Selanjutnya, ku akui dengan sesungguhnya, bahwa aku tidak banyak mengerti tentang hakekat wali-wali Allah swt dan kerinduan mereka kepada Allah swt dan tentang budi pekerti mereka yang mulia.
Dan kuakui pula bahwa kecintaanku kepada wali-wali Allah swt masih cukup, aku ingin mengikuti jejak mereka dan menambah jumlah mereka, dan aku berprasangka yang baik terhadap mereka, dan aku yakin bahwa mereka telah meraih ilmu mukasyafah dan musyahadah.
Aku berharap, semoga Allah swt mengikutkan aku bersama mereka dan mengkaruniaiku makrifat dan kecintaan sesuatu yang diberikan kepada mereka. Sebuah hadits menyebutkan:
اَلْمَرْءُ مَعَ مَنْ أَحَبَّ
Artinya: “Manusia akan bersama orang yang disukainya.”
Dalam sebuah hadits yang lain disebutkan:
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهمْ
Artinya: “Barangsiapa meniru jejak suatu kaum, maka ia adalah sebagian dari mereka.”
Dalam hadits yang lain disebutkan:
مَنْ كَثَّرَ سَوَادَ قَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
Artinya: “Barangsiapa memperbanyak jumlah anggota suatu kaum, maka ia adalah sebagian dari mereka.”
Meskipun demikian kisah perjalanan mereka telah lenyap, bahkan peninggalan-peninggalan mereka telah tiada, sehingga kita kesulitan untuk mencari orang-orang seperti mereka. Namun itulah yang terjadi. Sehubungan dengan hal ini asy-Syeikh Abu Madyan pernah menyebutkan dalam bait-bait puisinya yang awalnya mempunyai arti sebagai berikut: “Tidak ada kelezatan hidup kecuali bergaul dengan wali-wali Allah swt… ” Selanjutnya ia menyebutkan sebagai berikut:
“Ketahuilah, bahwa perjalanan hidup wali-wali Allah swt telah punah, maka bagaimanakah menurutmu, kalau ada orang yang mengaku-ngaku sebagai mereka pada hari ini. Kapan aku dapat melihat mereka, apakah mungkin aku dapat melihat mereka, atau apakah mungkin telingaku dapat mendengar kisah tentang mereka. Untuk siapakah aku, adakah orang sepertiku yang ingin menyaingi mereka di tempat-tempat mereka yang tidak pernah aku dapati ada kotoran di tempat itu.
Sungguh aku mencintai mereka, dan aku selalu merindukan mereka dengan tetesan air mataku, terutama ada beberapa orang diantara mereka. Mereka mempunyai budi pekerti yang mulia, dimanapun mereka duduk, pasti keharuman jejak mereka tetap semerbak.
Ilmu tasawuf telah mendidik budi pekerti mereka menjadi budi pekerti yang mulia, sehingga aku tidak dapat memejamkan mata di malam hari setelah melihat mereka. Mereka adalah kekasihku dan kecintaanku dan mereka memiliki budi pekerti yang dapat dibanggakan. Aku senantiasa ingin bersama mereka, semoga dosa-dosa kami dapat diampuni karena mencintai mereka.”
Inilah akhir penulisan Kitab ‘Ithaaf as-Saail Bijawaab al-Masaail’ semoga Allah swt menjadikan kitab ini sebagai amal yang ikhlas, karena Allah swt Yang Maha Mulia, sebagai sarana untuk mendekatkan kepada rahmat dan ridha-Nya. Semoga Allah swt mengampuni kami dari perbuatan yang tidak kami sengaja, yang bertentangan dengan kebenaran yang condong kepada kebatilan atau kepada hawa nafsu, seperti, riya’ dan pura-pura.
Demikian pula semoga Allah swt mengampuni bagi siapapun yang menyebabkan terbitnya buku ini, bagi pembacanya, bagi penulisnya, bagi pendengarnya dan bagi ayah-ayah kami dan bagi seluruh saudara kami kaum muslimin.
Ya Allah, kami bersaksi bahwa karunia apapun yang ada pada diri kami, lahir serta batin, yang berada di dunia dan akhirat adalah dari-Mu, Engkau lah Yang Maha Esa, tiada sekutu bagi-Mu, hanya untuk-Mu segala puji syukur atas semua karunia-Mu dan kami mohon perlindungan-Mu dari dicabutnya karunia-Mu serta ditimpakannya siksa-Mu.
Kami mohon kepada-Mu, demi kemurahan-Mu, kasihanilah kami, sesuai dengan keluasan kemurahan-Mu dan karunia-Mu, meskipun kami tidak berhak mendapatkan karunia-Mu, tetapi kami yakin bahwa Engkau berhak untuk melimpahkan karunia-Mu. Ya Allah, limpahkan ampunan dan rahmat-Mu kepada kami, karena Fngkau Maha Pengasih Maha Penyayang. Semoga shalawat dan salam dicurahkan bagi Nabi kami Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam dan segenap rasul-rasul-Mu. Walhamdulillaahi Rabbil’Alamiin.
Sumber: Inilah Jawabku Karya Al Allamah AlHabib Abdullah bin Alawi AlHaddad