Termasuk dalam kategori ini (yaitu kategori para pengemis), adalah para dai dan penceramah apabila di balik ceramah mereka tidak ada manfaat ilmiah sama sekali dan tujuan mereka adalah untuk menyenangkan hati orang-orang awam dan menarik uang mereka. Jadi, pekerjaan mengemis ada lebih dari seribu atau dua ribu macam cara. Semua cara itu dipikirkan dengan sangat matang demi penghidupan.
Itulah kesibukan-kesibukan dan pekerjaan-pekerjaan manusia yang mereka tekuni. Yang membuat mereka melakukan semua itu adalah kebutuhan mereka pada makanan pokok dan pakaian. Namun, dalam memenuhi kebutuhan tersebut mereka melupakan diri mereka sendiri, tujuan mereka, dan tempat kembali mereka (akhirat. Pen). Mereka pun akhirnya bingung dan tersesat. Setelah akal mereka yang lemah dikotori oleh berbagai kesibukan duniawi, muncul di benak mereka berbagai persepsi yang sesat. Maka mereka pun terpecah-pecah pandangan dan pendapat mereka menjadi beberapa golongan.
Segolongan orang dikalahkan oleh kebodohan dan kelalaian. Mata mereka pun tidak bisa terbuka untuk melihat akibat dari semua urusan mereka. Mereka pun mengatakan, “Tujuan kita hidup sehari-hari di dunia adalah untuk bekerja keras mencari makanan, lalu kita memakannya hingga badan kita kuat untuk bekerja.” Mereka makan agar bisa bekerja dan bekerja agar bisa makan. Inilah pandangan sekelompok pekerja yang tidak bisa menikmati dunia dan tidak mempunyai pijakan agama. Mereka melelahkan diri dengan bekerja pada siang hari untuk makan pada malam hari. Mereka makan pada malam hari untuk bekerja pada siang hari. Begitu seterusnya tiada berhenti, kecuali maut yang menghentikan.
Segolongan yang lain mengaku mereka sudah memahami persoalan. Menurut mereka, hidup bukan untuk bersusah payah bekerja tanpa menikmati dunia, meiainkan untuk mendapatkan kebahagiaan, yaitu dengan melampiaskan semua nafsu dunia. Mereka ini orang-orang yang melupakan jiwa mereka dan membiarkan diri mereka mengikuti nafsu dunia dan menikmatinya. Mereka mengira bahwa dengan mendapatkan semua keinginan dunia, mereka telah mendapatkan puncak kebahagiaan. Maka, semua itu membuat mereka melalaikan Allah dan hari akhirat.
Segolongan yang lain menyangka bahwa kebahagian ada pada banyaknya uang dan simpanan. Maka mereka pun menghabiskan siang dan malam mereka untuk mengumpulkan uang. Mereka bersusah payah siang dan malam, menempuh perjalanan untuk bekerja dan mengumpulkan uang. Mereka tidak makan kecuali hanya sekadarnya karena kikir dan takut uangnya berkurang. Inilah kenikmatan mereka, kebiasaan mereka, dan amal mereka hingga maut mendatangi mereka. Maka, harta yang mereka kumpulkan tetap berada di bawah bumi (karena mereka tidak berhasil mengumpulkannya) atau ada orang lain yang menikmatinya dengan penuh kenikmatan. Orang yang mengumpulkannya hanya mendapatkan letih dan lelah, sementara orang yang memakan jerih payahnya memperoleh kenikmatan. Kemudian, orang lain yang mengumpulkan harta menunggu hal yang sama terjadi padanya dan ia tidak mengambil pelajaran dari orang-orang terdahulu.
Sumber: Amal Pemusnah Kebaikan Ringkasan Bab Mukhlikat Ihya ‘Ulum al-Din karya Al Habib Umar bin Hafidz