Ketahuilah, para ulama seperti kepala dan wajah manusia. Kedudukan mereka di antara manusia sama pentingnya dengan garam pada makanan. Makanan akan menjadi baik jika garamnya baik dan akan menjadi rusak jika garamnya rusak. Oleh karenanya dikatakan:
“Wahai Para Qurra’,18 Wahai Garam sebuah negeri
Tak kan berguna garam, jika telah rusak
Para qurra’ adalah para ulama. Pada zaman dahulu sebutan itu ditujukan untuk para ulama, karena pengemban al-Qur’an adalah para ulama. Mereka memahami agama Allah swt, perintah-perintah dan hukum-hukum-Nya. Jika membaca al-Qur’an, mereka memahami isinya, mereka mengetahui perintah dan larangannya, nasehat dan peringatannya, anjuran dan ancamannya, serta bagian-bagian yang dianjurkan untuk berdiam merenung. Karenanya sangat jarang sahabat Rasul yang menghafal al-Qur’an secara sempurna. Sepeninggal Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam terdapat ribuan sahabat, namun hampir tidak ada di antara mereka yang hafal al-Qur’an secara sempurna, kecuali beberapa orang saja. Ada yang mengatakan di antara sahabat hanya empat orang yang hafal al-Qur’an secara keseluruhan, ada yang mengatakan tujuh, terdapat perbedaan pendapat dalam masalah ini. Di antara mereka yang hafal surat al-Baqarah dan al-Imran digolongkan sebagai ulama dan orang-orang yang memahami agama. Dalam hadits disebutkan:
من استظهر القرآن فقد عدرجت النّبوة بين جنبيه، غير أنّه لا يوحى إليه
Artinya: “Barang siapa yang menolong al-Qur’an, maka telah beredar kenabian di antara dua sisinya, hanya saja tidak diturunkan wahyu kepadanya”
Makna menolong al-Qur’an adalah menghafalnya di luar kepala al-Qur’an merupakan wahyu yang agung dari Allah Yang Maha Agung, yang diturunkan kepada Rasul yang mulia. Di dalamnya Allah swt telah merangkum pengetahuan yang terdahulu dan yang akan datang, dan cerita umat terdahulu maupun yang akan datang. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam:
فيه نبأ من قبلكم، ونبأ من يعدكم، وحكم ما بينكم، من قال به صدق، ومن حكم به عدل، ومن التمس الهدى من غيره أضلّه الله
Artinya: “Di dalamnya (al-Qur’an) terdapat berita tentang umat sebelum kalian dan setelah kalian, serta merupakan hukum di antara kalian. Barangsiapa yang berkata dengannya dia benar yang menghukum dengannya dia adil, dan yang mencari petunjuk selainnya, dia akan disesatkan Allah.”
Sekarang keadaan telah berbalik, seseorang dapat membaca al-Qur’an dari awal hingga akhir, tetapi ia tidak mengerti apa yang dibacanya, apa yang diturunkan dan untuk apa diturunkan. Lalu dia tidak peduli meski dia tidak mengetahui dan tidak mengerti, bahkan tidak timbul keinginan untuk mempelajari dan mengetahuinya. Semua itu disebabkan kelalaian yang melampaui batas, keberpalingan hati dari keinginan memahami kitab Allah swt. Hal ini dikarenakan ia tenggelam dalam keduniawian, mengejar kenikmatan dan tertipu dengan kemegahannya. Lalu siapakah yang lebih sesat dari pada orang yang mempunyai sifat seperti ini?
Allah swt berfirman:
أولئك كالأنعام بل هم أضلّ أولئك هم الغافلون
Artinya: “Mereka itu bagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai” (Qs. al-A’raaf ayat: 179)
——–
18 Mereka adalah orang-orang yang fasih bacaan Al-Qur’annya.
Sumber : Dakwah Cara Nabi Karya al Habib Abdullah bin Alwi al-Haddad