Seorang badui pernah bertanya kepada Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam “Wahai Rasulullah. Seseorang mencintai suatu kaum, tetapi ia belum bisa beramal seperti mereka?” Rasulullah lantas bersabda “Seseorang akan bersama dengan orang yang dicintainya”
Lihatlah bagaimana iblis membuatmu iri agar pahala cinta terlepas darimu. Kemudian iblis tidak puas hanya sampai di situ. la lalu membuatmu membenci saudaramu. Jika engkau menuruti iblis, keirian iblis berhasil mengenaimu; sementara irimu kepada musuhmu tidak membahayakan dirinyar tetapi justru membahayakan dirimu sendiri. Jika tabir hakikat dibukakan untukmu, niscaya engkau bisa melihat dirimu laksana orang yang melernpar anak panah kepada musuhnya. Anak panah itu ndak mengenainya, tetapi justru kembali dan mengenai pupil matanya sendiri, lalu membuat matanya terlepas. Ia menjadi semakin marah, lalu mencoba memanah untuk kali kedua, Iagi-lagi anak panah itu berbalik arah mengenai matanya yang satunya dan membutakannya. la semakin marah, lalu memanahnya lagi. Anak panah itu pun berbalik arah lagi, mengenai kepalanya dan menembusnya. Sementara itu, musuhnya masih segar bugar.
Sifat iri akan kembali kepada pengirinya dengan membawa dosa, tetapi ia tidak hilang dengan kematian. la justru akan menggiring sang pengiri kepada murka Allah dan neraka-Nya. Lihatlah bagaimana Allah memberikan balasan kepada pengiri. Allah tidak menghilangkan nikmat dari orang yang dicemburui, tetapi malah rnenghilangkannya dari pengiri. Selain itu, sang pengiri pun terhalang dari dua nikmat Allah, yaitu keselamatan dari dosa dan keselamatan dari kepedihan karena sifat iri. Allah Swt berfirman, Rencana yang jahat itu hanya akan menimpa orang yang merencanakannya sendiri (QS. Fathir [35]: 43).
Itulah obat yang bersifat teoretis bagi orang yang suka iri. Adapun obat yang berupa amal adalah hendaknya ia mewaiibkan diri melakukan semua hal yang bertentangan dengan apa yang diinginkan oleh sifat iri. Misalnya, ia bersikap tegar untuk memuji orang yang dicemburuinya, bersikap rendah hati terhadapnya, dan meminta maaf kepadanya. Bilamana ia berhasil melakukan itu, hatinya sudah menjadi baik.
Sumber: Amal Pemusnah Kebaikan Ringkasan Bab Mukhlikat Ihya ‘Ulum al-Din karya Al Habib Umar bin Hafidz