Kemudian manusia membutuhkan seorang raja yang mengatur kehidupan mereka dan menteri yang bertugas menunjuk dan menetapkan orang-orang yang layak untuk mengerjakan urusan kenegaraan. Maka, muncullah kebutuhan pada penulis, bendahara, auditor, pengumpul pajak, dan staf. Semua pekerjaan tersebut tidak bisa diselesaikan kecuali dengan adanya harta, peralatan, dan tempat.
Adapun harta yang bergerak dan manusia tidak bisa membawanya, dibutuhkan orang yang kuat membawanya, baik dari kalangan budak maupun pekerja bayaran. Sebagian dari pekerjaan-pekerjaan di atas tidak bisa langsung dikerjakan, kecuali dengan terlebih dulu seseorang belajar dan bersusah payah pada awal pembelajaran. Di antara manusia ada orang yang melalaikan pembelajaran saat mereka masih kecil atau ada halangan tertentu yang membuat mereka tidak bisa melaksanakan kegiatan belajar, maka orang seperti ini saat dewasa tidak bisa mencari penghasilan sehingga ia harus memakan dari apa yang telah diusahakan orang lain. Maka, muncullah tindakan pencurian dan meminta-minta sebagai upaya untuk mendapatkan dari apa yang diupayakan orang lain. Kemudian manusia menjaga diri mereka dari para pencuri dan pengemis guna melindungi harta mereka. Para pencuri dan pengemis itu pun perlu memutar otak untuk membuat taktik dan tipu daya agar bisa mendapatkan harta mereka.
Di antara para pencuri ada yang mengorganisasi diri sehingga mereka mempunyai jaringan dan kekuatan. Mereka pun berkumpul dan bertambah banyak, lalu melakukan perompakan. Adapun para pencuri yang lemah hanya bergantung pada kelicikan dan kecerdikan mereka saat terbukanya kesempatan. Maka, berkembanglah beberapa cara yang dilakukan oleh para pencuri untuk memudahkan usaha mereka sesuai dengan perkembangan pemikiran dan akal mereka. Adapun pengemis, jika ia meminta sesuatu dari orang lain, lalu orang itu tidak mau memberi dan justru menyuruhnya untuk mau berkeringat dan bekerja sebagaimana orang lain melakukannya, pengemis tersebut memerlukan strategi baru agar bisa mendapatkan uang dari mereka. Ia kemudian berpura-pura mengidap penyakit, cacat, gila, dan sebagainya. Ia menampakkan “musibah” yang tidak diharapkan menimpa itu untuk menarik belas kasih orang lain.
Ada pula orang yang melakukan ucapan-ucapan dan tindakan-tindakan yang membuat kagum orang banyak sehingga hati mereka senang saat menyaksikannya. Mereka lalu memberikan sedikit uang kepadanya saat masih berada dalam kekaguman, tetapi kadang-kadang kemudian menyesal saat sudah tidak mengaguminya lagi. Tetapi penyesalan tidak ada artinya. Dalam menarik hati orang lain, terkadang ia mengucapkan hinaan, meniru-niru tingkah laku orang, melakukan sulap, atau membuat gerakan-gerakan lucu. Kadangkala ia melantunkan syair-syair yang aneh atau prosa liris dengan suara yang indah. Syair yang mempunyai irama sangat berpengaruh terhadap jiwa, apalagi jika itu terkait dengan fanatisme mazhab atau menggerakkan perasaan emosi cinta “orang-orang gila”, atau dengan memperjualbelikan mantra-mantra dan daun yang memabukkan (ganja) dengan tipuan bahwa itu adalah ramuan obat untuk kesembuhan, maka tertipulah sebagian orang dari kalangan anak-anak atau orang bodoh. Hal ini banyak dilakukan oleh tukang lotre atau para peramal.
Sumber: Amal Pemusnah Kebaikan Ringkasan Bab Mukhlikat Ihya ‘Ulum al-Din karya Al Habib Umar bin Hafidz