Ilmu tauhid terbagi dalam dua bagian, yang pertama, ilmu tauhid lahiriyah, yaitu ilmu yang dapat diketahui dalil-dalilnya dan bukti-buktinya. Setiap mukmin wajib mengetahui nya dan meyakininya, tanpanya keimanan seorang tidak dapat terwujud. Seorang ahli kalam adalah seorang yang berkecimpung dan mendalami ilmu kalam sebanyak mungkin, dan sibuk meneliti dalil-dalilnya dan bukti-buktinya. Ia lebih unggul dari orang-orang mukmin biasa dan keunggulannya di bidang iman dan ilmunya, kalau tidak ia hanya bentuknya saja.
Sedangkan yang kedua adalah tauhid batin, yaitu sesuatu yang tidak dapat diketahui tanpa sarana kasyaf dan bukti pandangan mata. Tauhid macam ini mewariskan takwa dan makna petunjuk yang dihasilkan dari mujahadah, ia adalah rahasia di antara seorang hamba dengan Tuhannya.
Para ahlinya saling berbeda tingkatan. Mereka mempunyai kecemburuan yang sempurna terhadap siapapun yang bukan ahlinya. Biasanya jika Imam Junaid hendak membicarakan masalah tauhid dengan kawan-kawannya, maka ia menutup pintunya dan menyimpan kuncinya di sakunya, karena rasa sayangnya kepada orang-orang beriman.
Seorang yang bukan ahlinya bila mendalami ilmu tauhid, mungkin bisa menjadi ingkar, sehingga ia termasuk orang-orang pendusta disisi Allah swt, karena ia tidak mengetahui ilmu ini sedikitpun atau mungkin juga ia menjadi seorang yang beriman dan ia memahaminya secara tidak tepat, sehingga ia mengikuti jalan yang salah.
Mungkin saja ada beberapa kitab yang mencoba memaparkan pengetahuan ini, diantaranya adalah Kitab Ihya’ ‘Ulumuddin dan al-Quut. Mereka memberikan sedikit toleransi kepada seorang murid yang sungguh-sungguh untuk mengerti ilmu mu’amalah yang mereka terangkan. Kalau tidak, mereka cukup pelit untuk menerangkannya.
Tidaklah engkau lihat ketika al-lmam Ghazali menerangkan ilmu tauhid dan mulai masuk ke dalam lautan yang tidak bertepi, maka ia berkata: “Sebaiknya kami berhenti sampai di batas ini ” Dan ada kalanya ia berkata: “Bagian ini adalah rahasia, sebaiknya kami lewati saja bagian yang ini “
Dalam kesempatan yang lain, ia berkata: “Bagian ini termasuk ilmu mukasyafah, kami tidak ingin membicarakannya dalam pembicaraan ilmu mu’amalah’
Adapun jika ada sebagian kaum sufi yang membicarakan ilmu tauhid di dalam karya-karya tulisnya, seperti asy-Syeikh al-Haitami dan asy-Syeikh al-Kailani dan yang selainnya, maka anggaplah karya tulis mereka sebagai suatu yang kebetulan, dan yang kebetulan adalah ma ‘dzur atau telah mendapat izin, dan yang telah mendapat izin, wajib menjalankan perintahnya, sedangkan rahasia pemberian izin tersebut tidak boleh disebutkan kecuali secara pembicaraan langsung.
Sumber: Inilah Jawabku Karya Al Allamah AlHabib Abdullah bin Alawi AlHaddad