Penyebab iri bisa dikelompokkan menjadi tujuh:
Sebab pertama, permusuhan dan kebencian, jika seseorang tidak bisa melampiaskan kemarahan dan/atau dendamnya kepada musuhnya, ia berharap orang lain yang akan membalasnya. Barangkali harapan itu dikarenakan ia merasa mempunyai kedudukan yang mulia di sisi Allah dan tidak senang jika musuhnya mendaparkan suatu nikmat.
Sebab kedua, perasaan lebih tinggi, yaitu perasaan tidak nyaman apabila ada orang yang menyombongkan diri terhadapnya.
Sebab ketiga, kesombongan. Apabila orang lain mendapatkan suatu nikmat, orang yang sombong khawatir tidak bisa lagi menyombongkan diri kepada orang tersebut. Kesombongan dan perasaan lebih tinggi adalah penyebab iri hati sebagian besar orang-orang kafir terhadap Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam. Orang-orang kafir mengatakan, “Mengapa Al-Quran ini tidak diturunkan kepada orang besar (kaya dan berpengaruh) dari salah satu dari dua negeri ini (Makkah dan Taif)?” (QS. Al-Zukhruf [43]: 31). Mereka juga mempertanyakan, “Orang-orang semacam inikah di antara kita yang diberi anugerah oleh Allah?” (QS Al-An’am [6]: 53).
Sebab keempat, perasaan heran dan kaget. Orang-orang kafir mengatakan. “Kamu ini hanyalah manusia seperti kami” (QS. Yasin [36]: 15). “Apakah (pantas) kita percaya kepada dua orang manusia seperti kita?” (QS. Al-Mu’minun [23]: 47). “Sungguh, jika kamu menaati manusia seperti kamu, niscaya kamu rugi” (QS. Al-Mu’minun [23]: 34). Mereka kaget ada seorang manusia seperti mereka mendapat anugerah menjadi utusan Tuhan. Mereka pun iri kepadanya, seraya mengatakan, “Mengapa Allah mengutus seorang manusia menjadi rasul” (QS. Al-lsra’ [17]: 94). Allah pun balik bertanya, “Dan herankah kamu bahwa ada peringatan yang datang dari Tuhanmu melalui seorang laki-laki dari kalanganmu sendiri?” (QS. AI-A’raf [7]: 63].
Sebab kelima, takut kehilangan sesuatu yang diinginkan. Sebab ini hanya terjadi di antara orang-orang yang bersaing merebutkan suatu tujuan yang sama. Karena inilah sesama istri dan seorang lelaki, sesama murid dari seorang guru, para pembantu dan orang-orang kepercayaan seorang raja, dan para mubalig saling iri satu sama lain. Sesama saudara pun berebut hati kedua orang tua mereka karena ini.
Sebab keenam, cinta kedudukan dan kepemimpinan. Misalnya, seseorang ingin menjadi seorang seniman yang tak tertandingi. Maka, apabila ia mendengar ada orang lain yang lebih hebat daripada dirinya, ia tidak senang dan berharap hilangnya nikmat dan pesaingnya itu. Sebab, ia khawatir tuiuannya menjadi pemimpin dalam bidangnya gagal. Para ulama Yahudi mengingkari kenabian Muhammad Shalallah alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam, juga karena mereka takut kepemimpinan mereka digantikan oleh beliau.
Sebab ketujuh, jiwa yang kotor dan kikir. Engkau bisa menemukan orang yang apabila disebut di depannya bahwa sekelompok orang mengalami kesusahan atau kegagalan, ia justru senang. Orang seperti ini biasanya senang apabila orang lain berada di belakangnya dan ia pun berlaku kikir terhadap orang lain. Tidak ada hal apa pun yang menjadi penyebabnya, kecuali memang jiwanya kotor dan tabiatnya hina. Cara menyembuhkannya sangat sulit.
