Kenikmatan dan keindahan di sisi Allah swt yang di rasa oleh para wali Allah swt pernah disebutkan oleh asy-Syeikh Ibnul Farid di dalam bait-bait puisinya sebagai berikut: ‘Itulah malam-malam yang pernah aku lewati dalam usiaku bersama para kekasihku, aku rasa semuanya sebagai malam pengantin. Mataku tak pernah berkedip sedikitpun dari memandang mereka dan hatiku tidak pernah merasa sesejuk ketika bersama mereka. Wahai surga, engkau ditinggalkan oleh nafsu karena terpaksa, andai kata aku sudah tidak untuk mendapatkanmu kembali pasti aku mati karena putus asa.”
Penyusun bait-bait diatas asy-Syeikh as-Suddi dan kaum ‘arifin lainnya banyak menyebutkan bait-bait puisi yang kami sebutkan diatas.
Tingkatan seperti ini merupakan tingkatan yang diberikan oleh Allah swt kepada wali-wali-Nya yang mau berusaha untuk meraihnya. Tingkatan ini merupakan tingkatan yang kekal. Dari tingkatan ini si ‘arifbillah akan kembali kepada masyarakatnya dan mengajak mereka untuk menuju kepada Allah swt dan bertatakrama seperti tatakrama mereka, sebagai sebuah refleksi untuk memberikan relevansi antara mereka dan dirinya, sehingga mereka dapat menerima dirinya.
Konsep tersebut membutuhkan keterangan yang luas yang mengandung banyak pengertian, teliti dan rahasia-rahasia yang misteri yang tidak boleh disebarluaskan di segala buku agar tidak jatuh ke tangan orang yang bukan ahlinya, agar ia tidak mengaku bahwa dirinya telah mencapai tingkatan tersebut, sehingga ia menjadi sesat. Kemudian syeikh berkata: “Sampai jiwa mereka bersih dari segala kotoran, sehingga nilainya tidak dapat diukur dengan harta. Alam semesta tunduk kepada mereka, sedikitpun tidak akan membantah kehendak mereka itulah Sang Raja tidak diragukan lagi, yang tidak dapat digoyahkan dan tidak pula diturunkan.”
asy-Syeikh Abubakar menjelaskan bahwa mereka fana setelah menyaksikan alam musyahadah, yaitu setelah menyaksikan hadirat Ilahi, itulah hasil pembersihan nafsu mereka dari segala noda dan keburukan.
Sebagai penjelasannya, meskipun seorang wali telah berusaha sekuat tenaga untuk membersihkan segala noda dan keburukan hatinya, tetapi noda tersebut akan tetap ada, pada suatu saat hatinya akan condong kepada dunia, sehingga noda-noda tersebut akan kembali. Maka untuk tetap menjaga kebersihan hatinya seorang wali diperlukan fana yang melupakan segala yang berkaitan dengan alam semesta. Karena itu, seseorang tidak pantas menjadi syeikh tarekat, kecuali setelah ia mencapai tingkatan fana dan baqa’.
Kemurnian di sini adalah emas murni dan emas yang benar-benar asli. Di dalam dirinya sudah tidak tersisa kotoran sedikitpun. Setelah batin para ‘arifbillah telah suci dari segala noda dan keburukan, sehingga pengertian mereka, ilmu mereka dan tatakrama mereka tidak bisa dinilai dengan harta, karena harta tidak mempunyai nilai sedikitpun di sisi Allah swt.
Ketika nafsu, kemauan dan harapan mereka sudah lenyap, dan mereka tidak mempunyai keinginan apapun selain ridha Allah swt dan kedekatan dengan-Nya, maka di saat itulah seluruh alam semesta diizinkan oleh Allah swt tunduk kepadanya, karena mereka tunduk kepada Allah swt.
Sumber: Inilah Jawabku Karya Al Allamah AlHabib Abdullah bin Alawi AlHaddad