Riya ada yang tampak jelas (jali) dan ada yang terselubung atau samar (khafi). Riya yang tampak jelas mendorong seseorang untuk beramal, sedangkan yang lebih samar membuat seseorang lebih bersemangat dalam beramal. Contohnya, seseorang yang biasa mengerjakan shalat tahajud, akan lebih bersemangat melakukannya ketika ada tamu.
Riya yang lebih samar lagi ialah riya yang tidak berpengaruh pada amal, tidak membuat amal menjadi lebih mudah maupun lebih ringan. Namun, riya tersebut ada di relung hati, hanya bisa dilihat dengan tanda-tanda. Tanda yang paling jelas ialah pelaku riya senang jika amal ibadahnya dilihat orang. Awalnya, sifat riya ini tersembunyi di relung hati. Lalu ketika ada orang yang melihat amal ibadahnya, sifat riya ini pun muncul dan menimbulkan perasaan senang dan gembira. Apabila sifat riya tersebut tidak segera dilawan dengan perasaan benci terhadapnya, ia akan menjadi sumber energi bagi akar riya yang samar tersebut Apabila sifat riya ini sudah membesar. ia akan memaksa seseorang untuk melakukan hal-hal yang bisa dilihat orang lain sebagai amal ibadah, baik yang berupa isyarat ucapan, tubuh yang tampak layu, suara pelan, bibir yang kering, air liur yang mengering, maupun bekas tangisan.
Riya yang lebih samar lagi ialah seseorang yang tidak menginginkan amal ibadahnya dilihat orang, ia pun tidak merasa gembira bila amal ibadahnya dilihat mereka, namun ketika ia melihat mereka, ia senang jika mereka mengucapkan salam terlebih dulu, tersenyum, bersikap hormat bergegas dalam memenuhi keinginannya, dan memberinya tempat terhormat Hatinya pun tidak senang apabila ada di antara mereka yang tidak berbuat seperti itu. Sekiranya ia tidak pernah beramal, niscaya ia tidak memedulikan perilaku mereka terhadapnya. Maka, dalam kaitannya dengan manusia, apabila adanya amal ibadah berbeda dengan tidak adanya, maka pelaku amal ibadah tersebut tidak merasa puas amal ibadahnya sudah dilihat Allah. Itu artinya di hatinya masih ada setitik riya yang lebih samar daripada gerakan semut hitam.
Diriwayatkan bahwa Ali karramallahu wajhah pernah berkata, “Sesungguhnya pada hari kiamat nanti Allah akan berkata kepada para ulama, ‘Bukankah harga-harga sudah dimurahkan bagi kalian? Bukankah kalian sudah didahului dalam mengucapkan salam? Bukankah kebutuhan-kebutuhan kalian sudah dipenuhi?”‘
Jadi, orang-orang yang ikhlas senantiasa takut pada riya. Sebab, mereka tahu bahwa pada hari kiamat nanti Allah hanya menerima amal orang-orang yang ikhlas dan mereka sangat membutuhkannya. Sesungguhnya riya tidak terbatas bentuknya. Apabila seseorang mendapati ibadahnya berbeda antara saat dilihat manusia dan saat dilihat hewan, berarti ada unsur riya di sana.
Mungkin engkau mengatakan, “Kami tidak pernah melihat seorang pun tidak gembira kala amal ibadahnya diketahui orang.”
Menurut kami, kegembiraan kala amal ibadah dilihat orang bisa dibagi menjadi dua, kegembiraan yang terpuji dan yang tercela. Kegembiraan yang terpuji ada empat
Pertama, seseorang berniat menyembunyikan amalnya. Ketika kemudian ada yang melihatnya, ia menyadari bahwa Allah telah memperlihatkan hal baik dari perilakunya. Dari situ ia lalu menyimpulkan bahwa Allah telah berbuat baik dan lembut kepadanya (yaitu dengan menampakkan amal baik dan menutupi amal buruk). Dengan demikian, kegembiraannya dikarenakan perlakuan baik Allah kepadanya, bukan karena pujian manusia maupun karena ia mendapat tempat di hati mereka.
Kedua, perlakuan baik itu dianggapnya akan terjadi pula di akhirat Karenanya, ia pun bergembira. Sebab, Rasulullah saw telah bersabda, “Allah tidak menutupi dosa hamba di dunia, kecuali Dia pun menutupinya kala di akhirat.”9
Ketiga, ia mengira bahwa orang-orang yang melihat amal ibadahnya berkeinginan untuk meniru amal ibadahnya. Dengan demikian, ia pun mendapatkan pahala orang-orang yang mencontohnya.
Keempat, ia bergembira karena mereka menyukai orang-orang yang taat beribadah dan karena hati mereka cenderung berlaku taat. Kegembiraan seperti ini hanya dimiliki hamba yang sudah baik imannya. Adapun tanda-tanda keikhlasan hamba seperti ini ialah kegembiraannya ketika ia dipuji orang sama seperti kegembiraannya kala mereka memuji orang lain.
Adapun kegembiraan yang tercela adalah kegembiraan yang kelima, yaitu apabila kegembiraan seseorang dikarenakan ia mendapat tempat di hati manusia. Kegembiraan seperti ini tercela. Wallahua’lam.
Sumber : Amal Pemusnah Kebaikan Ringkasan Bab Muhlikat Ihya ‘Ulum al-din karya Habib Umar bin Hafidz