PELAJARAN DAN RENUNGAN DARI SEJARAH HIJRAH Bagian ke-2
Pelajaran penting lainnya adalah, tidaklah diragukan, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shohbihi wa sallam adalah orang yang menerima tanggung jawab untuk berdakwah ke jalan Allah Subhanahu wa ta’ala. Beliau diutus oleh-Nya kepada seluruh umat manusia. Oleh karena itu, beliau wajib menyampaikan seruan Tuhannya. Apa sebenarnya hubungan muslim dengan tanggung jawab dakwah ini? Jawaban atas pertanyaan ini bisa Anda temukan dalam peristiwa ketika Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam mengutus Mush’ab ibn Umair Radhiyallahu ‘anhu bersama kedua belas orang tokoh yang baru masuk Islam untuk pergi ke Madinah, mengajak penduduk kota itu memeluk Islam, sekaligus mengajarkan Al-Qur’an, beserta hukum dan tata cara melaksanakan shalat. Kala itu, Mush’ab ibn Umair berangkat memenuhi perintah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shohbihi wa sallam dengan riang gembira. Mush’ab pergi untuk menyeru penduduk Madinah masuk Islam, membacakan Al-Qur’an, dan menyampaikan hukum Allah Subhanahu wa ta’ala. Di tengah misinya itu, sescorang datang menemui Mush’ab dengan membawa sebilah belati. Orang tersebut berniat membunuhnya. Akan tetapi, berhubung Mush’ab langsung membacakan beberapa ayat Al-Qur’an yang mengingatkan hukum Allah Subhanahu wa ta’ala, belati tersebut jatuh dari tangan orang itu. Selanjutnya, ia pun duduk dan ikut belajar Al-Qur’an bersama beberapa penduduk Madinah yang lain. Demikianlah Islam terus tersebar di Madinah sehingga nyaris tidak ada topik pembicaraan lain yang ramai diperbincangkan selain agama Islam.
Siapakah gerangan Mush’ab ibn Umair Radhiyallahu ‘anhu itu? Dia seorang pemuda paling kaya di Kota Mekkah. Masa remaja ia lewati di tengah gelimang harta benda keluarganya. Akan tetapi, setelah masuk Islam, semua kekayaan itu ditinggalkan begitu saja oleh Mush’ab. la memilih untuk menempuh jalan dakwah bersama Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam meskipun harus menderita. Akhimya, Mush’ab menjadi salah seorang yang syahid dalam Perang Uhud. Pada saat itu, kain yang tersedia untuk mengafani jenazah Mush’ab hanya ada satu helai, ukurannya pun terlalu pendek. Jika ditarik agar menutupi bagian kepala, bagian kakinya akan terlihat. Sebaliknya, jika ditarik agar menutupi bagian kaki, bagian kepalanya akan terlihat. Masalah itu pun segera diadukan kepada Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam Melihat hal itu, Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam langsung menangis, mengingat Mush’ab semula adalah seorang hartawan. Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam bersabda, “Letakkanlah kain untuk menutupi bagian kepalanya. Adapun bagian kakinya, tutuplah dengan rumput idzkhir,” (HR Muslim).
Jadi, tugas dakwah sama sekali bukan hanya menjadi tanggung jawab para rasul, juga bukan hanya menjadi tugas para khalifah, atau alim-ulama yang menjadi pewaris para nabi. Dakwah Islam merupakan bagian tak terpisahkan dari agama Islam itu sendiri. Oleh sebab itu, tidak ada alasan bagi setiap muslim untuk tidak ikut berdakwah, apa pun pekerjaan dan kedudukannya di tengah masyarakat. Apalagi, hakikat dakwah adalah mengajak kepada yang baik dan mencegah dari yang mungkar yang sekaligus menghimpun makna jihad. Sebagaimana diketahui, jihad termasuk salah satu kewajiban dalam ajaran Islam yang harus dilaksanakan setiap muslim.
