Riya membatalkan amal, menyebabkan datangnya murka Allah, dan termasuk pembuat celaka yang terbesar. Karena itu, sudah sepantasnya setiap hamba bersiap diri untuk menghancurkannya meski dengan perjuangan susah payah. Perjuangan sendiri merupakan kebutuhan pokok setiap hamba.
Seseorang dilahirkan dengan akal dan nalar yang masih lemah. la mengawasi semua orang dengan penuh rasa ingin tahu. Maka ketika ia melihat manusia suka berbuat riya, ia pun menjadi suka berbuat riya. la baru sadar bahwa riya mencelakakan setelah akalnya mencapai tingkat kesempurnaan, sementara penyakit riya sudah terlanjur menancap di hatinya. Karena itu, ia kesulitan untuk mencabutnya, kecuali dengan susah payah dan kerja keras melawan nafsunya.
Untuk mengobati penyakit riya ada dua cara. Pertama, dengan mencabut akar-akarnya. Kedua, dengan menghadang setiap bentuk riya seketika saat ia datang.
Pertama, mencabut akar riya. Akar atau pangkal riya adalah cinta kedudukan. Apabila dirinci, cinta kedudukan berasal dari tiga hal, yaitu cinta pujian, takut hinaan, dan menginginkan apa yang dimiliki orang. Hal ini selaras dengan apa yang diriwayatkan Abu Musa bahwa seorang badui bertanya kepada Nabi Saw., “Ada orang yang berperang dengan garang artinya ia tidak terima jika dikalahkan atau dihina karena kalah ada pula yang berperang agar kedudukannya dilihat orang inilah orang yang mencari kedudukan di hati manusia-dan ada juga yang berperang agar namanya disebut-sebut inilah orang yang mencari pujian.” Rasulullah Saw. lantas bersabda, “Siapa yang berperang dengan niat menegakkan agama Allah, dia berada di jalan Allah.” Rasulullah juga pernah bersabda, “Siapa yang berperang hanya untuk memperoleh tali kekang, maka baginya apa yang diniatinya.” Riwayat ini mengisyaratkan pada sifat ketamakan.
Seseorang adakalanya tidak menginginkan pujian, tetapi takut pada celaan. Misalnya, seorang yang pelit berkumpul di antara orang orang dermawan. Maka ia pun bersedekah walaupun hanya sedikit agar tidak dikatakan sebagai orang pelit. Dalam konteks ini, orang pelit tersebut bukan mengharapkan pujian karena sudah ada yang lebih dahulu bersedekah. Contoh lain, seorang penakut di antara para pemberani tidak lari dari medan perang karena takut dicela. Seseorang tidak mau bertanya mengenai hal yang ingin ia tanyakan hanya karena takut diejek sebagai orang bodoh.
Ketiga hal di atas itulah yang menggerakkan seseorang untuk berbuat riya. Cara pengobatannya secara umum telah saya jelaskan pada bagian pertama dari bab ini. Sekarang saya akan menjelaskan hal yang khusus berhubungan dengan riya.
Sumber : Amal Pemusnah Kebaikan Ringkasan Bab Muhlikat Ihya ‘Ulum al-din karya Habib Umar bin Hafidz