Contoh lain, seseorang kehausan pada hari Arafah, hari Asyura, atau pada bulan-bulan mulia, tetapi ia tidak mau minum karena takut orang lain akan tahu bahwa ia tidak berpuasa.” Apabila orang-orang mengira dirinya sedang berpuasa, ia tidak akan makan. Atau apabila diajak makan, ia menolak agar dikira sedang berpuasa. Kadang-kadang ia memang tidak secara tegas mengatakan bahwa ia sedang berpuasa, tetapi mengatakan, “Saya sedang berhalangan (untuk makan).” justru ucapan seperti ini mengandung dua keburukan sekaligus: ia menampakkan diri sedang berpuasa sekaligus menampakkan diri berlaku ikhlas, seolah-olah tidak mau menyebutkan diri sedang berpuasa agar tidak jatuh pada perilaku riya. Kemudian seandainya ia terpaksa harus minum, ia akan menyatakan diri mempunyai uzur atau sedang mengalami sakit tertentu sehingga tidak boleh berpuasa atau bahwa ia makan dalam rangka menyenangkan hati orang yang menyediakan makan. Kemudian ia pun tidak menyebutkan uzurnya itu secara langsung setelah minum agar tidak diketahui bahwa alibinya itu merupakan bentuk riya. Namun, ia bersabar sejenak, kemudian menceritakan uzurnya secara implisit. “Ada seseorang sangat menyayangi saudaranya seiman. Dia sangat senang jika makanannya dimakan oleh orang lain. Hari ini dia memintaku untuk memakan makanannya dan aku tidak punya alasan untuk tidak menyenangkan hatinya.” Atau ia mengatakan, “lbuku sungguh lemah hatinya. la sangat menyayangiku. la mengira aku akan sakit jika berpuasa sehari saja. Karena itu, aku pun tidak berpuasa” Semua ucapan itu dan ucapan-ucapan lain sejenisnya merupakan penyakit riya. Tidak ada mulut yang mudah mengucapkan hal seperti itu, kecuali jika akar riya sudah menancap kuat di hatinya.
Adapun orang yang ikhlas tidak akan peduli dengan pandangan orang lain kepadanya. Apabila memang tidak ingin berpuasa—dan Allah mengetahui hal itu—maka ia tidak ingin orang lain menyangka lain, yang tidak sesuai dengan apa yang diketahui Allah. Dan apabila ingin berpuasa karena Allah, maka ia sudah merasa puas Allah mengetahui puasanya dan tidak merasa perlu mengikutsertakan orang lain selain-Nya. Kadang-kadang dalam kondisi demikian, terlintas di benaknya bahwa menampakkan puasa bisa menggerakkan orang lain untuk mengikutinya berpuasa. Namun, di situ terdapat tipu daya setan. Mengenai tipu daya dan syarat-syaratnya akan dijelaskan kemudian.
Itulah tingkatan-tingkatan riya dan urutan golongan para pelaku riya. Semuanya mendapatkan murka dan amarah Allah. Riya termasuk perkara yang sangat membahayakan. Salah satu yang membuatnya sangat berbahaya ialah ia lebih samar daripada gerakan semut hitam, sebagaimana disebutkan hadits Nabi. Para alim ulama banyak terpeleset olehnya, apalagi para ahli ibadah dan orang-orang awam yang tidak mengerti penyakit-penyakit jiwa dan hati. Wallahu a’lam.
Sumber : Amal Pemusnah Kebaikan Ringkasan Bab Muhlikat Ihya ‘Ulum al-din karya Habib Umar bin Hafidz