KAUM YAHUDI DI MADINAH Bagian Ke-2
Di antara kaum Yahudi Madinah tidak ada yang memeluk Islam selain dua orang, yaitu Hushain dari Bani Qainuqa’, yang kemudian oleh Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam diberi nama baru” ‘Abdullah bin Salam”. Yang lainnya lagi ialah Mukhairiq dari Bani Tsa’labah, ia termasuk orang Yahudi yang terbaik dan terkemuka di kalangan kaumnya. Apakah dua orang Yahudi yang memeluk Islam itu luput dari ancaman dan cercaan kaumnya?. ‘Abdullah bin Salam (Hushain) menceritakan sendiri bagaimana penghinaan dan cercaan yang dilancarkan oleh kaumnya terhadap dirinya. Ia mengatakan: Ketika bibiku mendengar aku bertakbir menyambut gembira kedatangan Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam di Madinah, ia berkata: “Celaka benar engkau hai Hushain! Seandainya engkau mendengar kedatangan Musa putera Imran tentu tidak akan segembira itu!” Lebih jauh Hushain berkata: “Keislamanku kurahasiakan dari orang-orang Yahudi, kemudian aku datang kepada Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam, Lalu kukatakan kepada beliau: ‘Ya Rasulullah, kaum Yahudi memang orang-orang yang biasa berdusta. Untuk mengetahui bagaimana perlakuan mereka terhadap diriku, sembunyikan diriku di rumah salah satu keluarga Anda, kemudian tanyakanlah kepada mereka mengenai soal diriku!’ Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam menyembunyikan diriku di rumah keluarganya, dan beberapa lama kemudian datanglah sejumlah orang Yahudi kepada beliau mencari-cari di mana aku berada. Kepada mereka beliau bertanya bagaimana keadaanku menurut pandangan mereka. Mereka menjawab: “Hushain pemimpin kami dan orang yang berilmu di kalangan kami!”
Mendengar jawaban mereka seperti itu aku segera keluar menemui mereka dan kepada mereka kukatakan: Hai saudara-saudara, hendaklah kalian takut dan patuh kepada Allah, terimalah agama yang dibawakan Muhammad kepada kalian! Kalian sendiri telah mengetahui, beliau adalah utusan Allah sebagaimana termaktub dalam Kitab Suci kalian, Taurat, baik namanya maupun sifat-sifatnya. Aku bersaksi bahwa beliau adalah Rasul (utusan) Allah, aku mempercayai dan aku beriman kepadanya!
Mereka menyerang diriku sambil berkata: “Engkau bohong! Itu tidak benar!”. Seketika itu juga kukatakan kepada Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam: “Ya Rasulullah, tidaklah apa yang kukatakan kepada Anda itu benar?” Sungguh, mereka itu memang orang-orang yang pandai menipu dan berdusta!”
Demikian kata Hushain dalam menuturkan pengalamannya sendiri. Nasib yang dialami Mukhairiq tidak lebih baik daripada yang dialami Hushain. Ia pun menjadi sasaran kebencian kaumnya, tetapi mereka tidak dapat berbuat aniaya terhadap dirinya karena ia seorang hartawan dan mempunyai kedudukan terpandang. Mukhairiq turut serta dalam perang Uhud bersama Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam Sebelum itu ia telah mengajak kaumnya supaya mengikuti jejaknya dalam membela Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam Ia berkata: “Hai saudara-saudara, kalian wajib membela Muhammad!” Akan tetapi mereka tidak menghiraukan ajakan itu dengan alasan dibuat-buat: “Tidak! Hari ini hari Sabtu!” Sambil menjawab: “Hari Sabtu tidak berlaku lagi bagi kalian!” Mukhairiq mengambil pedangnya lalu terjun dalam peperangan bersama kaum Muslimin. Sebelum mulai bertempur ia berpesan: “Kalau aku tewas dalam peperangan, semua harta milikku kuserahkan kepada Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam untuk dipergunakan apa saja yang dipandangnya baik” Dalam peperangan itu (Uhud) Mukhairiq gugur sebagai pahlawan syahid, kemudian semua harta peninggalannya, seperti kebun, tanah ladang dan lain sebagainya dimanfaatkan oleh Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam guna kepentingan Islam dan kaum Muslimin.
