dua-duanya, yaitu membaca dan melihat.” Demikian pula yang diktakan oleh Al-Qadhl Husain, Abu Hamid Al-Ghazali dan para jamaah dari kaum Salaf (kaum Muslimin yang hidup sezaman dengan Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam).
Imam An-Nawawi kemudian menjelaskan, “Jika ada yang mengatakan bahwa membaca Al Qur’an harus rinci (ayat demi ayat), maka yang dikatakan orang itu baik. Cara orang membaca Al Qur’anmemang tidak sama antara orang yang satu dan orang yang lainnya. Mana di antara dua cara membaca itu yang dapat membuat lebih khusyuk dan lebih berpikir itulah yang lebih afdhal.” Lebih jauh ia berkata, “Yang jelas adalah bahwa apa yang diucapkan dan diperbuat oleh kaum Salaf sudah tercakup di dalam (pengertian membaca secara) tafshil (ayat demi ayat).”
Al-Baihaqi dengan isnad yang baik menuturkan, bahwa Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam pernah menyatakan:
“Hendaklah kalian selalu melihat mushhaf.”
Sumber : Terjemah Syaraf al-Ummah al-Muhammadiyyah Karya Sayid Muhammad bin Alawi al-Maliki al-Hassani