Dari sini, kita dapat mengetahui bahwa sebenarnya di dalam masyarakat Islam tidak dikenal istilah tokoh agama untuk menyebut segelintir muslim. Hal ini disebabkan setiap orang yang sudah memeluk Islam sebenarnya sudah berbaiat kepada Allah Subhanahu wa ta’ala dan Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam untuk siap berjihad demi kejayaan agama ini, baik laki-laki maupun perempuan, baik ilmuwan maupun awam, tanpa memandang kondisidan spesialisasi orang yang bersangkutan. Semua muslim adalah tokoh bagi agama yang mereka peluk. Allah telah membeli dari setiap muslim nyawa dan harta mereka dengan surga sebagai ganjarannya, untuk berjuang di jalan-Nya dan memperjuangkan penegakan syaria-Nya. Sebagaimana diketahui, maksud dakwah di atas bukan dalam konteks penelitian dalil, kemampuan untuk berijtihad, atau kewajiban untuk mengajarkan hukum-hukum agama dan memecahkan persoalan umat dengan menggunakan nash syariat yang memang hanya dapat dilakukan oleh para ulama.
Dari sejarah di atas digambarkan bagaimana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shohbihi wa sallam berdakwah dan berkeliling dari pemukiman ke satu pemukiman yang lain, kita dapat memetik beberapa pelajaran penting berikut: tugas seseorang dalam berdakwah adalah mengajak, adapun hidayah di tangan Allah. Tugas dakwah yang dilakukan seseorang adalah hanya suatu bentuk penghambaannya kepada Allah dan kewajiban yang ia tunaikan kepada Allah sebagaimana allah wajibkan kepadanya. Sehingga ketika tugas tersebut telah ia jalankan dengan benar dan sempurna maka ia telah menunaikan kewajibannya kepada Allah. Adapun hidayah bukanlah tugas dan tanggung jawabnya. Adapun gangguan yang diterimanya dalam berdakwah tidaklah menjadi penghalang dalam menunaikan kewajiban dan penghambaannya kepada Allah.
Pelajaran penting lainnya adalah, hendaknya seorang dai tidak menghiraukan cacian dan gangguan pencaci dan pengganggu dalam menunaikan kewajiban berdakwah dijalan Allah. Kisah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shohbihi wa sallam dan Abu Lahab di atas cukup sebagai contoh penting. Sebagaimana dialog antara Nabi Musa AS dan Fir’aun tatkala Nabi Musa AS tidak menghiraukan cemoohan dan ejekan Fir’aun adalah pelajaran dari Allah untuk sekalian hamba-Nya ketika berdakwah dan mengajak ke jalan Allah. Demikian halnya dari kisah utusan kaum nashrani yang datang memeluk Islam, kita dapat memetik banyak pelajaran diantaranya adalah: selama seseorang telah menganut suatu prinsip yang benar, maka hendaknya jangan ia pedulikan bantahan orang-orang yang tidak seprinsip. Bahkan gangguan yang datang dari mereka dapat diselesaikan dengan sangat mudah yaitu dengan cara tidak meladeni mereka. Dan hal ini yang akan membuat kobaran api mereka dengan sangat cepat menjadi padam. Dan prilaku semacam ini dalam menghadapi cacian dan godaan penggoda sangat dipuji dan dianjurkan oleh Allah.
Pelajaran penting lainnya adalah, bagaimana besar Allah mengharapkan keislaman kaum nashrani dan yahudi. Bagaimana besarnya kasih sayang Allah bagi mereka yang mau memeluk agama islam. Sehingga pahala dua kali lipat Allah berikan kepada mereka. Pelajaran penting lainnya adalah, objek dakwah kita tidaklah sebatas orang-orang yang sealiran dengan kita, namun yang berbeda aliran, bahkan orang yang berbeda agamapun merupakan objek dakwah kita. Lihat bagaimana baginda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shohbihi wa sallam menyambut dan menghormati mereka, dan berdialog tanpa memaksa kehendak dan ajaran kepada mereka.
Pelajaran penting lainnya adalah, dalam berdakwah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shohbihi wa sallam mengambil jalan berdialog ketika pintu bagi jalan tersebut terbuka lebar. Dan sangatlah jelas bahwa berdialog bukanlah hanya dari satu pihak. Namun dari kedua belah pihak. Di sana ada pihak yang berbicara sementara pihak lain mendengarkan dan sebaliknya. Asy Syeikh Muhammad Said Al Buthi menyebutkan tentang metode berdakwah dalam bentuk hiwaar atau dialog.
Sumber : “Sejarah Kehidupan Muhammad” dan “Fikih Sirah” Karya Al Habib Muhammad bin Husain Al Hamid dan Asy Syeikh Muhammad Said Ramadhan Al Buthi