Riya’ yang berbahaya bukanlah yang melintas di hati manusia dan merupakan tabiat ciptaan manusia, sedangkan ia tidak memiliki kekuasaan atasnya dan tidak bahagia dengan adanya lintasan tersebut. Namun jika lintasan riya’menjadi pendorong baginya untuk beribadah, maka lintasan itu membatalkan ibadah dari asalnya.
Jika hal itu disertai dorongan agama maka terdapat perinciannya. Hal ini dijelaskan oleh al-Imam al-Ghazali rhm dan para imâm lainnya. Semuanya jelek dan dilarang serta di dalamnya terdapat banyak bahaya dan cela. Ayat al-Qur’an dan hadits-hadits yang shahih telah menyampaikan. Sebagaimana sabda Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wasalam didalam sebuah hadits qudsi:
أنا أغنى الأغنياء عن الشرك، فمن عمل لي عملا أشرك فيه غيري فنصيبي لشريكي وأنا منه بريء.
Artinya: “Akulah Tuhan yang paling tidak membutuhkan sekutu. Barangsiapa yang beramal untukku dengan amalan yang di dalamnya mempersekutukan-Ku dengan selain-Ku maka bagian-Ku untuk sekutu-Ku dan Aku berlepas tangan darinya (orang yang beramal).”
Diriwayatkan:
أنه يقال للمرائين إذا التمسوا ثواب أعمالهم يوم القيامة ، اذهبوا إلى الذين
كثم تراؤونهم في الدنيا فانظروا هل تجدون عندهم ثواب أعمالكم.
Artinya: “Sesungguhnya orang yang berbuat riya’ ketika meminta pahala perbuatan mereka di hari kiamat, terdengar seruan: orang-orang yang kalian dulu mencari muka terhadap mereka, dan lihatlah apakah kalian mendapatkan pahala perbuatan kalian pada mereka,”
Diriwayatkan:
أن أدنى الرياء شرك، وأن المرائي ينادي يوم القيامة بأربعة أسماء، يا مرائي، يا غادر، ياخاسر، یا فاجر، اذهب فخذ أخرك ممن عملت له فلا أجر لك عندنا
Artinya: “Sesungguhnya riya’ yang terkecil termasuk syirik, dan orang orang yang berbuat riya’ diseru kelak di hari kiamat dengan empat nama: wahai pencari muka, wahai penipu, wahai orang merugi, wahai orang biadab, pergilah dan ambillah pahalamu dari orang yang kau berbuat untuknya! engkau tidak mempunyai pahala disisi Kami.”
Hendaknya seorang muslim yang bertakwa kepada Tuhannya dan sayang kepada agama dan akhiratnya, berhati-hati dari segala macam dan bentuk riya’. Hendaknya ia benar-benar menjaga dirinya dari semua itu. Jika terjadi lintasan dan rintangan itu di dalam hatinya, maka hendaknya ia berusaha menghilangkannya sebisa mungkin, dan membenci hal itu, lalu memohon ampun dan berlindung kepada Allah SWT dari kejahatannya.
Sumber : Dakwah Cara Nabi Karya al Habib Abdullah bin Alwi al-Haddad