PERJALANAN HIJRAH KE MADINAH
Menurut sumber-sumber riwayat yang dapat dipercaya kebenarannya, malam itu adalah tanggal 2 bulan Rabi’ul-awal, bertepatan dengan tanggal 20 Juli tahun 622 M. Yakni 13 tahun sesudah bi’tsah (pengangkatan beliau oleh Allah Subhanahu wa ta’ala sebagai Nabi dan Rasul). Di tengah malam gelap gulita Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam meninggalkan rumah pergi menuju rumah Abubakar Ash-Shidiq Radhiyallahu ‘anhu hendak bersama-sama berangkat menuju ke guaTsaur untuk bersembunyi beberapa waktu menghindari kejaran kaum musyrikin Quraisy.
Sebelum berangkat Abubakar Radhiyallahu ‘anhu telah menyiapkan dua ekor unta, yang terbaik diantaranya ia serahkan kepada Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam sebagai tunggangannya. Akan tetapi beliau menolak karena unta itu bukan miliknya sendiri. Abu bakar Radhiyallahu ‘anhu menyahut: “Ya Rasulullah, unta itu kuberikan kepada Anda, naikilah!” Beliau menjawab: “Tidak, aku harus membayar harganya lebih dulu sebesar harga yang engkau bayarkan ketika membelinya!” Akhirnya Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam membayar harga unta yang hendak ditungganginya itu kepada AbubakarRadhiyallahu ‘anhu. Kedua ekor unta tersebut di titipkan oleh Abubakar Radhiyallahu ‘anhu kepada Abdullah bin Uraiqith untuk diurus dan kemudian membawanya ke gua Tsaur tiga hari setelah mereka keluar dari Makkah dan dari gua Tsaur menuju ke madinah bersamanya sebagai penunjuk jalan.
Ibnu Ishaq memberitakan apa yang disaksikan oleh Asma binti Abu Bakar setelah ayahnya berangkat hijrah menemani Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam, sebagai berikut: “Setelah Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam berangkat bersama ayahku, sekelompok musyrikin Quraisy datang ke rumahku. Di antara mereka terdapat Abu Jahl bin Hisyam. Mereka menanyakan di mana ayahku. Kujawab: Aku tak tahu, demi Allah, aku tidak tahu kemana dia pergi. Abu Jahl marah lalu menampar pipiku demikian keras hingga subang (sejenis anting-anting)-ku terlepas.
Di tengah kegelapan malam Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam bersama Abubakar r.a berangkat menuju ke guaTsaur. Setibanya di tempat itu Abubakar Radhiyallahu ‘anhu masuk lebih dulu ke dalam gua untuk memeriksa apakah di dalamnya terdapat binatang buas, ular, atau tidak. Setelah melihat di dalamnya tidak terdapat sesuatu yang membahayakan ia mempersilakan Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam masuk. Beliau bersama sahabatnya itu (Abu bakar r.a) tinggal di dalam gua selama tiga hati tiga malam. Sebelum berangkat, Abubakar memerintahkan anaknya, ‘Abdullah, memantau apa yang dikatakan oleh orang-orang Quraisy dan menyampaikan beritanya kepada mereka berdua tiap malam di gua, dan Asma diminta supaya datang tiap sore mengantarkan makanan dan minuman. Sedangkan ‘Amir bin Fuhairah diperintah menggembala kambing di siang hari dan membawanya ke gua di malam hari untuk diperah susunya. Esok harinya sebelum fajar menyingsing ‘Abdullah dan Asma pulang ke Makkah diikuti dari belakang oleh ‘Amir bin Fuhairah menggiring kambing untuk menghilangkan jejak dua orang anak Abubakar r.a itu. Tidak lama kemudian beberapa orang musyrikin Quraisy yang berusaha mengejar Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam tiba di guaTsaur. Mereka mencari-cari dan memeriksa lubang pintu gua, tetapi tidak menemukan tanda-tanda yang menunjukkan kemungkinan adanya seseorang masuk ke dalamnya. Pintu gua penuh dengan sarang laba-laba yang semuanya dalam keadaan utuh, tidak satu pun yang rusak karena sentuhan. Terdapat pula dua ekor burung sedang mengerami telur di dalam sarangnya. Mereka yakin, tak mungkin ada orang yang masuk ke dalam gua yang gelap itu, Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam dan Abubakar r.a mendengar suara gaduh kaum musyrikin Quraisy yang sedang mencari-cari jejak. Dengan cemas dan dengan suara lirih Abubakar r.a berkata kepada Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam: “Ya Rasulullah, celakalah kita kalau mereka melihat ke bawah, mereka tentu akan mengetahui kita berada di dalam gua ini.” Beliau berbisik menjawab: “Janganlah engkau cemas, Allah bersama kita!” Peristiwa itu diabadikan dalam firman Allah:
