Penyakit Kesepuluh: Bergurau
Di antara penyakit lisan yang perlu diwaspadai adalah bergurau. Gurauan adalah perbuatan tercela dan dilarang. Hanya sedikit gurauan yang diperbolehkan. Dalam hal ini Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam bersabda, “Jangan berbantah dengan saudaramu dan jangan bergurau dengannya.”
Gurauan yang dilarang adalah gurauan yang berlebihan dan dilakukan dengan terus-menerus. Karena hal itu hanya menyibukkan diri dengan main-main dan candaan. Gurauan yang berlebihan dapat menimbulkan banyak tertawa. Dan banyak tertawa bisa mematikan hati, menimbulkan kedengkian dan menjatuhkan wibawa. Adapun gurauan yang terhindar dari hal-hal seperti ini tidak tercela,sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam, “Sesungguhnya aku bergurau, dan aku tidak mengatakan kecuali kebenaran”
Barang siapa yang banyak berbicara, banyak pula kesalahannya. Ibnu Abbas berkata, “Barang siapa melakukan perbuatan dosa dengan tertawa. niscaya ia masuk neraka dengan menangis!”
Umar r.a. berkata, “Barang siapa suka bergurau, niscaya ia akan diremehkan.”
Said ibn Al-Ash berkata kepada anaknya, “Wahai anakku! Jangan mengajak senda gurau orang yang mulia. karena ia akan marah kepadamu. Jangan mengajak senda gurau orang rendah, karena ia akan mempermainkanmu (berani kepadamu)!”
Dikatakan bahwa benih permusuhan adalah gurauan. Termasuk kesalahan besar jika seorang menjadikan bergurau dan berkelakar sebagai profesi (pekerjaan rutin), kemudian berdalih bahwa Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam juga suka bergurau. Padahal beliau selalu berkata yang benar dan tidak menyakiti serta menakuti orang lain. Dan sebagian besar gurauan tersebut dilakukan kepada anak-anak kecil dan kaum wanita karena beliau memahami lemahnya hati mereka tanpa harus menganggap remeh mereka.
Suatu ketika Rasulullah berkata kepada Shuhaib yang sedang menderita sakit mata, tetapi dia makan kurma, “Mengapa engkau makan kurma, padahal engkau sakit mata?” Shuhaib menjawab, “Aku hanya makan separuh, wahai Rasulullah!” Lalu Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam pun tersenyum.
Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam pernah menjumpai Khawwat bin jubair sedang duduk bersama beberapa orang wanita di sebuah jalan Kota Makkah. Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam bersabda, “Wahai Abu Abdillah, mengapa engkau duduk bersama kaum wanita? la menjawab, “Mereka memintal pelana untuk untaku yang telah kabur.” Kemudian Rasulullah pergi untuk memenuhi kebutuhannya lalu ia kembali dan berkata, “Wahai Abu Abdillah, apakah untamu tidak memiliki pelana’? Khawwat bin Jubair pun malu. Sejak saat itu dia selalu menghindar untuk bertemu dengan Rasulullah. Hingga suatu hari dia berjumpa dengan Rasulullah sedang mengendarai seekor keledai dengan kedua kaki berada di salah satu sisi keledainya. Rasulullah bersabda, “Apakah untamu masih sering kabur?” Khawwat bin jubair menjawab, “Demi Zat yang telah mengutusmu dengan kebenaran. Untaku tidak lagi pernah kabur semenjak aku memeluk agama Islam.” Rasulullah berkata, “Allah Mahabesar, Allah Mahabesar, ya Allah berilah petunjuk kepada Abu Abdillah.” Semenjak saat itu ia menjadi pemeluk agama Islam yang baik serta mendapat hidayah dari Allah.
Nu’aiman senantiasa menemui pedagang yang masuk ke kota Madinah dan membeli sebagian makanan dagangannya. Kemudian ia membawanya kepada Rasulullah seraya berkata, “Aku telah membeli makanan ini untukmu dan menghadiahkannya kepadamu” Ketika penjual makanan itu datang untuk meminta bayarannya, maka pedagang itu dibawa menghadap kepada Rasulullah, dan berkata, “Ya Rasulullah, bayarkanlah harga makanan itu kepada orang ini!” Kata beliau, “Bukankah engkau menghadiahkannya kepadaku?” Jawab Nuaiman, “Ya Rasulullah aku tidak punya uang untuk membayar makanan itu. Namun.aku ingin engkau makan makanan pemberianku!” Rasulullah tertawa dan menyuruh sahabatnya untuk membayar makanan itu.
Gurauan semacam ini dibolehkan asalkan dilakukan dalam sekali waktu dan tidak terus-terusan. Cerita ini diriwayatkan oleh Az-Zubair bin Bakkar dalam bab “bergurau” serta diriwayatkan pula oleh Ibnu Ahdil Barr.
Sumber: Amal Pemusnah Kebaikan Ringkasan Bab Mukhlikat Ihya ‘Ulum al-Din karya Al Habib Umar bin Hafidz