Banyaknya kesibukan manusia dikarenakan mereka membutuhkan tiga hal, yaitu makanan pokok, tempat tinggal, dan pakaian. Tiga kebutuhan tersebut memunculkan lima sektor produksi, yaitu pertanian, peternakan, perburuan, konveksi, dan konstruksi. Konstruksi menghasilkan rumah; konveksi termasuk menenun dan menjahit menghasilkan pakaian; pertanian memproduksi makanan; peternakan hewan ternak dan kuda menyediakan makanan dan kendaraan; sedangkan perburuan yaitu perburuan hewan, barang tambang, rumput, kayu bakar, dan segala yang tumbuh dengan sendirinya tanpa campur tangan manusia melainkan diambil langsung dari dalam bumi menghasilkan barang tambang dan lain-lain. Semua sektor produksi tersebut membutuhkan peralatan. Maka muncullah kebutuhan pada pertukangan kayu, besi, dan kulit. Manusia diciptakan dengan fitrah tidak bisa hidup sendiri. Manusia membutuhkan kehidupan sosial karena dua alasan, yaitu karena mereka butuh berkembang biak dan perlu pertolongan orang lain untuk memenuhi kebutuhan makanan, pakaian, dan pendidikan anak. Bilamana manusia berkumpul dan berinteraksi satu sama lain dalam suatu rumah atau negeri, muncullah perselisihan di antara mereka. Bilamana terjadi penguasaan terhadap makhluk yang berakal, hal itu menyebabkan terjadinya perselisihan. Berbeda bila penguasaan dilakukan terhadap binatang. Jika manusia dibiarkan, tentu mereka akan saling membunuh, lalu binasalah mereka semua. Maka, hal itu menyebabkan munculnya pabrik persenjataan, militer, hukum, dan fikih yaitu mengetahui hukum-hukum yang mengatur kehidupan manusia.
Kemudian manusia membutuhkan seorang raja yang mengatur kehidupan mereka dan menteri yang bertugas menunjuk dan menetapkan orang-orang yang layak untuk mengerjakan urusan kenegaraan. Maka, muncullah kebutuhan pada penulis, bendahara, auditor, pengumpul pajak, dan staf. Semua pekerjaan tersebut tidak bisa diselesaikan kecuali dengan adanya harta, peralatan, dan tempat.
Adapun harta yang bergerak dan manusia tidak bisa membawanya, dibutuhkan orang yang kuat membawanya, baik dari kalangan budak maupun pekerja bayaran. Sebagian dari pekerjaan-pekerjaan di atas tidak bisa langsung dikerjakan, kecuali dengan terlebih dulu seseorang belajar dan bersusah payah pada awal pembelajaran. Di antara manusia ada orang yang melalaikan pembelajaran saat mereka masih kecil atau ada halangan tertentu yang membuat mereka tidak bisa melaksanakan kegiatan belajar, maka orang seperti ini saat dewasa tidak bisa mencari penghasilan sehingga ia harus memakan dari apa yang telah diusahakan orang lain. Maka, muncullah tindakan pencurian dan meminta-minta sebagai upaya untuk mendapatkan dari apa yang diupayakan orang lain. Kemudian manusia menjaga diri mereka dari para pencuri dan pengemis guna melindungi harta mereka. Para pencuri dan pengemis itu pun perlu memutar otak untuk membuat taktik dan tipu daya agar bisa mendapatkan harta mereka.
Di antara para pencuri ada yang mengorganisasi diri sehingga mereka mempunyai jaringan dan kekuatan. Mereka pun berkumpul dan bertambah banyak, lalu melakukan perompakan. Adapun para pencuri yang lemah hanya bergantung pada kelicikan dan kecerdikan mereka saat terbukanya kesempatan. Maka, berkembanglah beberapa cara yang dilakukan oleh para pencuri untuk memudahkan usaha mereka sesuai dengan perkembangan pemikiran dan akal mereka. Adapun pengemis, jika ia meminta sesuatu dari orang lain, lalu orang itu tidak mau memberi dan justru menyuruhnya untuk mau berkeringat dan bekerja sebagaimana orang lain melakukannya, pengemis tersebut memerlukan strategi baru agar bisa mendapatkan uang dari mereka. Ia kemudian berpura-pura mengidap penyakit, cacat, gila, dan sebagainya. Ia menampakkan “musibah” yang tidak diharapkan menimpa itu untuk menarik belas kasih orang lain.
Sumber: Amal Pemusnah Kebaikan Ringkasan Bab Mukhlikat Ihya ‘Ulum al-Din karya Al Habib Umar bin Hafidz