الا تنصروه فقد نصر الله اذ اخرجه الذين كفروا ثاني اثنين اذ هما فى الغار اذ يقول لصاحبه لا تحزن ان الله معنا {التوبة:40
‘Jika kalian tidak mau menolongnya (Muhammad) maka sesungguhnya Allah telah menolongnya ketika orang-orang kafir (musyrikin Quraisy) memaksanya keluar (dari Makkah), (yaitu) ketika ia berdua (bersama Abubakar) di dalam gua berkata kepada sahabatnya; Janganlah engkau cemas, Allah bersama kita. ” (QS. Al-Ahzab: 40)
Setelah tiga hari bersembunyi di dalam gua Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam dan Abu bakar siap melanjutkan perjalanan ke Madinah. Abdullah bin Uraiqith, seorang yang dibayar sebagai penunjuk jalan, datang kembali ke gua membawa dua ekor unta yang hendak dikendarai Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam dan Abubakar dalam perjalanan ke Madinah melalui jalan yang tidak bisa dilalui orang-orang Makkah. Asma binti Abubakar telah menyiapkan bekal makanan dan minuman bagi Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam dan ayahnya, tetapi setibanya di gua ia lupa tidak membawa tali untuk menggantungkan tempat perbekalan itu pada punggung unta. Ia melepas kain pengikat pinggangnya kemudian disobek menjadi dua, yang satu dijadikan tali pengikat dan yang satunya lagi dipakai kembali sebagai sabuk. Karena peristiwa itulah ia diberi nama panggilan “Dzatun-Nithaqain” yang berarti “Wanita Bersabuk Dua”.
Setelah kaum musyrikin Quraisy mengetahui bahwa Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam telah pergi meninggalkan Makkah mereka mengumumkan sayembara: Barang-siapa yang dapat menangkap dan menggembalikan Muhammad ke Makkah ia akan menerima hadiah berupa 100 ekor unta.Keesokan harinya di saat kaum musyrikin Quraisy yang sedang berkumpul di sebuah tempat – di antaranya Suraqah bin Ju’syum – datanglah seorang memberitakan bahwa ia baru saja melihat dari kejauhan beberapa musafir di padang pasir seakan-akan Muhammad dan sahabatnya. Suraqah menjawab: “Ah, mereka itu keluarga Fulan” Ia berkata demikian dengan maksud mengalihkan perhatian orang lain supaya tidak mengejar mereka. Ia sendiri yang hendak mengejar Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam dengan harapan akan menerima hadiah 100 ekor unta. Beberapa saat lamanya ia tetap di tempat pertemuan, kemudian pergi mengambil kudanya berangkat mengejar Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam yang sedang dalam perjalanan. Belum sampai mendekati beliau, kudanya terantuk sebuah batu dan ia jatuh tersungkur. Ia bangun lalu naik lagi ke atas kuda mengejar Rasul Allah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam hingga sampai di dekat beliau. Beliau tidak menoleh ke belakang dan tetap membaca ayat-ayat Al-Qur’an hingga suaranya didengar Suraqah, hanya Abubakar yang berulang-ulang menoleh ke belakang. Sekonyong-konyong dua kaki depan kuda Suraqah terjerumus ke dalam sebuah liang hingga sampai ke lutut. Suraqah terpelanting kemudian bangun hendak menolong kudanya. Ketika kuda itu menarik dua kakinya dari dalam liang, tiba-tiba dari liang itu debu menyembur ke atas laksana asap berkepul. Suraqah terkejut dan sangat ketakutan. Ia mengerti bahwa kenyataan itu menandakan dirinya tidak akan dapat menyentuh Rasul Allah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam. Saking takutnya ia berteriak: “Hai… tunggu. Aku Suraqah. Kalian tidak usah khawatir, aku tidak akan berbuat jahat.” Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam dan rombongannya berhenti hingga Suraqah dapat mendekati beliau. Suraqah minta dimaafkan dan minta dimohonkan ampunan baginya kepada Allah. Setelah itu ia menawarkan bekal yang dibawanya kepada Rasul Allah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam dan Abu Bakar, tetapi kedua-duanya menjawab: “Kami tidak membutuhkan bekal, kami hanya minta supaya engkau tidak memberitakan kejadian ini kepada orang lain”. Suraqah meyanggupi apa yang diminta Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam. Sebelum kembali ke Makkah, Suraqah minta kepada Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam, supaya menulis surat kepadanya sebagai bukti bahwa ia telah bertemu dengan beliau. Atas perintah beliau, Abubakar Radhiyallahu ‘anhu menulis surat yang diminta Suraqah itu pada kepingan tulang, lalu diberikan kepadanya. Suraqah segera pulang ke Makkah. Apa yang baru saja dialaminya ketika mengejar beliau tidak memberitahukan kepada siapa pun juga.
Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam beserta rombongan tiba di Quba dan disambut baik oleh penduduk setempat. Beliau singgah di rumah Kaltsum bin Hadm dan tinggal di sana selama beberapa hari, menunggu kedatangan ‘Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu dari Makkah seusai menunaikan tugas pengembalian barang-barang amanat yang dititipkan kepada Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam oleh sejumlah orang sebelum beliau meninggalkan kota tersebut. Di Quba Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam membangun sebuah masjid yang dalam sejarah Islam terkenal dengan nama “Masjid Quba”, masjid yang dinyatakan Allah Subhanahu wa ta’ala di dalam firman-Nya:
لمسجد اسس على التقوى من اول يوم احق ان تقوم فيه فيه رجال يحبون ان يتطهروا والله يحب المتطهرين {التوبة:108
“Sesungguhnya masjid yang didirikan atas dasar takwa (masjid Quba) sejak hari pertama adalah lebih patut bagimu (hai Muhammad) bersembahyang di dalamnya. Di dalamnya terdapat orang-orang yang ingin membersihkan diri… “dan seterusnya ... (QS. At-Taubah: 109)
Setelah beberapa hari tinggal di Quba Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam melanjutkan perjalanan ke Madinah dan tiba di kota tersebut pada tanggal 12 Rabi’ul-Awwal. Demikian kata Al-Mas’udiy. Sebagaimana para ahli sejarah berbeda pendapat dalam tanggal ketibaan Rasulullah Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam di Quba dan di Madinah. Kedatangan beliau di Madinah disambut hangat oleh kaum Anshar. Masing-masing berusaha memegang tali kekang unta beliau, hendak membawanya singgah di rumahnya. Kepada mereka, Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam berkata: “Biarkan untaku ini, ia sudah mendapat perintah!” Unta beliau masih terus berjalan melalui lorong-lorong hingga sampai di sebuah lapangan tempat penjemuran kurma milik dua orang anak yatim dari Bani An-Najjar, di depan rumah Abu Ayyub Al-Anshariy. Saat itu beliau berkata: “Di sinilah aku hendak membangun masjid, insya Allah”. Abu Ayyub keluar dari rumah menjemput lalu mengajak beliau singgah di rumahnya.
Kaum wanita Bani An-Najjar tidak ketinggalan menyambut meriah kedatangan Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam Mereka mengelu-elukan beliau dengan mendendangkan syair-syair pujian. Kepada beberapa orang dari mereka beliau bertanya: “Apakah kalian mencintai diriku?” Mereka menjawab: “Benar, ya Rasulullah!” Menanggapi jawaban mereka beliau berkata lagi “Allah mengetahui bahwa hatiku mencintai kalian!”
Sumber : “Sejarah Kehidupan Muhammad” dan “Fikih Sirah” Karya Al Habib Muhammad bin Husain Al Hamid dan Asy Syeikh Muhammad Said Ramadhan Al Buthi