PELAJARAN DAN RENUNGAN DARI SEJARAH HIJRAH Bagian ke-3
Dari kisah sejarah diutusnya Mush’ab bin Umair dan Ibn Ummi Maktum ke Madinah juga terdapat pelajaran yang sangat penting, diantaranya adalah: Pentingnya berdakwah ke pelosok. Sebagaimana pentingnya mengutus para pendakwah ke pelosok untuk mengajak penduduknya ke jalan Allah. Perlu diperhatikan bahwa memanfaatkan segala peluang yang terbuka dalam berdakwah adalah hal yang sangat penting dalam berdakwah. Ketika seluruh pintu tertutup bagi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shohbihi wa sallam dalam mengajak manusia ke jalan Allah dan kemudian tiba-tiba suatu pintu terbuka, maka peluang itu tidak disia-siakan oleh beliau, bahkan beliau berikan segala perhatiannya untuk memanfaatkan peluang tersebut.
Pelajaran penting lainnya adalah, ketika berdakwah ke pelosok, diperlukan waktu yang panjang dan bukan hanya sesaat. Sebagaimana Mush’ab dan ibn ummi maktum tinggal di Madinah selama 1 tahun penuh. Pelajaran penting lainnya adalah, pentingnya memprogram dakwah secara rapi sehingga mencapai target-target yang dituju dan diharapkan. Sebagaimana Mush’ab dan Ibn Ummi Maktum memprogramkan bagi kaum musyrikin suatu target agar mereka beriman kepada Allah, dan memprogramkan bagi yang telah beriman suatu target yang lain yaitu mengajarkan mereka Al Qur’an dan hukum-hukum agama. Pelajaran penting lainnya adalah, pentingnya kelembutan dalam berdakwah. Pelajaran penting lainnya adalah, islam tidak memaksakan keimanan kepada non muslim. Tugas dai adalah menjelaskan kepada umat tentang iman dan islam, mengajarkan dan memberikan nasehat dan himbauan. Apabila dakwah dan seruannya diindahkan maka itulah puncak harapan. Dan apabila seruannya tidak diindahkan maka hendaknya mencari peluang lain untuk berseru dan tidak memaksakan kehendaknya. Pelajaran penting lainnya adalah, hendaknya seorang dai ketika berdakwah ia membaur dengan masyarakat dan bukan menunggu didatangi.
Diantara pelajaran penting lainnya adalah; Selama tinggal di Mekkah, para sahabat diserang, disiksa, dicaci, dan dihina oleh orang-orang musyrik. Ketika Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam mengizinkan mereka hijrah meninggalkan Mekkah, cobaan itu pun berubah. Tantangan berikutnya yang mereka hadapi adalah kesediaan meninggalkan kampung halaman, harta, rumah, dan berbagai barang berharga lainnya. Menghadapi dua cobaan itu, para sahabat Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam tetap ikhlas menjalankan agama yang mereka anut. Mereka menghadapi semua cobaan dan penderitaan itu dengan kesabaran dan keteguhan hati yang luar biasa kokoh. Termasuk ketika Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam memerintahkan mereka untuk hijrah ke Madinah, mereka langsung memenuhi perintah itu dengan meninggalkan tanah tumpah darah dan seluruh harta benda yang mereka miliki. Mereka memang tidak dapat membawa sebagian besar harta benda yang mereka miliki karena sebagaimana telah diketahui, sebagian besar Muhajirin hijrah secara sembunyi-sembunyi. Perjalanan yang dilakukan secara diam-diam tentu tidak mungkin dilakukan sambil membawa terlalu banyak barang. Oleh sebab itu, mereka merelakan hampir semua harta benda ditinggal begitu saja di Mekkah. Rupanya, mereka lebih memilih untuk segera ke Madinah. Sebuah persaudaraan hakiki tengah menunggu untuk membantu mereka.
lnilah sebaik-sebaik permisalan bagi setiap muslim yang ikhlas menjalani agamanya. la tidak memedulikan tanah air, harta, atau barang berharga demi menyelamatkan agama yang dipeluknya. Demikian kisah para sahabat Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam yang berada di Mekkah. Sementara itu, para sahabat Anshar yang tinggal di Madinah begitu antusias menyambut saudara-saudara mereka dari kalangan Muhajirin. Dengan senang hati para sahabat Anshar menyambut kedatangan Muhajirin. Mereka diajak tinggal bersama. Lebih dari itu, para sahabat Anshar tidak segan membantu apa pun untuk memenuhi kebutuhan para Muhajirin. Orang-orang Anshar inilah yang telah menunjukkan sebuah contoh terbaik tentang arti ukhuwah Islamiyah dan kecintaan di dalam keridhaan Allah Subhanahu wa ta’ala.
Anda tentu sudah mengetahui bahwa Allah Subhanahu wa ta’ala. telah menjadikan persaudaraan seagama lebih kuat daripada persaudaraan senasab. Oleh sebab itu, pada masa awal Islam, hukum pewarisan pernah ditetapkan berdasarkan hubungan keberagamaan dan persaudaraan seagama. Hukum waris berdasarkan hubungan nasab baru ditetapkan setelah Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam menetap di Madinah, yaitu ketika muslim telah memiliki Dar al-Islam (negeri Islam) yang kuat. Allah Subhanahu wa ta’ala. Berfirman:
Dan perintah hijrah ini, setidaknya kita dapat memetik poin penting berikut: Kewajiban semua umat Islam untuk saling tolong-menolong satu sama lain walaupun mereka berasal dari tanah air yang berbeda jika memang pertolongan dapat diberikan. Pada ulama dan imam telah sepakat bahwa jika umat Islam mampu membantu sesama saudara mereka yang lemah, ditawan, atau dizalimi, kapan pun dan di mana pun berada, tetapi ternyata mereka tidak melakukan hal itu, mereka semua harus menanggung dosa yang besar.
Abu Bakar ibn Arabi menyatakan, jika di antara umat Islam ada orang-orang yang ditawan atau tertindas, mereka harus dilindungi, wajib ditolong, dan kita sama sekali tidak boleh mengabaikan semua itu sampai mereka semua dapat diselamatkan jika memang kita mampu melakukan itu. Dengan demikian, kita gunakan semua harta yang kita untuk menolong mereka sampai tak tersisa sekeping dinar pun.” Tidak diragukan lagi, penerapan aturan yang telah diajarkan Allah ini merupakan landasan bagi tercapainya kejayaan Islam di setiap masa. Sikap meremehkan yang dilakukan umat Islam terhadap ajaran Allah ini merupakan biang keladi dari segala kelemahan, perpecahan, dan dominasi musuh atas mereka, seperti yang kita lihat belakangan ini.
Sumber : “Sejarah Kehidupan Muhammad” dan “Fikih Sirah” Karya Al Habib Muhammad bin Husain Al Hamid dan Asy Syeikh Muhammad Said Ramadhan Al Buthi