Makanan Halal
Makanan yang halal dan thayyib merupakan perintah dari Allah yang harus dilaksanakan oleh setiap manusia yang beriman. Perintah ini ditegaskan dalam firman Allah :
يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوْا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ
Artinya : “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al Baqarah : 168)
Mengkonsumsi yang halal dan baik (thayib) merupakan manivestasi dari ketaatan dan ketaqwaan kepada Allah SWT. Hal ini terkait dengan perintah Allah kepada manusia, sebagaimana dalam firman Allah SWT :
وَكُلُوْا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللهُ حَلَالًا طَيِّبًا وَاتَّقُوْا اللهَ الَّذِيْ أَنتُم بِهِ مُؤْمِنُوْنَ
Artinya : “Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezkikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.” (QS. Al Maaidah : 88)
Makanan yang halal dan thayib akan berbenturan dengan keinginan syetan yang menghendaki agar manusia terjerumus kepada yang haram. Oleh karena itu menghindari yang haram merupakan sebuah upaya mengalahkan godaan syetan tersebut. Mengkonsumsi makanan halal dengan dilandasi iman dan taqwa semata-mata mengikuti perintah Allah merupakan ibadah yang mendatangkan pahala dan memberikan kebaikan dunia dan akhirat. Sebaliknya makanan yang haram, apalagi diikuti dengan sikap membangkang terhadap ketentuan Allah SWT adalah perbuatan maksiat yang mendatangkan dosa dan murka Allah SWT.
Apa yang dimakan dan diminum oleh orang tua akan berpengaruh terhadap jasmani dan rohani serta keturunannya (anaknya). Kalau ia mengkonsumsi makanan yang diridhoi oleh Allah SWT (halal) maka ia akan melahirkan anak yang taat kepada Allah. Karena makanan dan minuman yang dikonsumsi itu akan diproses di dalam perut akan menjadi sperma (air mani) pada si bapak dan sel telur pada si ibu sehingga dari pertemuan keduanya akan menjadi anak. Jadi, jika keduanya memakan makanan yang haram, maka akan menghasilkan anak dari proses yang haram. Dan pada perkembangan berikutnya biasanya anak tersebut jauh dari tuntunan agama. Oleh karena itu, Allah SWT memerintahkan agar manusia memakan makanan yang halal dan baik. Dalam Firman Allah SWT :
فَكُلُوْا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللهُ حَلَالًا طَيِّبًا وَاشْكُرُوْا نِعْمَتَ اللهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُوْنَ
Artinya : “Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezki yang telah diberikan Allah kepadamu; dan syukurilah nikmat Allah, jika kamu Hanya kepada-Nya saja menyembah.” (QS. An-Nahl : 114)
Halal berarti sah menurut hukum, kebalikan dari halal adalah haram. Dalam kaitannya dengan makanan, halal dan haram adalah istilah yang menerangkan status hukum suatu makanan, yaitu sah atau tidak sah menurut hukum Allah. Dalam ayat di atas dijelaskan bahwa makanan yang boleh dimakan adalah yang halal (sah menurut hukum Allah) dan baik. Jadi yang boleh dimakan adalah yang halal dan baik. Makanan yang haram adalah tidak halal, dan sebaliknya makanan yang tidak haram adalah halal.
Makanan yang baik adalah yang bermanfaat bagi kehidupan orang yang mengkonsumsinya. Manfaat tersebut dapat ditinjau dari segi jasmaniah dan rohaniah. Makanan yang baik dari segi jasmaniah adalah yang tidak mengganggu kesehatan, sedangkan makanan yang baik dari segi rohaniah adalah yang tidak membuat rasa permusuhan, rasa kebencian, lupa mengingat Allah, atau lupa sholat.
Sumber : Pendididkan Anak dalam Islam – Kasyful Anwar Syarwani