Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam bersabda, “Semua pemimpin atas sepuluh orang pasti akan datang pada Hari Kiamat dengan tangan terbelenggu ke lehernya. Tak ada yang bisa melepaskan belenggu itu, kecuali keadilannya. Dalam riwayat yang lain, “Semua pemimpin atas tiga orang pasti akan bertemu Allah dengan tangan kanan terbelenggu,… Beliau Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam juga pernah bersabda, “Siapa pun hamba yang telah diberi amanah oleh Allah untuk mengurusi rakyat, lalu ia tidak menjaga mereka dengan nasihat maka ia tak akan merasakan wanginya surga.”-‘ Beliau Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam pernah berpesan, “Hai Abdurrahman (bin Samurah). Jangan kaupinta kekuasaan. Jika engkau diberi kekuasaan tanpa meminta, engkau akan ditolong dalam mengembannya. Namun, jika engkau diberi kekuasaan setelah memintanya, engkau akan dibiarkan (tidak ditolong Allah) dalam mengembannya.10
Abu Bakar r.a. pernah berkata kepada Rafi’ bin Umar, “Janganlah engkau menjadi pemimpin bagi dua orang.” Kemudian Abu Bakar menjadi khalifah dan melaksanakan tugasnya sebagai khalifah. Laiu Rafi’ bin Umar berkata kepada Abu Bakar, “Bukankah dulu engkau katakan, ‘jangan engkau menjadi pemimpin bagi dua orang.’ tetapi sekarang engkau malah dijadikan pemimpin umat Muhammad?” Abu Bakar menjawab, “Betul. Sekarang aku katakan kepadamu, ‘Siapa yang tidak berlaku adil dalam kepemimpinannya, baginya laknat Allah.'”
Bagi orang yang baru sedikit terbuka mata hatinya, barangkali dalil-dalil mengenai keutamaan kepemimpinan dan larangan untuk menginginkannya adalah dua hal yang saling bertolak belakang. Tidak demikian, yang benar adalah orang-orang yang kuat agamanya tidak seharusnya menghindar dari tanggung jawab untuk mengemban kekuasaan. Dan, orang-orang yang lemah imannya tidak seharusnya mengelilingi kekuasaan sehingga hancur karenanya. Yang saya maksud dengan orang kuat di sini adalah orang yang tidak bisa digoda oleh harta dunia, tidak terpengaruh dengan sifat ketamakan, dan di jalan Allah ia tidak gentar dengan caci maki para pencela. Mereka adalah orang-orang yang tidak peduli dengan pandangan mata orang kepadanya, tidak tertarik dengan dunia, serta menganggap rendah dunia dan pergaulan dengan manusia. Mereka sanggup memaksa dan menguasai jiwa mereka serta menghardik setan hingga setan putus asa terhadapnya. Tidak ada yang menggerakkan dan membuat hati mereka tenteram, kecuali kebenaran, meskipun untuk itu nyawa mereka harus melayang.
Seseorang yang telah menempa dirinya hingga bisa berpegang teguh pada kebenaran, tetapi ia masih khawatir dirinya berubah haluan bilamana diberi kekuasaan, takut dikuasai oleh cinta pada kedudukan sehingga membenci keadilan, para ulama berbeda pendapat mengenai apakah ia harus menyingkir dari kekuasaan atau tidak. Ada yang berpendapat bahwa ia tidak wajib menyingkir karena ketakutannya terhadap hal di masa datang. Yang benar, menurutku, ia harus berhati-hati karena jiwa suka memperdaya. Apabila jiwa cenderung menginginkan kekuasaan, itu merupakan indikasi keburukan. Karena itu, Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam bersabda, “Sungguh, kami tidak memberi kekuasaan atas urusan kami kepada orang yang memintanya.”
Sumber : Amal Pemusnah Kebaikan Ringkasan Bab Muhlikat Ihya ‘Ulum al-din karya Habib Umar bin Hafidz