Diriwayatkan bahwasanya Fath al-Mushili rhm jika pergi menunaikan ibadah haji atau lainnya, para wanita mendatangi isterinya mengasihani dan terharu terhadap keadaannya karena kepergian suaminya darinya dan dari keluarganya. Maka isteri beliau berkata kepada para wanita: “Sesungguhnya Fath bukanlah Sang Pemberi rezeki bahkan justru ia memakan rezeki. Telah pergi yang memakan rezeki dan tinggallah Sang Pemberi Rezeki, Dialah Allah SWT.” Hanya kepada Allah SWT kita memohon taufik dan pertolongan.
Adapun bagi para budak dan hamba sahaya, kewajiban yang paling penting bagi mereka setelah kewajiban terhadap Allah SWT dan ibadah fardhu adalah mematuhi dan melayani tuan mereka serta taat kepada majikan yang Allah SWT telah menjadikan mereka sebagai milik dan rezekinya serta sebagai hamba dan budaknya. Jika melaksanakan kewajibannya terhadap tuannya maka ia mendapat pahala yang besar, dan jika meninggalkannya serta melalaikannya maka ia mendapat dosa besar. Banyak sekali riwayat dalam hadis dan atsar mengenai hal itu.
Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wasalam bersabda:
المملوك الذي يؤدي حق ربه تعالی و حق سیده بونى آخره مرتين.
Artinya: “Seorang budak yang memenuhi hak Allah dan hak tuannya, akan mendapat pahala dua kali.”
Abu Hurairah ra berkata: “Kalau tidak karena ibadah haji, jihad dan berbakti kepada ibuku, niscaya aku lebih senang menjadi seorang budak.” Beliau menginginkan karena di dalamnya terdapat pahala yang besar. Maka seorang budak hendaknya mentaati tuannya dan benar-benar menjaga amanat yang dititipkan kepadanya seperti hartanya, dan melayani semampunya tanpa malas dan lalai.
Sedangkan seorang tuan, wajib memberi nafkah dan pakaian kepada budaknya, tidak memaksanya untuk melakukan pekerjaan yang ia tidak mampu dan tidak mencaci atau memukulnya kecuali dengan alasan yang benar. Hendaknya mereka diperlakukan dengan lemah lembut. Tidak boleh menghukumnya dengan memberikan tugas yang berlebih-lebihan dan menambah beban keadaannya.
Semua itu jika melebihi batas yang ditentukan dan diizinkan, maka ia akan berdosa dan bersalah, serta kelak di akhirat akan dibalas oleh budaknya, sebagaimana yang diriwayatkan dalam sebuah hadis, Jika ia memaafkannya hal itu lebih utama dan lebih baik baginya, kecuali jika dalam memukul dan menghukum terdapat kebaikan yang jelas, dan jika ditinggalkan akan mendatangkan keburukan yang nampak bagi majikan dan sang budak.
Pernah Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wasalam ditanya: “Berapa kali seorang budak dimaafkan setiap harinya?”
Maka Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wasalam menjawab:
سبعين مرة
Artinya: “Tujuh puluh kali.”
Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wasalam pernah bersabda kepada seorang pembantu yang lalai dalam menjalankan sesuatu:
لولا خوف القصاص لأوجعتك بهذا السواك
Artinya: “Kalau tidak takut (di akhirat), niscaya akan aku pukul engkau dengan siwak ini.”
Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wasalam bersabda:
للمملوك نفقته و كسوته، و الا يكلف ما يغلبه
Artinya: “Seorang budak berhak atas nafkah dan pakaian dan tidak dipaksa akan sesuatu yang ia tidak mampu.”
Sumber : Dakwah Cara Nabi Karya al Habib Abdullah bin Alwi al-Haddad