Apa yang baru saja saya jelaskan sebelumnya adalah mengenai penghilangan bahan dasar marah agar kemarahan tidak berkobar. Apabila kemarahan seseorang sudah berkobar ia harus ditenangkan dan diobati dengan ramuan ilmu dan amal.
Adapun ramuan ilmu terdiri atas enam hal sebagai berikut:
Pertama, hendaknya seseorang merenungkan nas-nas yang menjelaskan tentang keutamaan menahan kemarahan. memberi maaf, bersabar. dan bersikap tegar agar muncul keinginan kuat untuk mendapatkan keutamaan tersebut, lalu hal itu mencegahnya untuk melampiaskan marah dan membalas dendam.
Ibnu Aus menceritakan. “Umar memarahi seorang lelaki dan mernerintahkan agar orang itu dipukul. Lalu aku berkata kepadanya. ‘Wahai Amirul Mukminin. Jadilah pemaaf., suruhlah orang mengerjakan yang makruf, dan Jangan pedulikan orang-orang yang bodoh’ [QS Al-A’raf 7: 199).
Lantas Umar mengatakan. Jadilah pemaaf, suruhlah orang mengerjakan yang makruf. dan jangan pedulikan orang-orang yang bodoh.’ Umar adalah orang yang suka merenungkan Al-Quran. Maka ia merenungkannya lalu membebaskan lelaki tersebut.”
Umar bin Abdul Aziz pernah memerintahkan untuk mencambuk seorang pria, Kemudian pria itu membaca firman Allah, “.. dan arang-orang yang menahan amarahnya (QS Ali ‘Imran : 124) Lantas Umar bin Ahdul Aziz berkata kepada pembantunya, “Lepaskan dia.”
Kedua, hendaknya seseorang menakut-nakuti diri sendiri dengan azab Allah, seraya mengatakan. “Kekuasaan Allah atas saya lebih besar daripada kekuasaan saya atas orang itu,” Dalam salah satu kitab kuno disebutkan bahwa Allah Swt berfirman; Wahai anak Adam! Sebutlah Aku ketika engkau sedang marah, niscaya Aku akan menyebutmu ketika Aku marah. Maka, Aku tidak akan menghukummu sebagaimana Aku menghukum yang lainnya.
Ketiga, hendaknya seseorang mengingatkan dirinya sendiri akan dampak buruk yang bisa ditimbulkan oleh permusuhan dan balas dendam. Hendaknya ia menakut nakuti diri dengan dampak negatif kemarahan saat di dunia—jika ia tidak takut pada dampaknya di akhirat. Hal ini tidak mendatangkan pahala, karena alasan utamanya adalah untuk mendapatkan kepentingan dunia.
Keempat. hendaknya seseorang merenungkan buruk rupanya saat sedang marah dan membandingkannya dengan rupa orang lain (yang tidak sedang marah). lalu menyerupakan pemarah dengan anjing galak dan binatang buas yang sedang menyerang, dan menyerupakan penyabar dan orang yang bersikap tenang dengan para nabi, para ulama, dan orang-orang bijak.
Kelima, hendaknya seseorang merenungkan faktor yang membuatnya membalas dendam dan marah. lalu berkata pada diri sendin, “Mengherankan sekali dirimu. Engkau tidak kuat menahan diri sekarang, tetapi merasa sanggup menerima azab di akhirat, tatkala Allah akan menyeretmu dan membalas perbuatanmu,”
Keenam. hendaknya seseorang mengerti bahwa kemarahannya berawal dari keheranannya bahwa keadaan berjalan sesuai dengan kehendak Allah, bukan kehendaknya sendiri. Bagaimana mungkin ia bisa mengatakan bahwa kehendaknya lebih baik daripada kehendak Allah?
Obat yang berupa amal yaitu dengan mengucapkan ta’awwudz atau a’udzu billahi min al-syaithan al-rajiim (aku berlindung kepada Allah dari setan yang terkutuk). Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salammemerintahkan kita membaca ta’awwudz ketika sedang marah. Haditsnya diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim. Apabila Aisyah marah, Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam bersabda, “Wahai Aisyah kecil. Katakan, ‘Ya Allah, Tuhan Nabi Muhammad, Ampuni dosaku, hilangkan kemarahan dari hatiku, dan selamatkan aku dari fitnah-fitnah yang menyesatkan”,
Lalu, duduklah bila engkau marah tatkala berdiri; berbaringlah miring bila engkau marah tatkala duduk. Ambillah air wudhu atau mandi. Dalam sebuah hadits disebutkan, “Apabila salah seorang di antara kalian marah, ambillah air wudhu karena kemarahan berasal dari api.”
Dalam riwayat yang lain disebutkan, “Sesungguhnya marah berasal dari setan; setan diciptakan dari api; dan api hanya bisa dipadamkan dengan air. Maka, apabila salah seorang di antara kalian marah, ambillah air wudhu.”‘ Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam juga pernah bersabda, “Apabila engkau marah, diamlah”” Beliau Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salampernah berpesan kepada Abu Dzar, ‘Apabila engkau marah dalam keadaan berdiri, duduklah; bila duduk, bersandarlah; bila bersandar, berbaringlah miring.”
Sumber: Amal Pemusnah Kebaikan Ringkasan Bab Mukhlikat Ihya ‘Ulum al-Din karya Al Habib Umar bin Hafidz