Dua orang Yahudi yang memeluk Islam tersebut (Hushain dan Mukhairiq) adalah contoh terbaik bagi orang-orang Yahudi lainnya, yang atas karunia Allah terbuka hatinya dan mau menerima kebenaran agama Islam. Dua orang Muslim Yahudi itu tidak goyah menghadapi kebencian orang-orang lain se-bangsanya. ‘Abdullah bin Ubay bin Salul – gembong kaum munafik – setelah mengetahui beberapa orang dari kaumnya memeluk Islam, ia sendiri buru-buru memeluk Islam sebagai kedok. Kemunafikan sikapnya banyak menimbulkan kesukaran bagi Islam dan kaum Muslimin hingga nyaris dibunuh. Anak lelakinya yang bernama sama dengan nama ayahnya, ‘Abdullah, benar-benar telah memeluk Islam dan membuktikan kejujuran serta kesetiannya kepada Islam dan kaum Muslimin. Ia pernah berkata kepada Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam, jika sekiranya beliau hendak memerintahkan pembunuhan terhadap ayahnya, sebaiknya dialah yang diperintah melakukannya agar keluarga dan kaum kerabat ayahnya tidak dapat menuntut balas selain kepadanya sendiri. Akan tetapi Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam tidak menyetujui pembunuhan yang hendak dilakukan oleh kaum Muslimin terhadap ‘Abdullah bin Ubay bin Salul kendati pun ia berkomplot dengan kaum Yahudi dan kaum musyrikin dalam kegiatan membendung dan mengkhianati agama Islam.
‘Abdullah bin Ubay bin Salul memimpin sekelompok kaum munafik dari kalangan Aus dan Khazraj, yaitu mereka yang hanya berpura-pura memeluk Islam seperti dirinya. Diantara kaum munafik dari kabilah Aus yang terkenal ialah: Jilas bin Suwaid dan saudaranya yang bernama Al-Harits. Ketiganya ialah Nabtal bin Al-Harits, seorang munafik yang namanya pernah disebut oleh Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam dalam pembicaraan beliau dengan para sahabatnya. Beliau berkata: “Siapa yang ingin melihat setan lihatlah Nabtal bin Al-Harits”. Sebelum Nabtal terbuka kedoknya ia sering datang menghadiri pertemuan antara Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam dan para sahabatnya. Kemudian setelah mendengarkan apa yang beliau bicarakan dalam pertemuan itu ia menyampaikan semua yang didengarnya kepada orang-orang Yahudi dan gerombolannya.
Kaum munafik di Madinah pada masa itu pada hakikatnya adalah antek-antek kaum Yahudi. Namun, dengan petunjuk Allah dan Rasul-Nya serta berkat kebulatan iman kaum Muslimin, maksud jahat komplotan kaum munafik itu tidak berhasil merusak persatuan kaum Muslimin. Kejahatan kaum Yahudi terhadap Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam, tidak terbatas pada kegiatan para pendetanya yang menghasut dan mendorong kaum munafik menyebarkan kebencian dan semangat permusuhan terhadap beliau saja. Mereka menempuh berbagai cara untuk mencapai maksud jahatnya. Beberapa orang dari mereka berpura-pura memeluk Islam, seperti yang dilakukan oleh Zaid bin Laits dari Bani Qainuqa’. Ketika unta Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam tersesat dan beliau belum mengetahui di mana unta itu berada, orang Yahudi itu kepada setiap Muslim yang dijumpainya: “Muhammad mengaku dirinya selalu menerima berita dari langit, tetapi ternyata ia tidak tahu di mana untanya berada!” Ketika mendengar apa yang dihembus-hembuskan orang Yahudi itu Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam berkata kepada para sahabatnya: “Sungguhlah bahwa aku tidak mengetahui kecuali yang telah diberitahukan Allah kepadaku. Allah telah memberi petunjuk kepadaku di mana unta itu sekarang berada. Ia sekarang berada di lembah yang sempit itu. Ia tidak dapat kembali karena tali kekangnya tersangkut pada sebatang pohon”. Beberapa orang Muslim lalu pergi ke tempat yang beliau tunjuk, kemudian terbukti mereka menemukan unta tersebut di tempat itu, tepat sebagaimana yang beliau katakan.
Ketika di Madinah Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam mulai melaksanakan perubahan kiblat dari arah Syam (Baitul-Maqdis) ke arah Ka’bah di Makkah, tiga orang Yahudi datang menemui beliau, masing-masing bernama Rifa’ah bin Qais, Qardam bin ‘Amr dan Ka’ab bin Asyraf. Kepada beliau, mereka berkata: “Hai Muhammad, mengapa Anda mengubah kiblat yang sudah berlaku selama ini, padahal Anda mengaku tetap berpegang pada tradisi Ibrahim dan agamanya?! Kembali sajalah ke kiblat semula dan kami pasti akan mengikuti Anda!” Dengan berkata demikian mereka tidak mempunyai tujuan lain kecuali hendak berusaha mengacaukan ketentuan yang telah ditetapkan syariat Islam. Kemudian Allah Subhanahu wa ta’ala menurunkan wahyu-Nya sebagaimana termaktub di dalam Al-Qur’an Surah Al-Baqarah ayat 142:
