Dalam hadits lain dikatakan:
إنَّمَا اَهْلَكَ الَّدِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ, كَثْرَةُ مَسَائِلِهِمْ وَاخْتِلَافِهِمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ
Artinya: “Sesungguhnya penyebab kehancuran orang-orang sebelum kalian adalah karena mereka banyak bertanya dan banyak menentang nabi-nabi mereka.”
Pernah ada seorang lelaki bertanya kepada Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam tentang ibadah haji: “Apakah haji itu diwajibkan untuk setiap tahun?” Mendengar pertanyaan itu, beliau Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam diam dan tidak menjawabnya. Ketika orang tersebut bertanya hingga berulang kali, barulah beliau Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam menjawab: “Memang hanya diwajibkan sekali dalam seumur hidup”. Andaikata saja aku berikan jawaban: “Ya, maka hal itu akan diwajibkan setiap tahun, dan tentulah kalian tidak akan mampu melakukannya.”
Sebagaimana firman Allah swt di dalam al-Qur’an:
مَنْ يُطِعِ الرَّسُوْلَ فَقَدْ أَطَعَ الله
Artinya:“Barangsiapa yang taat kepada Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam, maka ia benar-benar telah taat kepada Allah swt.”
Dalam firman Allah swtyang lain disebutkan:
اِنَ الَّذِيْنَ يُبَايِعُوْنَكَ إِنَمَايُبَايِعُوْنَالله
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang membaiatmu (Muhammad Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam), sesungguhnya mereka telah membaiat Allah swt.”
Selayaknya, seorang santri bertanya kepada syeikhnya tentang sesuatu. tidak mempunyai maksud apapun, selain untuk mencari ilmu pengetahuan. Jangan sekali-kali bermaksud untuk menguji dan melihat kedalaman ilmu syeikhnya, agar tidak membawa kebodohan dan kerugian.
Seorang guru apabila ditanya oleh muridnya tentang suatu masalah yang tidak dapat dimengerti olehnya, hendaknya ia melihat keadaan si penanya, apakah jika ia diberi jawabannya tidak akan merugikan agamanya, tidak akan menyebabkan ia marah dan tidak akan menyebabkan ia berpaling dari tujuannya, jika hal-hal tersebut tidak akan terjadi, maka beri tahu kan jawabannya.
Kalau sebaliknya, maka berilah jawaban yang sesuai dengan batas ilmu dan pengertian yang ia miliki. Jika ia menarik kembali pertanyaannya, maka janganlah ia sampai berkata seperti yang diucapkan oleh seorang ahli ilmu hakikat “Tugasku hanya menyusun qawafi-qawafi dan sumbernya, maka bukan salahku jika seekor sapi memahaminya.’
Ucapan di atas memberi pengertian bahwa setiap ucapan harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi pendengarnya. Seorang syeikh atau seorang guru harus bersikap sebagai seorang ayah ia harus memiliki sifat penyayang. Atau sebagai seorang kawan yang amat dekat, hendaknya ia berbicara dan bergaul dengan setiap orang sesuai dengan kepentingan dan manfaatnya.
Para ‘arifbillah mempunyai beberapa pengalaman dan pemikiran yang amat dalam. mereka tidak dapat menjawab setiap pertanyaan sesuai dengan kemampuan dan kondisi si penanya, seperti yang kami sebutkan tadi. Karena itu. sebaiknya kalian menyerahkan jawabannya menurut kebijaksanaan mereka, karena mereka bukanlah orang-orang yang pantas untuk dibantah atau disebut orang-orang bodoh atau tidak mengerti.
Sumber: Inilah Jawabku Karya Al Allamah AlHabib Abdullah bin Alawi AlHaddad