Ketahuilah bahwa meskipun ketaatan atau amal kebajikan itu dapat menyampaikan seorang kepada Allah swt dan dapat mendekatkannya ke hadirat Ilahi Yang Maha Suci, tetapi ada kalanya sebagian orang yang melakukannya, apalagi orang-orang yang lalai, mereka suka memasukkan dosa-dosa besar ke dalam ketaatannya atau amal kebajikan nya.
Diantara hal itu adalah riya’. ujub dan sombong atas amal kebajikannya, dan membanggakannya kepada Allah serta melupakan karunia-Nya dan petunjuk-Nya. Yang kesemuanya menyebabkan si pelaku ketaatan atau amal kebajikan tidak mendapatkan pahala sedikitpun bahkan ada kemungkinan ia mendapat siksa karenanya.
Seorang mukmin yang bersungguh-sungguh ingin mendapatkan jalan keselamatan, maka ia selalu merasa bahwa dirinya berbuat dosa. karena itu ia senantiasa memohon ampun kepada Allah swt setiap kali.
Dari keterangan tadi dapat dipahami pentingnya memohon ampun atau beristighfar setelah berbuat amal-amal kebajikan. Hahkan lebih dari itu, ada sebagian ahli makrifat, ketika mereka merasa nyaman dalam mengerjakan berbagai amal-amal kebajikan atau ketika mereka sedang mengandalkannya, maka mereka segera bertaubat dan memohon ampun kepada Allah swt.
Pengalaman-pengalaman semacam itu. khususnya ketika mereka merasa nyaman ketika menerima berbagai karunia Allah swt, maka segera mereka bertaubat dan memohon ampun kepada Allah swt. Karena itu, menurut para ahli makrifat yang tidak mengenal alam semesta lagi, berpaling dari Allah swt sesaat merupakan dosa yang cukup besar bagi mereka.
Karena itu, mereka segera kembali kepada Allah swt untuk memohon ampun dan bertaubat kepadanya, misalnya mereka mengharap sesuatu dengan amal-amal kebajikannya ataupun mereka merasa takut dengannya. Karena itu, ada pepatah yang mengatakan bahwa amal-amal kebajikan para abror merupakan amal-amal buruk para muqarabbin. Andaikata tidak karena lenyapnya tarekat dan pudarnya cahaya kebenaran, pasti kami akan mendapati hal-hal yang mengagumkan yang dapat dipikirkan oleh orang-orang yang berpikir.
Asy-Syeikh Syihabuddin as-Sahruwardi berkata: “Tingkatan-ttngkatan yang diraih oleh seorang sufi ada beberapa kekurangan yang tidak dapat diketahui oleh yang mengalaminya, kecuali setelah ia menaiki tingkatan yang lebih tinggi. Pada tingkatan yang lebih tinggi itu ia dapat melihat berbagai kekurangannya dengan jelas, sehingga ia harus kembali kepada tingkatan sebelumnya untuk memperbaiki segala kekurangannya dengan bertaubat dan memohon ampun kepada Allah swt. Inilah arti ucapan mereka meski harus ditambah dengan penjelasan dan kupasan.’
Sebagian ulama menafsirkan sabda Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam yang artinya: “Ada hal-hal yang meliputi hatiku sampai aku memohon ampunan kepada Allah swt sebanyak 70 kali dalam sehari.’
Dengan ungkapan asy-Syeikh as-Sahruwardi di atas, padahal masalahnya tidak pantas bagi kedudukan Nabi yang demikian mulianya dengan ungkapan asy-Syeikh as-Sahruwardi. Tentang hadits ini aku mempunyai penafsiran tertentu yang aku tidak akan membicarakannya kecuali dengan para ahlinya secara langsung.
Sumber: Inilah Jawabku Karya Al Allamah AlHabib Abdullah bin Alawi AlHaddad