Iri hati banyak terjadi di antara suatu kaum yang memiliki banyak penyebab iri. Apabila suatu kaum dikumpulkan oleh banyak ikatan dan tujuan bersama, sifat ini perlahan-lahan masuk di antara mereka. Karena itulah, iri banyak terjadi di antara suatu masyarakat yang homogen. Barang siapa sangat tamak terhadap kedudukan, ia akan merasa iri kepada setiap orang di dunia, walaupun terhadap orang yang berada jauh darinya, jika mereka memiliki hal yang sama dengannya. Pangkal dari semua iri tersebut adalah cinta dunia, sesuatu yang membuat sesak orang-orang yang bersaing merebutkannya.
Adapun perkara akhirat tidak ada yang membuat sesak. Contohnya adalah kenikmatan ilmu. Maka, tidak diragukan lagi bahwa orang yang ingin meraih makrifat tentang Allah dan sifat-sifat-Nya, para malaikat-Nya, para nabi-Nya, serta kerajaan-Nya yang di langit dan di bumi, tidak ada yang merasa iri kepada sesamanya. Sebab, ilmu makrifat tidak membuat sesak dada orang yang menguasainya; kenikmatan seseorang yang menguasai ilmu makrifat tidak mengurangi kenikmatan yang dirasakan orang yang lain; justru semakin banyak orang yang menguasainya, semakin bertambah tenteram hati dan bertambah pula manfaat yang dirasakan oleh mereka. Oleh sebab itu., tidak ada iri hati di antara para ulama karena tujuan mereka adalah menggapai makrifat Allah, suatu samudra yang sangat luas. Tujuan mereka adalah meraih kedudukan di sisi Allah, sementara di sisi Allah tidak ada kesempitan sama sekali. Namun, apabila tujuan para ulama dengan ilmu mereka adalah harta dan kedudukan, niscaya mereka akan saling merasa iri. Sebab, harta adalah benda kasatmata. Apabila benda itu jatuh ke tangan seseorang, tangan orang lain menjadi kosong. Sebaliknya. apabila hati seseorang dipenuhi rasa senang dengan makrifat kepada Allah, hal itu tidak menghalangi hati orang lain untuk dipenuhi dengan makrifat yang sama.
Siapa yang membiasakan diri merenungkan keagungan dan kebesaran Allah serta kerajaan-Nya yang ada di langit dan di bumi, hal itu menjadi nikmat yang lebih lezat baginya daripada semua kenikmatan. Kenikmatan itu tidak akan terhalang dan direbut oleh siapa pun. Karenanya, di hatinya tidak akan ada perasaan iri kepada siapa pun. Sesungguhnya kenikmatan dan surga orang-orang arif (yang memperoleh ilmu makrifat) adalah makrifatnya kepada Allah yang merupakan sifat zat-Nya, ia tidak akan musnah dan terus berbuah.
Ruh dan hati orang arif senantiasa menyantap buah-buahan yang tak pernah habis dan tak terlarang untuk dipetik bahkan mudah sekali untuk memetiknya. dan seandainya ditakdirkan ada banyak orang arif, mereka tidak akan saling merasa iri. Keadaan mereka seperti yang difirmankan Tuhan semesta alam, Dan Kami lenyapkan segala rasa dendam yang ada di hati mereka, mereka merasa bersaudara dan duduk berhadap-hadapan di atas dipan-dipan (QS. Al-Hijr [15]: 47). Kenikmatan ilmu makrifat hanya bisa didapatkan oleh orang-orang yang tidak pernah dilalaikan dari mengingat Allah oleh perdagangan dan jual beli. Hanya mereka yang rindu pada makrifat kepada Allah. Sebab, kerinduan hanya terjadi setelah merasakan (dzauq). Siapa yang belum merasakan, ia belum mengenali. Siapa yang belum mengenali, ia belum merindui. Siapa yang belum merindui, ia belum mencari. Siapa yang belum mencari, ia belum mendapatkan. Dan siapa yang belum mendapatkan, ia bersama mereka yang terhalang. Dan siapa yang berpaling dari pengajaran Allah Yang Maha Pengasih (Al-Qur’an). Kami biarkan setan (menyesatkannya) dan menjadi teman karibnya (QS. Al-Zukhruf [43]: 36).
Sumber: Amal Pemusnah Kebaikan Ringkasan Bab Mukhlikat Ihya ‘Ulum al-Din karya Al Habib Umar bin Hafidz