Sedangkan yang benar adalah menyibukkan diri dengan mencari pengetahuan agama, memahami ilmu dan mendirikan hak-hak Allah swt dengan pengetahuan dan amal adalah pokok, asas dan modal yang menjadi pegangan. Dan perkara-perkara duniawi semuanya sekedar sebagai pengikut, yaitu perkara duniawi yang dipentingkan. Sedangkan perkara duniawi yang tidak dipentingkan maka itu merupakan sesuatu yang dilarang dan dijauhi. Lihatlah, bagaimana orang-orang yang bodoh dan lalai memutarbalikkan keadaan. Membalikkan kepala menjadi ekor dan ekor menjadi kepala, pengikut menjadi diikuti, sesuatu yang dijauhi dan ditinggalkan menjadi sesuatu yang dikejar olehnya. Dari semua itu diketahui celaka dan bahayanya kebodohan. Dan menjadi bencana dan kehinaan atas golongannya di dunia dan akhirat. Karena itu dikatakan:
“Tidaklah musuh mampu hancurkan orang bodoh,
seperti orang bodoh menghancurkan dirinya sendiri”
Dikatakan pula:
“Kebodohan adalah kematian sebelum kematian bagi kaumnya.
Jasad mereka adalah kubur-kubur sebelum kubur”
Kebodohan telah merajalela dan keadaannya yang hina telah menguasai orang-orang di zaman ini. Dan telah hilang dari mereka segala sesuatu, hingga banyak sekali dari mereka atau kebanyakan dari mereka tidak mengetahui dan memahami apakah kebenaran dan agama itu? Bagaimanakah akhirat dan perjalanan menuju Allah swt? Maka bencana yang besar itu bahayanya menjadi meliputi yang bodoh dan yang mengetahui, kalangan umum dan khusus. Bahayanya bagi orang yang bodoh bukanlah sesuatu yang tersembunyi, karena semua itu menjadi penyebab bagi mereka meninggalkan apa-apa yang diwajibkan Allah swt kepada mereka dari pengetahuan agama dan mempelajari hukum-hukumnya.
Sedangkan bahayanya bagi orang yang berilmu menjadikan mereka meninggalkan ajakan ke jalan Allah swt, dan mengajarkan kepada manusia apa-apa yang tidak mereka ketahui dari hukum-hukum agama mereka dengan mengamalkannya. Jika orang-orang bodoh tidak mengetahui kewajiban untuk mempelajari apa-apa yang diwajibkan atas mereka dengan menuntut ilmu agama, maka diwajibkan atas para ulama untuk memberitahu mereka tentang semua itu, dan diharamkan atas mereka berdiam dari keadaan itu. Allah swt tidak akan menerima alasan mereka dalam meninggalkan untuk memulai memberikan pengertian terhadap orang-orang yang bodoh dan pelajaran terhadap orang-orang bodoh yang memiliki sifat seperti itu. Bagi ulama dalam permasalahan ini pekerjaan keras akan banyaknya hal-hal yang merupakan kepentingan mereka.
Ketahuilah, bahwa sesungguhnya di dalam Islam terdapat masa-masa vakum dan manusia saat ini berada di sebagian masa-masa itu. Karena banyak sekali mereka yang berada dalam lingkaran Islam tidak mengetahui apa-apa yang diwajibkan oleh Allah swt dari amal taat dan yang diharamkan Allah swt dari perbuatan maksiat. Tidak mengetahui kewajiban atas mereka untuk menuntut semua ilmu itu lalu mengamalkannya. Kapan mereka akan bangkit untuk meraih semua itu dan mencarinya jika mereka tidak mengetahui wajibnya semua itu atas mereka? Maka menjadi pasti kewajiban bagi orang-orang yang berilmu dan pendakwah kepada Allah swt dalam memenuhi hak-hak mereka, dengan cara memberikan pengertian kepada mereka akan wajibnya semua itu atas diri mereka dan mengajak mereka untuk mencarinya sebagai permulaan dari mereka. Karena sesungguhnya sesiapa yang tidak mengenal dan mengetahui, maka tak mungkin baginya untuk mencari atau memahami. mengetahui wajibnya semua itu atas mereka? Maka menjadi pasti kewajiban bagi orang-orang yang berilmu dan pendakwah kepada Allah swt dalam memenuhi hak-hak mereka, dengan cara memberikan pengertian kepada mereka akan wajibnya semua itu atas diri mereka dan mengajak mereka untuk mencarinya sebagai permulaan dari mereka. Karena sesungguhnya sesiapa yang tidak mengenal dan mengetahui, maka tak mungkin baginya untuk mencari atau memahami.
Masa-masa vakum yang terjadi di dalam Islam dan terjadi di antara orang-orang yang berdakwah menyeru kepada Allah swt dan agama-Nya menyerupai masa-masa vakum yang terjadi di antara diutusnya satu rasul dengan rasul lainnya. Hal ini telah diisyaratkan oleh asy-Syeikh al-‘Arifbillah Abdul Wahhab bin Ahmad asy-Sya’rani” 16 rhm dalam mukaddimah kitabnya yang berjudul Tanbih Al-Mughtarrin pada akhir abad kesepuluh. Dan ini selain keasingan yang terjadi di akhir zaman dan ketika dekatnya kiamat, seperti yang telah disebutkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam( );/1dalam sabdanya:
بَدَأَ الْإِسْلَامُ غَرِيْبًا وَ سَيَعُوْدُ كَمَا بَدَأَ غَرِيْبًا فَطُوْبَى لِلْغُرَبَآءِ الَّذِيْنَ يُحْيُوْنَ مَاأَمَاتَ النَّاسُ فِيْ سُنَّتِيْ
Artinya: “Islam bermula dalam keadaan asing dan akan kembali menjadi asing seperti permulaannya. Maka beruntunglah orang-orang yang asing yaitu mereka yang menghidupkan apa-apa yang dimatikan manusia dalam sunnahku” 17
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam juga bersabda:
دَخَلَ النَّاسُ فِي هَذَا الدِّينِ أَفْوَاجًا، وَ سَيَخْرُجونَ مِنْهُ أَفْوَاجًا كَمَا دَخَلُوا
Artinya: “Manusia akan masuk ke dalam agama ini berbondong-bondong dan akan keluar darinya berbondong-bondong seperti ketika memasukinya”
——-
16 Beliau adalah al-Imam al-Arifbillah Abu Muhammad Abdul Wahhab bin Ahmad bin Ali asy-Sya’rani. Nisbatnya kepada Desa Saqiyah Abu Sya’rah dari desa-desa al-Manufiyyah yang berhadapan dengan lautan Mesir. Beliau tumbuh di sana dan wafat di Mesir pada tahun 989 H.
17 Matan hadits diriwayatkan oleh Muslim, at-Tirmidzi, Ibnu Majjah, Ahmad dan ad-Darimi.
Sumber : Dakwah Cara Nabi Karya al Habib Abdullah bin Alwi al-Haddad