TERIAKAN SETAN ‘AQABAH
Setelah semua anggota rombongan dari Madinah itu membaiat Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam, tiba-tiba dari puncak bukit ‘Aqabah terdengar suara teriakan menggema di udara, tertuju kepada kaum musyrikin Quraisy: “Hai ahlul-jabajib (orang-orang yang menghuni pemukiman di Mina), tahukah kalian bahwa orang yang tercela itu (yakni Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam) telah bersepakat dengan mereka yang telah berpindah kepercayaan (yakni kaum Anshar) hendak memerangi kalian?”
Ketika mendengar suara itu Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam memberitahu semua yang hadir, bahwa yang berteriak itu ialah setan ‘Aqabah yang bernama “Azb”. Beliau kemudian menyuruh mereka bubar meninggalkan tempat, pulang ke penginapannya masing-masing. Sebelum meninggalkan tempat Al-Abbas bin ‘Ubadah bin Nadhilah berkata kepada Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam: “Demi Allah yang telah mengutus Anda membawa kebenaran, bila Anda menghendaki, semua penduduk Mina akan kami tumpas habis dengan pedang kami ini!” Beliau menjawab: “Kami tidak diperintah untuk itu. Pulanglah ke perkemahan kalian!”
Keesokan harinya sekelompok orang Quraisy datang ke tempat kami menginap. Kepada kami, mereka berkata: “Kami mendengar bahwa kalian telah bertemu dengan Muhammad secara diam-diam tanpa sepengetahuan kami, dan menyatakan janji seria kepadanya untuk melancarkan peperangan melawan kami. Ketahuilah, tidak ada yang lebih kami benci daripada terjadinya peperangan antara kami dan kalian!” Beberapa orang dalam rombongan kami yang belum memeluk Islam menjawab sambil bersumpah, bahwa yang dikatakan orang-orang Quraisy itu sama sekali tidak benar, mereka tidak mengetahui adanya persoalan seperti itu.
Kaum musyrikin Quraisy itu kemudian menanyakan persoalan tersebut kepada ‘Abdullah bin Ubaiy bin Salul. Ia menjawab: “Sungguh, itu soal besar! Tidak mungkin kaumku berbuat membelakangi diriku seperti itu! Aku tidak melihat terjadinya persoalan itu!”. Akan tetapi kaum musyrikin Quraisy belum puas mendengar jawaban tersebut. Mereka terus mengadakan penyelidikan untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya. Sementara itu rombongan kaum Anshar sudah mulai berangkat pulang ke Madinah. Beberapa saat kemudian kaum musyrikin Quraisy mengetahui bahwa soal yang mereka khawatirkan memang benar terjadi. Mereka lalu segera bergerak mengejar dan mencari-cari orang Anshar yang mungkin masih dapat ditangkap sebelum meninggalkan Makkah. Mereka berhasil mengejar Sa’ad bin ‘Ubadah dan Al-Mundzi bin ‘Amr di sebuah tempat bernama Adzakhit. Dua orang dari Bani Sa’idah itu naqib yang ditetapkan oleh Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam di ‘Aqabah. Al-Mundzir dapat meloloskan diri, sedangkan Sa’ad bin ‘Ubadah tertangkap. Kedua tangannya ditekuk ke belakang lehernya kemudian diikat dengan tali kekang untanya. Ia dibawa ke Makkah, dipukuli dan rambutnya yang lebat dijambak serta diseret-seret.
Dalam menceritakan pengalamannya itu Sa’ad berkata: “Ketika masih berada di tangan mereka, aku melihat beberapa orang Quraisy datang menghampiriku, di antara mereka terdapat seorang lelaki berkulit putih dan berwajah rupawan. Aku berkata di dalam hati: Kalau di antara mereka itu ada seorang yang baik hati, dia tentu orang yang rupawan itu. Akan tetapi setelah ia dekat denganku tiba-tiba ia menampar mukaku dengan sekuat tenaganya. Saat itu aku berpikir, kalau begitu tidak ada lagi seorang pun di antara mereka yang baik hati! Pada saat yang gawat itu tiba-tiba seorang dari mereka mendekat lalu berkata: “Malang sekali engkau itu! Apakah engkau tidak mempunyai seorang teman pun dari Quraisy yang pernah berjanji akan menolongmu dari bahaya?” Aku menjawab: “Ya, dulu aku pernah menjamin keselamatan seorang pedagang bernama Jubair bin Muth’im bin ‘Aidy dan ia kulindungi dari orang-orang yang hendak berbuat jahat terhadap dirinya di Madinah. Demikian juga Al-Harirs bin Harb bin Umayyah.”
Orang itu berkata lagi: “Engkau memang celaka! Teriaklah memanggil-manggil nama dua orang itu dan sebutkan apa yang pernah terjadi di antara dirimu dan mereka berdua!” Aku lalu berbuat sebagaimana yang disarankan olehnya. Setelah mendengar teriakanku ia pergi mencari dua orang yang kusebut namanya. Ia dapat menemui mereka berdua di dalam Ka’bah. Kepada dua orang itu ia memberitahu: “Di pinggir padang pasir sana ada seorang Khazraj sedang dipukuli dan dianiaya, ia berteriak-teriak menyebut nama kalian dan menyebut pula apa yang pernah terjadi antara dia dan kalian!”
“Siapa nama orang Khazraj itu?” tanya mereka berdua.
“Sa’ad bin ‘Ubadah!” jawabku.
“Demi Allah, ia tidak bohong. Dia pernah menyelamatkan dagangan kami dan melindungi kami dari orang-orang yang hendak berbuat jahat terhadap kami!”
Sa’ad mengakhiri ceritanya dengan mengatakan: “Dua orang itu datang kepadaku lalu melepaskan diriku dari cengkeraman orang-orang Quraisy yang menyiksaku. Orang yang menampar keras-keras mukaku ternyata adalah Suhail bin ‘Amr, seorang dari Bani ‘Amir bin Luaiy…”. Menurut Ibnu Hisyam, orang yang menolong Sa’ad bin ‘Ubadah ialah Abul-Bakhtari bin Hisyam.
Sumber : “Sejarah Kehidupan Muhammad” dan “Fikih Sirah” Karya Al Habib Muhammad bin Husain Al Hamid dan Asy Syeikh Muhammad Said Ramadhan Al Buthi