Mungkin Anda bertanya, mengapa sebagian orang yang bertambah ilmunya justru bertambah kesombongannya. Hal itu disebabkan dua hal:
Pertama, tampaknya mereka sibuk mempelajari ilmu. tetapi bukan ilmu yang hakiki. Ilmu hakiki ialah ilmu untuk mengetahui ihwal penghambaan, ketuhanan, dan tata cara beribadah. Ilmu inilah yang pada umumnya bisa membuahkan sikap rendah hati.
Kedua, mereka mendalami ilmu, sementara jiwa mereka masih kotor. Mereka tidak menyibukkan diri dengan penataan jiwa terlebih dahulu sehingga ketika ilmu masuk ke hati mereka, ilmu mendapatkan rumah yang kotor. Akibatnya, buahnya menjadi jelek. Wahab bin Munabbih mengatakan. “Ilmu bagaikan hujan. Hujan turun membawa air yang tawar dan jernih. Pepohonan kemudian menyerapnya dan mengubahnya sesuai dengan serbuk sarinya. Jika serbuknya berasa pahit, air hujan menjadi pahit; jika serbuknya manis, air hujan pun menjadi manis. Ilmu disimpan oleh manusia yang mempunyai beragam motif dan keinginan. Maka, orang sombong akan semakin tinggi kesombongannya dan orang rendah hati akan semakin bertambah kerendahan hatinya.” Jika seorang yang sombong dan bodoh mendapatkan ilmu, berarti ia mendapatkan sesuatu yang bisa ia sombongkan. Maka, bertambahlah kesombongannya. Adapun jika orang yang bertakwa dan tidak berilmu semakin bertambah ilmunya, ia semakin mengetahui bahwa argumentasi Allah semakin berat atas dirinya. Maka, bertambahlah ketakutan dan kerendahan hatinya. Allah Swt berfirman kepada Nabi Muhammad, Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang beriman yang mengikutimu. Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Allah pun menguraikan sifat-sifat para kekasihnya, (Mereka) bersikap lemah lembut terhadap orang-orang yang beriman, tetapi bersikap keras terhadap orang-orang kafir. Abbas meriwayatkan bahwa Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam pernah bersabda, “Akan ada suatu kaum yang suka membaca Al-Quran, tetapi bacaan mereka tidak sampai melewati tenggorokan. Mereka mengatakan, ‘Kami telah membaca Al-Quran. Adakah yang lebih hebat bacaannya dan lebih mengerti daripada kami?”” Kemudian Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam menoleh kepada para sahabatnya dan mengatakan, “Mereka adalah bagian dari kalian, wahai umatku. Mereka itulah bahan bakar neraka.”
Umar r.a. mengatakan, “janganlah kalian menjadi ulama-ulama yang menyombongkan diri. Sehingga ilmu kalian tidak dapat mencukupi kebodohan kalian.” Karena itu, Tamim meminta izin kepada Umar untuk berbicara di depan khalayak, tetapi Umar tidak mengizinkan dan mengatakan, “Hal itu adalah penyembelihan (kebinasaan) untuk dirimu.” Seorang pemimpin suku juga meminta izin kepada Umar, bahwa jika ia sudah selesai menunaikan shalat, ia akan menyampaikan ceramah. Umar mengatakan, “Aku khawatir engkau akan membesar hingga sampai ke bintangTsurayya.” Maka, betapa sedikit sekali seorang alim di muka bumi ini bilamana ia tidak terpengaruh oleh kemuliaan dan kebanggaan karena ilmu, jika ada orang alim seperti itu, dialah seperti Abu Bakar As-shiddiq di zamannya. Tidak seharusnya seseorang berpisah darinya. Bahkan melihatnya saja merupakan ibadah, apalagi mengambil pelajaran dari napas dan tingkah lakunya. Andaikan aku mengetahui ada orang seperti itu, meskipun ia ada di ujung negeri China, aku akan datang kepadanya, dengan harapan barakahnya bisa mengayomiku serta laku dan pekertinya bisa menyebar kepadaku. Maka aku memohon kepada Allah agar memperlakukan kita dengan penuh kasih dan menutupi keburukan-keburukan amal kita sesuai dengan kemurahan dan kemuliaan-Nya.
Sumber : Amal Pemusnah Kebaikan Ringkasan Bab Muhlikat Ihya ‘Ulum al-din karya Habib Umar bin Hafidz