Digambarkan oleh Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam anak yang lahir dari istri kita kemungkinan besar menyerupai keluarga pihak perempuan baik akhlak maupun fisiknya. Kalau kita lihat anak kita seperti adik istri kita, itu kemungkinan besar secara genetik memang fisiknya bisa terjadi penyerupaan dengan pihak keluarga istri. Maka kalau kita perhatikan saudara pihak istri ada yang lemah sarafnya konsekuensinya harus dipikirkan. Artinya Rasulullah memperingatkan kemungkinan adanya penyerupaan pada anak-anak kita dengan anggota keluarga dari pihak istri kita.
Kalau anak kita fisiknya menyerupai pihak keluarga istri, kita tidak boleh berkeberatan. Kalau umpamanya dari pihak istri lebih banyak yang terkena suatu penyakit tertentu, hal ini harus kita perhatikan dan perlu berhati-hati. Peringatan Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam ini harus menjadi dasar dalam memilih calon istri dan calon ibu anak-anak.
تَزَوَّجُوْا فِي الْحِجْرِ الصَّالِحِ، فَإِنَّ الْعِرْقَ دَسَّاسٌ (رواه ابن عدي في الكامل
Artinya : “Kawinilah wanita-wanita yang berada di dalam lingkup naungan yang baik. Karena pembuluh darah itu laksana sinar pancaran.” (HR. lbnu Ady)
Jadi kalau diperhatikan aturan perkawinan dalam Islam ini memang betul-betul untuk mempersiapkan umat yang berkualitas. Masyarakat Islam dibentuk tidak hanya untuk menunjukkan baiknya akhlak, sopan santun, tetapi juga menjadi masyarakat yang punya kekuatan dan kesehatan fisik. Maka kalau kita sudah tahu dasar-dasar pendidikan anak harus diawali sebelum kita menikah dengan pemilihan calon ibu anak-anak, kita jadi sadar benar, bahwa konsep pendidikan Islam itu dimulai sejak kita mau menanamkan benih sampai kita kembali kepada Allah. Pendidikan Islam itu sudah dimulai sejak air mani yang hendak kita tanamkan kepada ibu anak-anak. Pendidikan Islam itu tidak hanya berawal dari anak umur 7 tahun atau ditunggu besar baru dididik.
Bahwa Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam pernah berkata kepada sahabat Jabir : Hai Jabir, apakah engkau sudah kawin? Jabir menjawab: Sudah Ya Rasulallah. Lalu Nabi berkata : Dengan janda atau perawan. Dengan janda. Beliau bersabda :
هَلاَّ تَزَوَّجْتَ بِكْرًا تُلاَعِبُهَا وَتُلاَعِبُكَ
Artinya : “Kenapa engkau tidak menikahi perawan, engkau bisa mencumbunya dan dia dapat bercumbu denganmu.”
عَلَيْكُمْ بِالْأَبْكَارِ فَإِنَّهُنَّ أَنْتَقُ أَرْحَامًا وَأَعْذَبُ أَفْوَاهًا وَأَقَلُّ خِبًّا وَأَرْضَى بِالْيَسِيْرِ
Artinya : “Hendaklah kalian mengawini perawan karena mereka lebih lapang rahimnya, lebih manis tutur katanya, lebih sedikit tipu dayanya, serta lebih puas (menerima) dengan yang sedikit “
Siti Aisyah berkata kepada Nabi Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam : Ya Rasulallah, bagaimana seandainya engkau turun ke suatu lembah di mana terdapat pohon di dalamnya sementara buahnya telah di makan, dan pohon yang masih ada buahnya. Di manakah engkau akan mengembalakan ontamu? Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam menjawab: Di tempat pohon yang belum dimakan buahnya. Aisyah menjawab: Akulah dia.
Aisyah menjelaskan kelebihannya atas istri-istri Nabi yang lain dengan pertimbangan bahwa Nabi tidak mengawini perawan kecuali dia.
Sumber : Pendididkan Anak dalam Islam – Kasyful Anwar Syarwani