“Orang-orang dungu hendak bertanya: Apa sebenarnya yang memalingkan (mengubah) mereka (kaum Muslimin) dari kiblat mereka semula?Jawablah (hai Muhammad): Timur dan barat adalah milik Allah. Allah memberi petunjuk ke jalan lurus kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya. “
Apakah orang-orang Yahudi berhasil menggoyahkan pikiran kaum Muslimin mengenai perubahan kiblat itu? Tidak, usaha mereka sia-sia belaka! Setelah usaha mengacaukan pikiran kaum Muslimin mengenai perubahan kiblat itu gagal, kaum Yahudi menempuh jalan lain dalam melancarkan permusuhannya terhadap Islam dan kaum Muslimin. Segerombolan Yahudi bersepakat untuk berpura-pura memeluk Islam di siang hari dan kembali menentang Islam di malam harinya. Komplotan Yahudi itu diprakarsai oleh ‘Abdullah bin Shaff, ‘Ura bin Zaid dan Al-Harits bin ‘Auf, tetapi maksud jahat mereka cepat terbongkar dengan turunnya firman Allah:
وقالت طائفة من اهل الكتب امنوا با الذي انزل على الذين امنوا وجه النهار واكفروا اخره لعلكم يرجعون {العمران:72
“Sekelompok orang ahlul kitab (Yahudi) berkata (yang satu kepada yang lain): Pura-puralah kalian beriman (mempercayai) apa yang telah diturunkan kepada orang-orang yang telah beriman (para sahabat Nabi) dipermulaan siang dan ingkarilah kembali di akhirnya (malam hari), agar mereka (kaum Muslimin) kembali lagi kepada kekufuran semula!”(QS. Ali ‘Imran: 27)
Selain itu mereka juga giat berusaha mengadu domba orang-orang Aus dan orang-orang Khazraj (kaum Anshar) dengan harapan akan dapat mengembalikan mereka kepada fanatisme kejahiliyahan yang telah ditinggalkan. Usaha jahat tersebut direncanakan oleh seorang Yahudi tua bangka yang sangat membenci kaum Muslimin, bernama Sya’s bin Qais. Pada suatu hari ia berjalan melewati sejumlah orang Aus dan Khazraj yang sedang asyik berbincang-bincang di sebuah tempat. Orang Yahudi itu merasa jengkel melihat kerukunan kaum Muslimin dan keserasian mereka dalam pergaulan di bawah naungan Islam, padahal di masa Jahiliyah mereka itu saling bermusuhan dan berbaku hantam. Ia lalu pergi mencari seorang pemuda Yahudi, kepadanya ia berkata: “Pergilah ke sana dan duduklah bersama mereka. Sebutlah di depan mereka peristiwa perang Bu’ats dan peperangan-peperangan lain sebelumnya. Dendangkanlah beberapa bait syair mengenai peperangan itu, yang dahulu sering mereka dendangkan dengan bangga!”Pemuda Yahudi itu melaksanakan apa yang diperintahkan kepadanya, dan ternyata ia berhasil membangkitkan kembali rasa permusuhan antara Aus dan Khazraj yang telah dipadamkan oleh agama Islam. Mendengar syair-syair kebanggaan tradisi lama dikumandangkan, terjadilah keributan antara orang-orang Aus dan Khazraj, satu sama lain mengungkit, saling menuduh dan bertengkar membangga-banggakan pihaknya sendiri. Pada akhirnya dua orang dari Aus dan Khazraj bangkit dari tempat duduknya saling menentang: “Kalau kalian mau bolehlah kita ulang kembali peristiwa masa lalu!” Mendengar tantangan itu, pihak yang lain menjawab: “Baiklah, kami akan menghadapi kalian nanti di tengah hari. Senjata lawan senjata!”.Suasana kemelut yang nyaris mengobarkan peperangan antara sesama kaum Muslimin itu cepat didengar oleh Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam Beliau segera pergi ke tempat mereka bersama beberapa orang sahabat Nabi dari kaum Muhajirin. Kepada mereka beliau mengingatkan: “Hai kaum Muslimin, apakah kalian hendak kembali kepada kebiasaan Jahiliyah setelah Allah melimpahkan hidayat kepada kalian dan aku masih berada di tengah kalian? Setelah dengan Islam Allah memuliakan mertabat kalian serta menjauhkan kalian dari kebiasaan buruk Jahiliyah dan setelah dengan Islam pula Allah mempersatukan hati kalian, apakah sekarang kalian hendak menghidupkan kembali adat kebiasaan buruk Jahiliyah?”
Peringatan Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam tersebut amat berkesan di dalam hati orang Aus dan Khazraj. Mereka sadar akan nafsu setan yang mencekam perasaan mereka hingga nyaris terjerumus ke dalam perangkap musuh. Akhirnya mereka berangkul-rangkulan sambil menangis. Gagallah rencana jahat kaum Yahudi dan sejak itu kaum Muslimin makin meningkatkan kewaspadaan menghadapi komplotan mereka. Setelah berulang-ulang mengalami kegagalan mulailah kaum Yahudi melancarkan permusuhan terang-terangan. Mereka mengira kaum Muslimin akan terpaksa bersikap damai menghadapi serangan mereka mengingat kedudukannya yang masih lemah.
Sumber : “Sejarah Kehidupan Muhammad” dan “Fikih Sirah” Karya Al Habib Muhammad bin Husain Al Hamid dan Asy Syeikh Muhammad Said Ramadhan Al Buthi