Maka, kepada orang alim hendaknya dikatakan, “Sibukkan dirimu untuk mencari ilmu dan jauhi perbuatan riya. Ketahuilah, keutamaan ilmu sangat besar, tetapi risikonya juga sangat besar.” Akan tetapi, kita tidak akan mengatakan kepada setiap orang, “Tinggalkan ilmu karena tidak ada dampak buruknya. Karena, keburukannya terletak pada memperlihatkan ilmu.” Kita pun tidak katakan, “Tinggalkan ilmu ketika ada alasan yang bersifat agamis.”
Jadi, urutan keutamaan amal ibadah ada tiga. Pertama, kekuasaan (menjadi pemimpin). Kedua, shalat, puasa, haji, dan jihad di medan perang. Ketiga, terletak di antara dua tingkatan di atas, yaitu mengemban amanah sebagai penceramah, pemberi fatwa, periwayat hadits, dan pengajar.
Ibadah tingkat pertama ditinggalkan oleh kelompok salaf (orang-orang terdahulu yang saleh) karena mereka takut akan dampak buruknya. Adapun ibadah tingkat kedua dikerjakan oleh para salaf, baik yang kuat maupun lemah, dan tidak ada berita bahwa mereka meninggalkannya. Sedangkan tingkatan ketiga berada di antara dua tingkatan tersebut. Ada lagi tingkatan keempat, yaitu mengumpulkan harta benda dan membagikannya kepada orang-orang yang berhak. Abu Darda’ mengatakan, “Aku tidak bahagia bekerja (berdagang) dimasjid Damaskus dengan bayaran 50 dinar sehari yang kemudian aku sedekahkan. Aku bukannya mengharamkan jual beli. tetapi hanya ingin agar aku termasuk orang-orang yang tidak melalaikan zikir kepada Allah karena urusan jual beli.”
Secara umum, semua amal ibadah yang berkaitan dengan manusia dan menimbulkan kenikmatan bagi jiwa bisa menyebabkan keburukan. Yang terbaik adalah seseorang tetap beramal dan mencegah datangnya keburukan. jika ia tak sanggup mencegah, hendaknya ia berpikir, berjuang, bertanya pada hati, menimbang, lalu mengerjakan apa yang ditunjukkan oleh cahaya ilmu, bukan kecenderungan nafsu.
Semua sepakat bahwa menyumbangkan harta untuk keperluan yang hukumnya mubah, apalagi untuk keperluan sedekah (sunnah), lebih utama daripada menahannya. Yang menjadi perdebatan adalah manakah yang lebih utama antara bekerja, bersedekah, dan hanya berzikir Apalagi pada kegiatan bekerja juga terdapat keburukan-keburukan.
Orang alim dan penceramah bisa diketahui kejujuran dan ketulusannya dengan beberapa indikator. Indikator pertama, apabila muncul orang lain yang lebih bagus ceramahnya atau lebih tinggi Ilmunya, dan khalayak lebih senang kepada orang tersebut, ia turut senang dan tidak mendengkinya. Namun, tidak mengapa bila cemburu (sekadar ingin bisa sama baiknya seperti dia).
Indikator kedua, apabila ada para pembesar menghadiri majelisnya, gaya bicaranya tidak berubah. jadi, ia melihat semua manusia dengan kacamata yang sama.
Indikator ketiga, ia tidak senang diikuti orang di jalan-jalan dan dibuntuti.
Diriwayatkan dari Said bin Abi Marwan, ia menceritakan, “Aku duduk di samping Hasan ketika Hajjaj masuk bersama pengawalnya. Hajjaj menengok sekeliling dan tidak melihat halaqah yang lebih besar daripada halaqah Hasan. Ia pun mendatangi halaqah Hasan. Hasan lantas menggeser duduknya untuk memberi ruang.” Said melanjutkan, “Aku pun menggeser dudukku. Hajjaj kemudian duduk di antara aku dan Hasan. Hasan sendiri tidak menghentikan bicaranya. la pun membicarakan hal yang sama seperti biasanya. Ketika halaqah Hasan selesai, Hajjaj mengangkat tangannya lalu memukul pundak Hasan. Lalu ia berkata. ‘Benar dan bagus sekali apa yang telah dikatakan Syaikh (Hasan). Ikutilah majelis ini dan jadikan sebagai suatu kebiasaan. Sesungguhnya aku pernah mendengar dari Rasulullah bahwa sesungguhnya majelis-majelis zikir adalah taman-taman surga. Dan jika bukan urusan manusia yang kami emban, kami tidak menginginkannya.’41 Dia berbicara dengan bahasa yang fasih hingga membuat Hasan dan yang hadir di situ kagum.”
Suatu ketika Hasan naik kendaraan menuju rumahnya. la lalu melihat sekelompok orang mengikutinya. Lantas ia bertanya, “Apakah kalian ada perlu atau mau meminta sesuatu? jika tidak, pulanglah. Apa yang membuat hamba Allah begini?”
Bilamana engkau melihat para ulama saling berbeda sikap, saling mendengki, dan tidak saling menolong, ketahuilah bahwa mereka sesungguhnya telah membeli kehidupan dunia dengan akhirat. Maka, mereka itulah orang-orang yang merugi. Ya Allah, kasihilah kami dengan kelembutan-Mu, wahai Zat Maha Pengasih.
Sumber : Amal Pemusnah Kebaikan Ringkasan Bab Muhlikat Ihya ‘Ulum al-din karya Habib Umar bin Hafidz